Dihubungi terpisah, Pengamat militer dan pertahanan Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) Khairul Fahmi menilai jalur yang perlu dilakukan pemerintah saat ini adalah menjalin langkah diplomasi melalui upaya negosiasi.
Namun, apabila negosiasi alot, maka pemerintah diminta untuk mempersiapkan strategi operasi militer yang matang dengan mempertimbangkan keselamatan tersandera Philip dan juga masyarakat sipil di Papua. Polri, menurutnya, juga perlu ikut andil banyak dalam operasi militer ini.
"Negosiasi bukan jalan satu-satunya, tetapi bisa dimaknai sebagai upaya untuk memberikan waktu bagi pemerintah menyiapkan skema yang lain, yang kemudian mungkin dilakukan untuk membebaskan sandera," kata Khairul kepada CNNIndonesia.com, Kamis (9/3) malam.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ia berpendapat pemerintah selama ini sudah memiliki strategi atau kemampuan menghadapi masalah serupa. Namun, Khairul menilai pemerintah memang sengaja melakukan taktik sembunyi-sembunyi.
Ia tak menyalahkan, sebab strategi perang memang tidak boleh dipublikasi dan kemudian diketahui oleh musuh.
Sementara perihal sikap Panglima TNI yang menolak bantuan Selandia Baru, Khairul menilai itu sikap yang wajar demi menjaga marwah militer Indonesia. Pemerintah memang harus menyatakan masih mampu sebagai bentuk rasa tanggung jawab.
"Jadi penyerbuan saya kira baru akan dilakukan jika problem-problem yang terkait dengan aspek keselamatan yang disandera, warga sipil yang itu sudah bisa diselesiakan. Ini yang menurut saya bagian dari kerahasiaan dan kesenyapan itu," kata dia.
Pandangan berbeda disampaikan oleh Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia (AII) Usman Hamid. Ia meminta agar upaya negosiasi terus dilakukan hingga mencapai titik temu tanpa melakukan operasi militer yang akan melahirkan korban jiwa di Bumi Cendrawasih itu.
"Upaya negosiasi melalui dialog perlu terus dilakukan. Dialog tidak mengenal akhir. Dialog tidak membunuh," kata Usman saat dihubungi CNNIndonesia.com, Jumat.
Ia mengingatkan bahwa pemerintah harus berpikir ulang jika ingin mengerahkan pasukan TNI untuk melakukan penyerbuan demi membebaskan sandera. Ia berpendapat upaya itu sangat berisiko baik bagi tersandera, warga sipil, dan aparat keamanan.
Apalagi mengingat belakangan ini kerap terjadi kontak senjata antara aparat keamanan dengan kelompok pro-kemerdekaan di Papua yang terus merenggut korban jiwa, termasuk warga sipil.
"Upaya pembebasan dengan jalan damai, baik lewat dialog atau negosiasi, tetap harus dikedepankan. Penyelamatan melalui kekuatan bersenjata selalu mengundang risiko besar, termasuk dengan mempertaruhkan nyawa sandera," kata dia.
Usman juga menilai kondisi medan 'perang' yang sulit dan lokasi sandera yang dikabarkan berpindah-pindah membuat rencana operasi militer semakin sulit.
Faktor-faktor itulah yang menurutnya perlu diperhatikan aparat keamanan sebelum melakukan tindakan drastis dalam menyelamatkan sandera. Usman menegaskan AII sepakat untuk mendukung pemerintah selama mengutamakan jalan non-kekerasan dan menghindari pertumpahan darah.
"Kami juga menilai bahwa langkah yang dilakukan kelompok Egianus Kogoya yang menculik dan tetap menyandera pilot Susi Air justru kontradiktif dan melanggar hukum internasional, sehingga lebih baik segera lepaskan sandera," ujar Usman.
(khr/tsa)