Anggota Komisi III DPR, Nasir Djamil ingin agar proses hukum terhadap peneliti BRIN Andi Pangerang tetap jalan meski yang bersangkutan telah meminta maaf.
Nasir mengaku menghormati permintaan maaf yang disampaikan Andi. Namun, proses hukum merupakan bentuk penghormatan terhadap supremasi hukum.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Saya pikir permintaan maaf yang bersangkutan tetap kita hormati. begitupun jika postingannya itu ditindaklanjuti dengan proses hukum itu juga bentuk penghormatan terhadap supremasi hukum," kata Nasir saat dihubungi, Rabu (26/4).
Menurut dia, seorang aparatur sipil negara apalagi yang bekerja untuk pengembangan ilmu dan pengetahuan, tidak pantas mengeluarkan kata-kata bernada ancaman.
Menurut Nasir, pernyataan Andi secara langsung atau tidak telah mengancam perbedaan sikap beragama di Indonesia. Sebab ancaman itu dialamatkan kepada Muhammadiyah, organisasi besar di Indonesia, setelah NU.
"Apalagi dalam narasinya di media sosial dia menantang dirinya dilaporkan ke polisi. Jika tidak diproses hukum maka publik akan menduga bahwa AP Hasanuddin bagian dari rezim yang berkuasa," katanya.
Sementara itu, Ketua Fraksi PAN di DPR, Saleh Partaonan Daulay turut mengkritik peneliti BRIN lain, Thomas Djamaluddin yang terseret dalam perkara tersebut.
Thomas merupakan orang pertama yang terlibat perdebatan soal metode rukyah dan hisab milik NU dan Muhammadiyah. Ia adalah orang yang dibela Andi Pangerang di media sosial Twitter dan kasus tersebut berujung laporan kepolisian.
Menurut Saleh, Thomas sangat tidak bijak. Bahkan menurut dia, opini Thomas menggiring pada perdebatan yang menjurus pada perpecahan.
"Dalam konteks pernyataan AP Hasanuddin yang akan menghalalkan darah warga Muhammadiyah, Thomas juga terlibat," ucap Saleh.
"Bahkan dalam permohonan maafnya, AP Hasanuddin jelas menyatakan dia justru tersulut emosi karena perdebatan di kalangan netizen yang melibatkan Thomas. Dia membuat pernyataan tersebut sebagai bagian dari dukungannya pada Thomas," imbuhnya.
Anggota Komisi XI DPR itu ingin agar Thomas dijatuhi sanksi oleh BRIN. Paling tidak ia tak lagi diberi tugas penetapan 1 Syawal.
"Paling tidak, dia jangan diberi tugas lagi dalam hal penetapan 1 Ramadan dan 1 Syawal. Dipindah saja. Kan masih banyak orang lain yang bisa. Mungkin lebih hebat dari dia," katanya.
(thr/wis)