Fadli Zon Desak Motif Putusan Hakim soal Tunda Pemilu 2024 Diselidiki

CNN Indonesia
Sabtu, 04 Mar 2023 15:11 WIB
Anggota DPR Fadli Zon mengatakan motif putusan hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat terkait penundaan Pemilu 2024 patut dipertanyakan. (CNN Indonesia/Adhi Wicaksono)
Jakarta, CNN Indonesia --

Anggota DPR RI dari Fraksi Partai Gerindra Fadli Zon mengatakan motif putusan Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat terkait penundaan sisa tahapan Pemilu 2024 patut dipertanyakan. Ia pun mendesak motif putusan itu untuk diselidiki lebih lanjut.

Menurutnya, sanksi perdata umumnya cukup dilakukan dengan ganti rugi pihak tergugat (dalam hal ini KPU) kepada pihak penggugat (dalam hal ini Partai Prima).

Fadli menilai PN Jakarta Pusat seharusnya hanya memerintahkan KPU untuk mengulang kembali proses verifikasi terhadap Partai Prima, bukan memerintahkan penundaan pemilu secara keseluruhan.

Meskipun tuntutan masuk materi gugatan, jelas dia, majelis hakim harusnya mengetahui bahwa tuntutan itu berada di luar ranah dan kewenangannya.

"Sehingga harus diselidiki apa motif mereka membuat putusan hukum soal penundaan pemilu tersebut. Putusan itu bukan hanya telah mengacaukan jangkauan hukum perdata, tapi juga bisa mengacaukan hukum tata negara," ujar Fadli melalui keterangan tertulisnya, Sabtu (4/3).

Selain itu, Fadli mengatakan putusan itu bisa dianggap melawan konstitusi, khususnya Pasal 22 E Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

"Yang jelas, putusan semacam itu telah menodai integritas majelis hakim PN Jakarta Pusat," jelas dia.

Lebih lanjut, Fadli mengatakan Mahkamah Agung (MA) dan Komisi Yudisial (KY) mesti segera memeriksa majelis hakim yang terlibat dan memberi mereka sanksi untuk menghindari spekulasi politik. Ia juga menilai terdapat indikasi ketidakprofesionalan yang sangat mencolok.

"Hakim-hakim yang terlibat dalam putusan perkara nomor 757/Pdt.G/2022/PN Jkt.Pst itu terindikasi kuat tidak profesional dalam menjalankan tugasnya," kata dia.

Ia menjelaskan, lembaga yang berwenang untuk memutuskan sengketa terkait proses Pemilu adalah Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) dan Peradilan Tata Usaha Negara (PTUN), bukan pengadilan perdata.

Sedangkan, Mahkamah Konstitusi (MK) menjadi lembaga yang berwenang memutuskan sengketa terkait hasil pemilu

Fadli setuju dengan pendapat bahwa sejak awal seharusnya majelis hakim menolak gugatan Partai Prima karena mengandung cacat formil. Sebab, PN tak berwenang mengadili perkara tersebut.

Oleh karena itu, menurut dia, putusan ini tidak boleh dibiarkan meski KPU telah mengajukan proses banding. Ia merasa kasus ini mesti diperiksa. Hal itu dilakukan agar kepercayaan masyarakat terhadap hukum dan lembaga peradilan tidak makin tergerus.

PN Jakarta Pusat sebelumnya mengabulkan gugatan Partai Prima untuk seluruhnya dengan menghukum KPU untuk menunda tahapan Pemilu 2024hingga Juli 2025.

Perkara nomor: 757/Pdt.G/2022/PN Jkt.Pst itu diadili oleh ketua majelis hakim Tengku Oyong dengan hakim anggota H. Bakri dan Dominggus Silaban.

"Menghukum Tergugat untuk tidak melaksanakan sisa tahapan Pemilihan Umum 2024 sejak putusan ini diucapkan dan melaksanakan tahapan Pemilihan Umum dari awal selama lebih kurang 2 (dua) tahun 4 (empat) bulan 7 (tujuh) hari," demikian bunyi putusan yang dibacakan pada Kamis (2/3) lalu.

Ketua KPU Hasyim Asy'ari telah menyatakan akan mengajukan banding atas putusan tersebut dan akan tetap menjalankan tahapan Pemilu 2024 sesuai jadwal yang ditetapkan.

Kendati demikian, putusan tersebut menuai berbagai penolakan dari sejumlah pihak. Mulai dari partai politik, para ahli, hingga pemerintah. Di sisi lain, Partai Prima berharap seluruh pihak menghormati putusan itu.

(pop/pmg)


KOMENTAR

ARTIKEL TERKAIT
TOPIK TERKAIT
TERPOPULER
LAINNYA DARI DETIKNETWORK