Kemenkes Klaim Tak Bakal Hapus Peran Organisasi Profesi Terbitkan SIP
Kementerian Kesehatan (Kemenkes) menyatakan pemerintah tidak bakal menghilangkan peran dan kewenangan Organisasi Profesi (OP) dalam proses penerbitan Surat Izin Praktik (SIP) tenaga medis maupun tenaga kesehatan di Indonesia.
Dirjen Tenaga Kesehatan Kemenkes Arianti Anaya mengatakan pemerintah hanya berupaya menyederhanakan alur penerbitan SIP serta melakukan transformasi sistem informasi yang terintegrasi.
"Makanya peran OP dibilang dihilangin, tidak, tidak dihilangkan. Bagaimana OP, kolegium, dan konsil yang menjaga standar. Pemerintah hanya mengawasi dan membuatkan sistem, tapi tetep saja peran mereka [OP] ada di situ " kata Arianti saat ditemui usai sosialisasi RUU Kesehatan di Jakarta Selatan, Kamis (30/3).
Arianti mengatakan OP tetap diberikan wewenang untuk memberikan rekomendasi SIP kepada dokter sebelum SIP resmi diterbitkan. Hanya saja, Kemenkes ingin mereduksi proses pemberian rekomendasi yang sebelumnya dilakukan dari orang ke orang, kini akan diintegerasikan dengan sistem dan akan diawasi pemerintah.
Dengan demikian, OP menurutnya tetap berhak untuk menilai dan mengevaluasi apakah seorang tenaga kesehatan atau tenaga medis layak mendapatkan SIP atau tidak lantaran kasus etik dan lain sebagainya.
"OP yang harus berkoordinasi, OP yang harus memutuskan dengan Pemda. Apakah ini memang harus dicabut tidak boleh praktik atau nanti pada saat perpanjangan dia tidak boleh lagi [dapat SIP]," ujarnya.
Lihat Juga : |
Lebih lanjut, Arianti juga mengatakan SIP akan tetap berlaku lima tahun sekali dan dikeluarkan oleh Pemerintah Daerah, dan Pemerintah Pusat untuk beberapa kasus saja.
Misalnya, apabila di daerah tertinggal, perbatasan, dan kepulauan (DTPK) dan daerah bermasalah kesehatan (DBK) kekurangan dokter. Sementara peraturannya, seorang dokter hanya boleh memiliki maksimal tiga SIP. Dengan kondisi itu, Kemenkes memiliki kewenangan untuk menerbitkan SIP tambahan.
"Atau misalnya ada SIP khusus misalnya untuk flying doctor di daerah khusus yang tidak bisa terjangkau. Nah, itu akan di-handle pemerintah berdasarkan kebutuhan yang ada," ujar Arianti.
(khr/gil)