Jelang Vonis, Koalisi Sipil Buka Sederet Kejanggalan Sidang Kanjuruhan

CNN Indonesia
Kamis, 09 Mar 2023 06:24 WIB
Jelang vonis dua terdakwa Tragedi Kanjuruhan, Koalisi Sipil membeberkan dugaan kejanggalan yang terjadi selama persidangan.
Aremania melakukan aksi mendesak pengusutan tuntas Tragedi Kanjuruhan Malang dengan membawa foto-foto para korban. (AFP/JUNI KRISWANTO)
Surabaya, CNN Indonesia --

Persidangan Tragedi Kanjuruhan Malang memasuki babak akhir di Pengadilan Negeri Surabaya, Jawa Timur.

Dua dari lima terdakwa yang telah diseret ke pengadilan akan menjalani sidang pembacaan vonis hari ini, Kamis (9/3).

Koalisi Masyarakat Sipil menghimpun sejumlah kejanggalan selama jalannya proses peradilan. Koalisi Sipil itu terdiri dari LBH Pos Malang, LPBH NU Kota Malang, LBH Surabaya, YLBHI, Kontras, IM57 Institute, Lokataru, ICW, ICJR, PBHI dan AJI.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Mereka menilai kejanggalan itu semakin menjauhkan para korban Tragedi Kanjuruhan dari keadilan.

Perwakilan LBH Malang Daniel Siagian mengatakan kejanggalan dalam persidangan itu Tragedi Kanjuruhan Malang itu antara lain pembatasan akses peliputan media massa atau pers dalam melakukan siaran langsung, kemudian dipindahnya persidangan di luar locus delicti atau Tempat Kejadian Perkara (TKP) dari Kabupaten Malang ke Surabaya.

"Kami menilai hal tersebut merupakan tindak pembatasan atas kebebasan pers dan hak publik dalam melakukan pemantauan persidangan proses Kanjuruhan, mengingat ketentuan Acara Pidana menegaskan bahwa persidangan terbuka untuk umum," kata Daniel, Rabu (8/3).

Kejanggalan selanjutnya adalah diterimanya perwira aktif kepolisian dari Polda Jatim sebagai penasihat hukum 3 terdakwa dari unsur Polri. Menurut koalisi sipil itu mengatakan hal itu bisa menimbulkan konflik kepentingan dan bertentangan dengan Undang-undang tentang Advokat dan Polri.

"Hal tersebut dinilai bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat dan bertentangan dengan Pasal 16 Undang-Undang Nomor 02 Tahun 2002 tentang Polri," ujar Daniel.

Lalu puluhan saksi yang dihadirkan di persidangan justru banyak yang berasal dari pihak kepolisian dari mulai jajaran Polres Malang hingga Polda Jatim.

"Sangat minimnya keterlibatan keluarga korban, korban dan saksi mata sebagai saksi dalam persidangan. Diantara puluhan saksi yang diperiksa, hanya satu keluarga korban DA yang dihadirkan dalam persidangan," ucap Daniel.

Koalisi juga menilai Majelis Hakim dan Jaksa Penuntut Umum (JPU) cenderung bersikap pasif dalam menggali dan menguji kebenaran materiel dari keterangan saksi di persidangan.

"Contohnya, pada saat saksi yang berasal dari keluarga korban, DA, JPU hanya menanyakan hasil autopsi kedua anak (NDR dan NR) keluarga korban namun tidak berusaha menggali penyebab, atau kausalitas dari kematian korban," katanya.

Pihaknya juga mencatat beberapa fakta yang tidak ada dalam persidangan, termasuk laporan Komnas HAM tentang penggunaan gas air mata berlebihan di tribun3 sebagai pemicu utama jatuhnya korban jiwa Tragedi Kanjuruhan.

Begitu juga laporan Tim Gabungan Independen Pencari Fakta (TGIPF) yang menyimpulkan, aparat keamanan tidak memedomani tahapan pengamanan sesuai Perkapolri, dan melakukan penembakan gas air mata secara membabi buta ke arah lapangan, tribune hingga luar lapangan.

"Atas fakta kejanggalan itu, kami menyatakan sikap, mendesak majelis hakim untuk menjatuhkan vonis seberat beratnya dan seadil-adilnya untuk mewujudkan keadilan bagi keluarga korban," ujar Daniel.

Komnas HAM, Komisi Kejaksaan, dan Komisi Yudisial

Koalisi juga mendesak Komisi Yudisial dan Komisi Kejaksaan bersikap proaktif memeriksa dugaan pelanggaran kode etik pada hakim dan JPU di persidangan Tragedi Kanjuruhan.

Lalu mendesak Komnas HAM lebih proaktif dalam mendalami keterlibatan pelaku level atas dalam pertanggungjawaban komando pelanggaran HAM dalam Tragedi Kanjuruhan.

"Kami juga mendesak Kapolri Jenderal Listyo Sigit tidak berhenti mengusut dan lebih serius dalam menyidik anggota yang terlibat penembakan gas air mata yang menyebabkan 135 korban jiwa melayang," ucapnya.

Diketahui, terdakwa Tragedi Kanjuruhan yakni Abdul Haris selaku Ketua Panpel Arema FC dan Suko Sutrisno selaku Security Officer dituntut 6 tahun 8 bulan penjara. Keduanya akan menjalani sidang vonis, Kamis (9/3) besok.

Sedangkan 3 terdakwa dari kepolisian dituntut 3 tahun penjara. Mereka yakni eks Danki 1 Brimob Polda Jatim AKP Hasdarmawan, eks Kabag Ops Polres Malang Kompol Wahyu Setyo Pranoto dan eks Kasat Samapta Polres Malang AKP Bambang Sidik Achmadi.

Sementara satu tersangka lainnya, yakni eks Direktur Utama (Dirut) PT Liga Indonesia Baru (LIB) Akhmad Hadian Lukita hingga saat ini masih bebas dan belum diadili. Pasalnya, penyidik dari Polda Jatim belum bisa melengkapi berkas perkaranya.

(frd/kid)


[Gambas:Video CNN]
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER