Kriminalisasi Bima dan Ruang Aparat Usut Jalan Rusak di Lampung
Nama Bima Yudho Saputro, pemilik akun TikTok @awbimaxreborn belakangan ini menuai kontroversi usai kontennya bertajuk "Alasan Lampung tidak maju-maju" menjadi viral.
Konten bergaya ala presentasi berdurasi 3 menit 28 detik itu menampilkan pelbagai lontaran kritik Bima terhadap kondisi pelbagai sektor di Lampung yang tak kunjung tuai kemajuan.
Sektor infrastruktur, proyek Kota Baru, pendidikan, tata kelola birokrasi, pertanian hingga tingkat kriminalitas di Lampung turut menjadi sorotan Bima.
Di sektor infrastruktur, Bima tak lupa menyindir jalan di Lampung banyak yang rusak. Selain itu ia juga menyinggung proyek Kota Baru mangkrak sejak lama. Bima juga sempat menggunakan kata 'Dajjal' saat menyebut Lampung tempat dirinya berasal.
Kritik di media sosial yang dilontarkannya lantas berbuntut panjang. Bima lantas dilaporkan ke Polda Lampung terkait pelanggaran Undang-undang ITE oleh warga bernama Gindha Ansori. Pria yang berprofesi sebagai advokat di Lampung itu menilai hal-hal yang disampaikan Bima dalam kontennya merupakan hoaks. Ia mengklaim melaporkan Bima ke polisi pakai UU ITE karena terkait pernyataan tiktoker tersebut memakai istilah 'Dajjal' dalam kontennya.
Di sisi lain, usai rekaman tiktoknya viral, Bima menyebut keluarganya di Lampung sempat mendapat ancaman dan intimidasi. Melalui unggahan di akun instagram pribadinya @awbimax, Bima menyebut ibunya sempat didatangi aparat kepolisian. Ia menyebut aparat tersebut turut meminta sejumlah data pribadinya.
Juru Bicara dari pihak keluarga Bimo Yudho, Bambang Kuncoro mengungkapkan orang tua Bima sempat ditelepon Gubernur Lampung Arinal Djunaidi buntut video TikTok tersebut. Arinal, kata Bambang, sempat memarahi orang tua Bima. Bahkan, kata dia, orang tua Bima disebut tak bisa mendidik anak.
Ketua Perhimpunan Bantuan Hukum Indonesia (PBHI) Julius Ibrani menegaskan setiap warga negara Indonesia berhak mengkritik dan mengungkapkan ekspresinya karena dijamin konstitusi.
Ia mengatakan laporan ke polisi dan dugaan tindak intimidasi terhadap Bima dan keluarganya masuk kategori kriminalisasi dan pelanggaran HAM.
"Laporan terhadap Bima jelas pelanggaran HAM. Situasi demokrasi sudah parah betul ketika orang melakukan kritik tapi justru dilaporkan pidana," kata Julius kepada CNNIndonesia.com, Selasa (18/4).
Julius mengatakan upaya menyeret Bima ke kasus pidana dengan ancaman UU ITE itu sama dengan upaya pembungkaman dan kriminalisasi terhadap kebebasan sipil. Kriminalisasi itu, lanjutnya, diduga dilakukan pihak yang bersinggungan dengan penguasa setempat.
Julius mengatakan upaya kriminalisasi kepada pihak pengkritik supaya tak berani main-main lagi mengungkapkan kejanggalan dalam politik kekuasaan di wilayah setempat.
"Ini pembungkaman terhadap kebebasan sipil, ada kriminalisasi kebebasan berekspresi yang dilakukan pribadi yang diduga bersinggungan penguasa setempat, itu tak bisa dipungkiri," kata Julius.
"Baik kinerjanya yang buruk atau penguasanya yang tak berkapasitas. Modusnya begitu. Ini upaya teror juga kepada masyarakat agar tak bicara. Jadi manut saja," tambahnya.
Julius curiga proses kriminalisasi terhadap pengkritik ini ada kaitannya dengan dugaan malaadministrasi dan kasus korupsi di Lampung. Ia lantas menyinggung pejabat di Lampung, termasuk Wakil Gubernur Chusnunia Chalim sempat dipanggil Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai saksi kasus suap proyek di lingkungan Kementerian PUPR.
"Tanda bahaya ini seharusnya bisa ditangkap oleh KPK. Kok ada APBD perbaikan jalan raya tapi jalan rusak terus menerus. Artinya [kritik Bima] ini jadi bahan masukan aparat penegakan hukum," kata dia.
Komnas HAM sesali sikap reaktif mengekang kebebasan berekspresi
Sementara itu, Komisioner Komnas HAM Anis Hidayah menyesalkan sikap Gubernur Lampung Arinal Djunaidi dan aparat penegak hukum yang reaktif terhadap merespons kritik Bima ini.
"Menyesalkan sikap gubernur dan jajaran pemerintah di Lampung, termasuk aparat penegak hukum yang reaktif terhadap kritik. Ini kan sikap berekspresi dan berpendapat gitu," kata Anis kepada CNNIndonesia.com.
Anis mengatakan masukan yang konstruktif terhadap pelayanan diberikan pemerintah sudah menjadi kewajiban masyarakat. Ia menilai sudah sepatutnya kritikan tersebut diapresiasi dan ditindaklanjuti pemerintah setempat.
"Mestinya itu jadi masukan baik. Bukan malah dijadikan pintu kriminalisasi," tambahnya.
Melihat polemik ini, Anis menegaskan pelbagai masukan, kritik dan saran dari masyarakat kepada Pemerintah merupakan kebebasan berekspresi. Sehingga tak boleh ada kriminalisasi kepada siapapun yang sampaikan kritik dan saran kepada pemerintah.
"Karena itu bagian hak asasi manusia yang dijamin konstitusi," kata dia.
Sementara itu di Lampung kemarin, Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Bandar Lampung dan Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Bandar Lampung mengecam pelaporan terhadap Bima Polda Lampung.
Bima dilaporkan Ghinda Ansori dengan nomor: LP/B/161/IV/2023/SPKT/POLDA LAMPUNG karena diduga melakukan ujaran kebencian mengandung SARA dalam video berisi kritiknya terhadap Pemprov Lampung lewat akun TikTok.
"Selain mencederai kebebasan setiap orang dalam berpendapat, kami menilai pelaporan itu adalah bentuk kemunduran demokrasi di Lampung," kata Direktur LBH Bandar Lampung, Sumaindra Jarwadi dalam keterangan tertulis, Senin, (17/4).
Sumaindra mengatakan setiap pihak bisa menghargai kritik masyarakat. Menurutnya, kebebasan berekspresi dan berpendapat merupakan keniscayaan di negara demokrasi.
"Setiap orang maupun negara wajib untuk memenuhi dan melindungi hak tersebut," ujarnya.
Ketua AJI Bandar Lampung Dian Wahyu menyoroti UU ITE yang lagi-lagi dipakai untuk mengkriminalisasi suara kritis warga. Menurutnya, UU ITE selalu menjadi celah untuk mengkriminalisasi dan membungkam orang yang aktif mengkritik termasuk pada kebijakan pemerintah.
"Padahal, kritik menjadi instrumen penting dalam demokrasi. Sebab, para pengambil kebijakan mesti dikontrol supaya kinerjanya semakin baik," kata Dian.
Selain pelaporan, AJI-LBH Bandar Lampung juga menyoroti intervensi terhadap keluarga Bima. Menurut mereka tindakan tersebut bisa membuat masyarakat takut untuk menyampaikan aspirasi.
AJI-LBH Bandar Lampung mendesak aparat penegak hukum dan pemerintah menjamin keselamatan Tiktoker Bima dan keluarganya.
CNNIndonesia.com berupaya menghubungi Arinal Djunaidi terkait kritik dari pelbagai pihak soal polemik ini. Namun hingga berita ini diturunkan yang bersangkutan belum merespons.