Sementara itu, pakar hukum tata negara Feri Amsari menilai PN Jakarta Pusat tidak mempunyai wewenang untuk menunda tahapan Pemilu 2024 secara nasional.
Dia menyatakan PN Jakarta Pusat telah menentang konstitusi terkait putusan perkara tersebut.
"Tidak diperkenankan pengadilan negeri memutuskan untuk menunda Pemilu karena itu bukan yurisdiksi dan kewenangannya, tidak dimungkinkan untuk itu berdasarkan prinsip dan ketentuan di konstitusi," ujar Feri kepada CNNIndonesia.com, Kamis (2/3).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Feri menilai putusan PN Jakarta Pusat menunda tahapan penilu sebagai ancaman bagi demokrasi di Indonesia.
"Saya melihat memang ini ancaman bagi kita semua, demokrasi kita bisa terganggu kalau ada pengadilan negeri atau pengadilan bisa melanggar ketentuan Undang-Undang Dasar 1945," kata akademisi dari Universitas Andalas itu.
Sejatinya, wacana penundaan pemilu hingga perpanjangan masa jabatan presiden sudah berlangsung sejak 2021 silam. Wacana itu bahkan muncul dari mulut pembantu presiden dan partai di dalam koalisi pemerintahan Joko Widodo (Jokowi)-Ma'ruf Amin.
Pada November 2021, Menteri Investasi atau Kepala BKPM Bahlil Lahadalia mengatakan tunda pemilu 2024 sebagian merupakan usulan dari pengusaha untuk memulihkan ekonomi pascapandemi Covid-19. Pihak Istana Kepresidenan lalu buru-buru mengoreksi dengan menegaskan pernyataan Bahlil itu bukanlah sikap Jokowi.
Selain itu beberapa hari kemudian KSP menegaskan Jokowi tak ingin perpanjangan masa jabatan presiden atau pun tiga periode.
Wacana itu tak berhenti, pada Februari 2022, Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar (Cak Imin) muncul mengusulkan agar pemilu ditunda dua tahun. Hampir senada Bahlil, Cak Imin yang juga Wakil Ketua DPR itu menggunakan pula dalih pemulihan ekonomi akibat pandemi Covid-19.
Suara partai politik, terutama di dalam koalisi pemerintahan Jokowi dan di DPR, pun terbelah menyikapi usulan wacana penundaan pemilu itu. Sementara Cak Imin dalam keterangannya pada 26 Februari 2022 mengklaim dari analisa big data perbincangan media sosial terhadap 100 subyek akun, sebanyak 60 persen mendukung penundaan pemilu dan 40 persen menolak.
Berbeda dengan klaim Cak Imin, hasil survei LSI yang dirilis pada 3 Maret 2022 malah mendapati mayoritas masyarakat menolak wacana penundaan Pemilu 2024 maupun memperpanjang masa jabatan presiden. Setidaknya 70-75 persen responden LSI menolak penundaan pemilu dan perpanjangan masa jabatan presiden dengan dalih pemulihan ekonomi karena pandemi hingga memastikan proyek Ibu Kota Negara (IKN) yang baru di Kalimantan Timur.
Hasil survei yang tak jauh berbeda ditemukan LSN yang dirilis dalam waktu berdekatan, di mana mayoritas respondennya menolak wacana penundaan pemilu dan perpanjangan masa jabatan presiden.
Wacana itu belum pupus seutuhnya, pada bulan yang sama pada 2022 silam Menko Marves yang juga dikenal sebagai 'tangan kanan' Jokowi, Luhut Binsar Pandjaitan mengungkap big data yang mendukung penundaan pemilu dan perpanjangan masa jabatan presiden. Lewat klaim big data itu, Luhut menyatakan penundaan Pemilu 2024 sah-sah saja jika telah ditetapkan oleh MPR.
Hingga 5 April 2022 di istana, Jokowi memerintahkan para menteri untuk setop bicara penundaan pemilu. Hal itu ia sampaikan dalam Sidang Kabinet Paripurna di Istana Kepresidenan Jakarta, Selasa (5/4).
Pernyataan itu ia sampaikan setelah sejumlah menteri sibuk mewacanakan penundaan pemilu dan perpanjangan masa jabatan presiden. Menteri-menteri tersebut adalah Menko Marves Luhut Binsar Pandjaitan, Menteri Investasi Bahlil Lahadalia, dan Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian.
Lalu di ujung tahun 2022, Gubernur Lemhannas Andi Widjajanto mengatakan kajian pihaknya melihat wacana penundaan pemilu yang mencuat beberapa waktu belakangan tidak didukung modalitas politik.
Sementara itu para pengamat, pakar hukum tata negara, aktivis, hingga ormas pun bersuara wacana penundaan pemilu. PP Muhammadiyah salah satunya, yang pada 26 Februari 2022 meminta agar elite parpol di Indonesia menyudahi gaduh polemik usulan penundaan Pemilu 2024. Wacana itu sebelumnya disebut akan beriringan dengan potensi masa jabatan presiden yang diperpanjang.
Kekinian wacana penundaan pemilu itu hidup lagi karena putusan PN Jakpus terhadap gugatan Partai PRIMA.
Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat (Jakpus) mengabulkan gugatan Partai Prima dengan memutuskan menunda tahapan Pemilu 2024 hingga Juli 2025.
Putusan tersebut membuat penyelenggaraan Pemilu 2024 terancam gagal terlaksana sesuai jadwal alias tertunda.
Keputusan ini berawal dari gugatan perdata Partai Prima kepada KPU pada 8 Desember 2022 lalu dengan nomor register 757/Pdt.G/2022/PN Jkt.Pst. PN Jakpus mengeluarkan putusan pada Kamis lalu.
Sementara itu, Menko Polhukam Mahfud MD menyatakan putusan PN Jakpus yang memerintahkan KPU menunda tahapan Pemilu 2024 harus dilawan. Ia mendukung KPU mengajukan banding atas putusan pengadilan yang mengabulkan gugatan Partai Prima itu.
"Kita harus melawan secara hukum vonis ini. Ini soal mudah, tetapi kita harus mengimbangi kontroversi atau kegaduhan yang mungkin timbul," kata Mahfud dalam unggahannya di akun Instagram @mohmahfudmd, Kamis (2/3).
KPU pun sudah menyatakan akan mengajukan banding atas putusan PN Jakpus itu.