Jakarta, CNN Indonesia --
Proses persidangan remaja perempuan berinisial AG (15) telah memasuki tahap pembacaan putusan atau vonis AG pada Senin (10/4).
AG merupakan pihak pertama dalam kasus penganiayaan berencana bersama Mario Dandy Satriyo terhadap Cristalino David Ozora yang telah menjalani persidangan.
Berikut fakta-fakta vonis AG di sidang kasus penganiayaan David:
AG datang ke PN Jakarta Selatan
Menurut Pasal 61 Undang-undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, AG tidak wajib hadir dalam sidang vonis terhadap dirinya. Kendati demikian, AG memilih datang ke Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan beberapa jam sebelum sidang.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pantauan CNNIndonesia.com, AG tiba di PN Jakarta Selatan pukul 12.35 WIB. Ia mengenakan hoodie putih bertuliskan 'Jeep' yang menutup wajahnya.
AG berjalan masuk melalui pintu PN Jakarta Selatan dengan didampingi petugas. AG tidak menyampaikan apapun kala ditanya oleh awak media yang meliput kedatangannya.
Pejabat Humas PN Jakarta Selatan Djuyamto mengatakan pengadilan telah berkoordinasi dengan hakim soal pelaksanaan sidang AG yang digelar terbuka untuk umum.
Persidangan AG digelar di ruang sidang anak yang kecil dengan kapasitas maksimal 20 orang. Jumlah tersebut sudah termasuk hakim, panitera pengganti, jaksa penuntut umum, terdakwa, orangtua, dan penasihat hukum terdakwa, pembimbing kemasyarakatan, pekerja sosial pendamping terdakwa, dan keluarga korban.
"Kami sudah memutuskan akan diizinkan perwakilan dari dua media, ini silakan nanti bisa duduk di dalam tapi tidak boleh melakukan peliputan gambar, baik foto maupun video. Dasarnya Pasal 19 Ayat (1) dan Ayat (2) Undang-undang Sistem Peradilan Pidana Anak (UU SPPA). Karena terdakwa hadir. Di sana tidak boleh identitas itu diekspos," jelas Djuyamto.
AG divonis 3,5 tahun
Hakim Tunggal Sri Wahyuni Batubara memvonis AG dengan pidana tiga tahun enam bulan penjara dalam kasus ini.
AG dinilai terbukti secara sah dan meyakinkan telah bersalah melakukan tindak pidana turut serta melakukan penganiayaan berat dengan rencana terlebih dahulu sebagaimana dalam dakwaan primer.
"Menjatuhkan pidana terhadap anak dengan pidana penjara selama 3 tahun 6 bulan di LPKA," ujar Hakim Sri saat membacakan amar putusan di PN Jakarta Selatan, Senin (10/4).
"Menetapkan masa penahanan yang telah dijalani anak dikurangkan seluruhnya dari masa pidana yang dijatuhkan," tambahnya
Putusan ini lebih ringan dibanding tuntutan jaksa penuntut umum yang menginginkan AG dihukum dengan pidana penjara selama 4 tahun dan ditempatkan di Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA).
David alami kerusakan otak jadi keadaan memberatkan AG
Dalam menjatuhkan putusan, hakim turut mempertimbangkan sejumlah keadaan memberatkan dan meringankan untuk AG.
David yang mengalami kerusakan otak berat usai mengalami penganiayaan menjadi keadaan yang memberatkan bagi AG.
"Keadaan memberatkan bahwa anak korban sampai saat ini masih dirawat di rumah sakit dan anak korban mengalami kerusakan otak berat," jelas Hakim Sri.
Hakim Sri juga menjelaskan sejumlah keadaan yang meringankan bagi AG. Salah satunya adalah kondisi kesehatan orang tua AG.
"Keadaan meringankan bahwa anak masih berusia 15 tahun masih bisa diharapkan untuk memperbaiki diri, bahwa anak menyesali perbuatannya, bahwa anak mempunyai orang tua yang menderita stroke dan kanker paru stadium empat," tutur Hakim Sri.
Halaman berikutnya: Pelaku tak bantu biaya pengobatan David...
Hakim Sri menyoroti biaya pengobatan David dalam sidang pembacaan putusan AG. Ia menyebut biaya sebesar Rp1,2 miliar masih ditanggung orang tua David, bukan dari pelaku.
"Seluruh biaya pengobatan yang dilakukan terkait dengan kesehatan David tidak ada satupun menggunakan biaya dari pelaku," kata Hakim Sri.
"Dan sampai saat ini tidak ada bantuan pengobatan dari keluarga saksi Mario Dandy Satriyo dan keluarga Shane Lukas dan juga dari keluarga Anak," tambah dia.
Hakim Sri turut menyoroti perkembangan kesehatan dari David. Menurut keterangan saksi sekaligus ayah korban, Jonathan Latumahina mengungkap David hingga saat ini belum mengenali ayahnya.
"Terbukti bahwa sampai saat ini anak korban masih dirawat di Rumah Sakit Mayapada, belum bisa berjalan dan sampai saat ini anak korban belum bisa mengenali bapaknya," terang Hakim Sri.
Hakim Sri menyebut Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) kini sedang menyusun restitusi untuk David, selaku korban penganiayaan. Upaya restitusi adalah hak korban kejahatan untuk menuntut ganti kerugian atas biaya perawatan medis dan atau psikologis, dan ganti kerugian yang ditimbulkan akibat penderitaan dari tindak pidana.
Namun, Hakim Sri mengatakan soal restitusi dikembalikan ke pihak korban ingin menggunakannya atau tidak.
Sri menekankan agar vonis terhadap AG tidak hanya memberikan efek jera terhadap yang bersangkutan, tetapi juga masyarakat luas.
Pihak David minta JPU ajukan banding
Kuasa hukum David, Mellisa Anggraini, meminta jaksa penuntut umum (JPU) melakukan upaya hukum banding atas vonis 3,5 tahun bui yang dijatuhkan kepada AG.
Berdasarkan Undang-undang, hukuman maksimal yang bisa dijatuhkan kepada AG dalam kasus ini, yaitu enam tahun.
"Kami meminta jaksa penuntut umum melakukan upaya banding terhadap putusan hakim tersebut dengan hukuman penjara maksimal enam tahun," ujar Mellisa dalam keterangannya, Senin (10/4).
Mellisa mengatakan seluruh pertimbangan yang disampaikan hakim sudah menunjukkan bulatnya perbuatan jahat AG terhadap David. Ia menyebut pertimbangan itu membuktikan AG turut serta dan bekerja sama menimbulkan penganiayaan berat.
Kendati demikian, Mellisa menegaskan pihaknya menyerahkan tindakan hukum selanjutnya kepada JPU.
"Terkait upaya hukum selanjutnya kami serahkan kepada jaksa penuntut umum," kata Mellisa.
Jaksa nyatakan sikap pikir-pikir
Ditemui secara terpisah, pihak jaksa menyatakan sikap pikir-pikir atas vonis 3,5 tahun terhadap AG.
Kepala Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan Syarief Sulaeman Nahdi mengatakan amar putusan yang disampaikan Hakim Tunggal Sri Wahyuni Batubara menyatakan AG terbukti bersalah secara sah dan meyakinkan melanggar Pasal 355 Ayat (1) KUHP atau sama dengan tuntutan jaksa penuntut umum.
Syarief menilai hampir semua pertimbangan yang diajukan jaksa dalam tuntutan juga diambil alih oleh hakim dalam perkara ini.
Dia lantas menyoroti perbedaan lama hukuman yang diminta jaksa dengan putusan hakim. Oleh karena itu, pihak jaksa menyatakan pikir-pikir dalam waktu satu pekan yang dimiliki.
"Jadi memang lebih rendah dari tuntutan jaksa. Untuk itu, kami, jaksa menyatakan sikapnya pikir-pikir. Jadi kami punya waktu tujuh hari untuk mempelajari dulu putusan seperti apa, kan salinan juga belum kami terima, kami akan pelajari dulu selama tujuh hari," ujar Syarief saat ditemui di kantornya, Senin (10/4).
Syarief mengatakan pihaknya bakal menyatakan sikap akan banding atau tidak dalam waktu 7 hari atau pada Senin (17/4).
Ia menjelaskan pihak jaksa bakal mempertimbangkan berbagai faktor untuk menyatakan sikapnya. Termasuk, permintaan pihak David yang meminta jaksa untuk mengambil upaya banding.
"Kita akan melihat pertimbangan-pertimbangan yang diambil alih oleh hakim seperti apa di situ, hal meringankan, hal memberatkan, dan kemudian analisa-analisa faktanya, di situ juga nanti juga sikap dari penasihat hukum akan seperti apa, itu menjadi faktor bagi kami untuk menyatakan banding atau tidak," terang Syarief.
Kuasa Hukum AG konsultasikan pengajuan banding ke keluarga
Di sisi lain, kuasa hukum AG, Mangatta Toding Allo mengatakan pihaknya bakal berkonsultasi dengan pihak keluarga perihal upaya banding.
"Kami menghormati putusan ini namun kami akan berdiskusi dulu dengan pihak keluarga memgenai tindakan apa yang akan dilakukan. Pastinya ini fakta-fakta yang disampaikan ibu hakim, ada beberapa yang menjadi catatan kami juga. Tapi ini kami serahkan ke pihak keluarga," ujar Mangatta di PN Jakarta Selatan, Senin (10/4).
Menurut Mangatta, putusan Hakim yang lebih ringan dari tuntutan JPU bukan karena isi pledoi terdakwa dan kondisi kesehatan orang tua terdakwa yang sakit.