Berselang 10 bulan, Kepala desa yang tergabung dalam Papdesi (Perkumpulan Aparatur Pemerintah Desa Seluruh Indonesia) ramai-ramai geruduk DPR RI.
Mereka menuntut perpanjangan masa jabatan kepala desa yang sebelumnya enam tahun menjadi sembilan tahun dalam satu periode.
Mereka pun meminta DPR merevisi masa jabatan yang diatur dalam UU Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Namun, wacana perpanjangan jabatan kepala desa ini menuai penolakan dari sejumlah pihak.
Pengurus Lembaga Hikmah dan Kebijakan Publik (LHKP) PP Muhammadiyah Ridho Al-hamdi mengatakan ini bisa menjadi alat kekuasaan untuk mengamankan Pemilu 2024.
"Sebenarnya saya juga membaca kalau usulan ini disetujui, seandainya menjadi sembilan tahun maka ini akan menjadi alat kekuasaan untuk mengamankan Pemilu serentak 2024. Ini sudah bisa terbaca," kata Ridho dalam keterangannya di laman resmi Muhammadiyah, Jumat (27/1).
Selanjutnya, gugatan atas beberapa pasal di UU 7 No. 2017 tentang Pemilu tengah diuji di MK. Perkara tersebut teregistrasi dengan nomor perkara 114/PUU-XX/2022.
Salah satu gugatan yang dilayangkan ialah pasal yang mengatur soal sistem pemilu.
Gugatan itu diajukan oleh enam orang, yakni Demas Brian Wicaksono, Yuwono Pintadi, Fahrurrozi, Ibnu Rachman Jaya, Riyanto, dan Nono Marijono mengajukan uji materi UU Pemilu terkait sistem proporsional terbuka ke MK.
Apabila gugatan uji materi tersebut dikabulkan oleh MK, maka sistem Pemilu 2024 mendatang akan beralih kembali menggunakan sistem proporsional tertutup (coblos partai).
Di balik wacana perubahan sistem pemilu ini, beberapa pihak khawatir isu ini ditunggangi pihak yang berniat menunda Pemilu 2024.
Anggota DPR dari Fraksi PKB Luqman Hakim dalam diskusi bertajuk 'Mencermati Pro-Kontra, Dampak Pemilu Proporsional Tertutup Ditengah Proses Judicial Review Oleh MK'. menyampaikan itu.
"Saya khawatirkan proses di MK ini ditunggangi dan dimanfaatkan pihak-pihak yang punya agenda menunda atau menggagalkan pelaksanaan Pemilu 2024," ujar Luqman, Kamis (9/2).
Teranyar, Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat mengabulkan gugatan Partai Prima terhadap KPU. Dalam amar putusannya, PN Jakpus meminta KPU untuk menunda tahapan Pemilu 2024 hingga Juli 2025.
Gugatan perdata kepada KPU yang diketok pada Kamis (2/3) itu dilayangkan Partai Prima pada 8 Desember 2022 dengan nomor register 757/Pdt.G/2022/PN Jkt.Pst.
"Menghukum Tergugat untuk tidak melaksanakan sisa tahapan Pemilihan Umum 2024 sejak putusan ini diucapkan dan melaksanakan tahapan Pemilihan Umum dari awal selama lebih kurang 2 (dua ) tahun 4 (empat) bulan 7 (tujuh) hari," demikian bunyi putusan tersebut.
Pakar Hukum Tata Negara dari STIH Jentera Bivitri Susanti menilai PN tidak berwenang dalam memutuskan penundaan tahapan Pemilu dan telah melanggar konstitusi.
"Jadi melanggar hukum sebetulnya putusan ini, melanggar konstitusi bahkan," kata Bivitri saat dihubungi CNNIndonesia.com, Kamis (2/3).
KPU sebagai tergugat juga dalam hal ini akan mengajukan banding atas putusan tersebut.
"KPU akan upaya hukum banding," kata Ketua KPU Hasyim Asy'ari saat dihubungi, Kamis (2/3).
(mnf/bmw)