Putusan tersebut menuai reaksi sejumlah pihak, mulai dari partai politik, para ahli, menteri, hingga Presiden ke-6 RI.
Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD mengatakan putusan PN Jakarta Pusat harus dilawan.
Ia mendukung KPU mengajukan banding atas putusan pengadilan yang mengabulkan gugatan Partai Prima itu.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kita harus melawan secara hukum vonis ini. Ini soal mudah, tetapi kita harus mengimbangi kontroversi atau kegaduhan yang mungkin timbul," kata Mahfud dalam unggahannya di akun Instagram @mohmahfudmd, Kamis (2/3).
Selain itu, Presiden ke-6 Republik Indonesia Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menilai putusan itu terkesan janggal. SBY berharap tidak ada kejadian 'aneh' yang akan terjadi di tahun-tahun pemilu ini.
"Menyimak putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat kemarin [tentang Pemilu], rasanya ada yang aneh di negeri ini. Banyak pikiran dan hal yang keluar dari akal sehat. Apa yang sesungguhnya terjadi? What is really going on (apa yang sebenarnya sedang terjadi)?" cuit SBY di akun Twitter pribadinya @SBYudhoyono, Jumat (3/3).
Ia menyebut bangsa saat ini tengah diuji dengan banyaknya godaan. SBY berharap tidak ada pihak yang 'bermain api' pada tahun-tahun mendekati kontestasi politik ini.
Ketua Umum Partai Prima Agus Jabo Priyono menjelaskan Partai Prima telah memperjuangkan keadilan melalui gugatan ke sejumlah institusi seperti Bawaslu dan PTUN.
"Prima sudah memperjuangkan keadilan melalui gugatan ke pelbagai institusi seperti Bawaslu dan PTUN. Hasilnya, gugatan tersebut tidak diterima karena PTUN merasa tidak memiliki kewenangan untuk mengadili gugatan PRIMA," jelas Agus.
Hal itu, kata dia, terjadi karena KPU membatasi hak politik Partai Prima sehingga mereka tidak memiliki legal standing di PTUN.
Lebih lanjut, Agus menyebut partainya telah mendesak agar tahapan proses pemilu dihentikan sementara dan KPU harus segera diaudit. Menurut Partai Prima, terdapat banyak masalah dalam penyelenggaraan Pemilu 2024.
Juru Bicara Mahkamah Agung (MA) Suharto menegaskan hakim PN Jakarta Pusat tak bisa disalahkan terkait produk yang sudah diputuskan di pengadilan.
Suharto menekankan hakim-hakim memiliki independensi dalam membuat atau menjatuhkan putusan suatu perkara.
"Hakim tidak bisa dipersalahkan secara kedinasan terkait produk putusannya, karena putusan dianggap benar," sebut Suharto kepada CNNIndonesia.com, Jumat (3/3).
Suharto menjelaskan putusan PN Jakpus itu belum memiliki hukum tetap. Pasalnya, ia meyakini akan ada pihak terkait mengajukan banding terhadap putusan hakim tersebut.
"Maka paling bijak ya kita tunggu proses bandingnya. Hanya saja dengan adanya upaya hukum putusan hakim dapat dibatalkan oleh hakim tinggi," jelas dia.
Di sisi lain, Komisi Yudisial (KY) akan memanggil hakim Tengku Oyong untuk menindaklanjuti putusan itu.
"Komisi Yudisial mencermati substansi putusan PN Jakarta Pusat dan reaksi yang muncul dari putusan tersebut. Putusan tersebut pada prinsipnya menimbulkan tanda tanya dan kontroversi di tengah masyarakat," ujar Juru Bicara KY Miko Ginting dalam keterangan tertulis, Jumat (3/3) pagi.
Miko menjelaskan pihaknya bakal melakukan pendalaman terhadap putusan itu. Salah satunya adalah upaya pemanggilan hakim yang bersangkutan.
"KY akan melakukan pendalaman terhadap putusan itu, terutama untuk melihat apakah ada dugaan pelanggaran perilaku yang terjadi. Salah satu bagian dari pendalaman itu bisa jadi dengan memanggil hakim untuk dimintakan klarifikasi," jelas Miko.
(pop/asr)