ANALISIS

Pilpres 2024: Cawapres Jadi Kunci Pertarungan Suara di Jawa

CNN Indonesia
Rabu, 03 Mei 2023 10:43 WIB
Pemilihan sosok Cawapres bagi ketiga Capres tersebut berperan signifikan untuk meningkatkan peluang sang calon presiden untuk menang.
Koalisi pemerintahan Joko Widodo, sederet nama calon presiden telah diusulkan, di antaranya Ganjar Pranowo dan Prabowo Subianto. (Antara Foto/Akbar Nugroho Gumay)
Jakarta, CNN Indonesia --

Koalisi dan nama-nama yang bakal menjadi calon presiden di Pilpres 2024 makin terlihat. Saat ini giliran penentuan sosok calon wakil presiden (cawapres) yang bakal menjadi penting untuk menentukan kans kemenangan para calon.

Sampai saat ini terdapat tiga peta koalisi dan tiga capres. Ketiga sosok capres yakni Anies Baswedan yang diusung NasDem, Demokrat, dan PKS; Prabowo Subianto dari Gerindra dan PKB; serta terbaru Ganjar Pranowo yang didukung PDIP dan PPP.

Direktur Eksekutif Trias Politika Strategis Agung Baskoro memandang pemilihan sosok Cawapres bagi ketiga Capres tersebut berperan signifikan untuk meningkatkan peluang menang.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Agung menilai elektabilitas antarketiga Capres masih belum memiliki celah yang terlalu jauh. Sehingga pemilihan sosok Cawapres dinilai dapat memperlebar jarak dengan pasangan yang lain.

"Peran Cawapres menjadi sangat signifikan mendongkrak kemenangan," ujarnya kepada CNNIndonesia.com, Rabu (3/5).

Setidaknya terdapat tiga faktor yang seharusnya bakal dipertimbangkan partai politik dalam memilih sosok Cawapres tersebut. Pertama dari segi elektabilitas, sosok Cawapres terpilih diharuskan dapat melengkapi basis massa atau ideologi masing-masing Capres.

Dalam konteks tersebut, kata dia, Cawapres dengan pengaruh besar di Jawa Barat dan Jawa Timur menjadi paling relevan bagi Ganjar. Sementara sebaliknya bagi Anies dan Prabowo diharuskan menggaet sosok populer di Jawa Timur dan Jawa Tengah.

Kedua, Agung menilai juga penting bagi Cawapres untuk memiliki kapasitas dari segi kemampuan-pengalaman yang mumpuni. Entah sebagai seorang solidarity makers atau administratur pemerintahan.

"Ketiga terkait isi tas atau pembiayaan pilpres. Menjadi sebuah keniscayaan seorang cawapres juga diharapkan bisa membantu ongkos politik selama pemilihan berlangsung. Menimbang biaya yang dibutuhkan sangat besar," jelasnya.

Menurutnya, kemampuan pendanaan tersebut juga menjadi salah satu faktor yang akan dipertimbangkan lantaran Pilpres 2024 mendatang dimungkinkan berlangsung hingga 2 putaran.

Menuurutnya, faktor finansial juga menjadi dibutuhkan agar bisa melewati tahapan-tahapan pemilihan sampai menuju putaran final.

"Dengan 3 variabel tadi, cawapres bisa bergerak optimal menjadi 'kartu hidup' bagi Capres yang saat ini bersaing. Karena memiliki modal lengkap untuk bertarung dalam segala situasi," tuturnya.

Signifikan untuk oposisi 

Direktur Eksekutif Indonesia Political Opinion (IPO) Dedi Kurnia Syah memandang sosok cawapres hanya akan berdampak signifikan pada Capres yang diusung parpol oposisi saja.

"Bagi koalisi yang cenderung mendapatkan dukungan penguasa saat ini, cawapres tidak begitu banyak berdampak," ujarnya kepada CNNIndonesia.com, Selasa (2/5) malam.

"Tetapi bagi Koalisi Perubahan yang terkesan antitesa Jokowi, Cawapres bisa menjadi penentu kemenangan," sambungnya.

Meski begitu, Dedi sepakat dengan Agung apabila penentuan sosok Cawapres harus dilakukan dari kelompok yang berbeda dengan capres, agar tidak ada tumpang tindih pemilih.

Selain itu, Cawapres juga harus mampu untuk menjadi kekuatan memecah suara lawan. Apabila tidak mampu mengimbangi dari segi suara atau ketokohan, ia khawatir sosok tersebut justru tidak akan berdampak banyak mendulang suara pemilih.

Terlebih, kata dia, kelompok pemilih sudah semakin terbelah pascapilpres 2014 dan 2019. Dia menilai branding atau persona cawapres yang kuat di masyarakat akan menjadi nilai jual tambah.

"Konflik sosial sejak 2014 dan 2019 menjadi penyebab sehingga pemilih sudah terbelah, situasi ini membuat afiliasi kelompok tidak lagi dominan. Tokoh NU tidak bisa dipastikan mendapat suara NU, begitupun yang lainnya," jelasnya.

Khusus bagi Anies yang didukung oleh kelompok oposisi, Dedi menilai pemilihan sosok cawapres dari kelompok pemerintahan akan mampu mendompleng perolehan suara masyarakat.

Perolehan suara tersebut dirasa akan jauh melampaui apabila Anies diduetkan dengan sosok yang juga berasal dari kelompok oposisi.

"Misalnya saja perbandingan Anies-AHY, dengan Anies-Erick Thohir atau Mahfud MD, di mana pasangan ini bersumber cawapres dari kelompok penguasa, maka Erick dan Mahfud justru punya peluang peningkatan dibanding sesama oposisi," tuturnya.

Sedangkan untuk Prabowo, Dedi menilai parpol pendukungnya perlu mencari figur yang sekiranya dapat menjadi pemecah suara nasionalis bagi Ganjar.

Ia menyebut langkah tersebut diperlukan mengingat sejak Pilpres 2019 anggapan Prabowo sebagai kelompok hijau atau religius sudah melekat di masyarakat.

Pertarungan Suara di Jawa

BACA HALAMAN BERIKUTNYA

HALAMAN:
1 2
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER