Lebih lanjut, Dedi menyebut nantinya seluruh partai koalisi akan bertarung secara penuh untuk meraih suara dominan di wilayah Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur.
Pasalnya ketiga wilayah tersebut merupakan penyumbang suara terbanyak pada kontestasi Pemilu di tahun-tahun sebelumnya.
Berdasarkan karakteristik pemilihnya, Dedi menyebut, Jawa Barat jauh lebih beragam ketimbang wilayah lainnya. Menurutnya, masyarakat di sana saat ini sudah mulai mempertimbangkan kinerja dan rekam jejak dari capres.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sementara untuk Jawa Tengah dinilai memiliki potensi suara yang cukup solid kepada PDIP. Selain itu, ia mengatakan kebanyakan pemilih di wilayah ini juga turut melihat faktor kedekatan Capres dengan kelompok kelas bawah ataupun secara kesukuan.
Khusus untuk Jawa Timur, Dedi menyebut masyarakat akan mempertimbangkan faktor kedekatan pasangan Capres-Cawapres dengan organisasi keagamaan seperti NU.
"Secara umum, Prabowo dan Anies berpeluang mendapat suara dominan dibanding Ganjar di Jatim dan Jabar, dalam survei IPO periode Maret lalu, Anies bahkan unggul di Jabar," jelasnya.
Senada, Agung menjelaskan berdasarkan demografi dan ideologi pemilihnya, wilayah Jawa Barat memang didominasi oleh kelompok masyarakat Islam Kanan yang lebih mengutamakan pemurnian ajaran Islam.
"Corak pemilih ini lebih cenderung memilih Anies dan sebagian ke Prabowo karena sisa-sisa hasil pertarungan dengan Jokowi selama periode 2014 dan 2019," tuturnya.
Sedangkan khusus untuk wilayah Jawa Tengah dan Jawa Timur, Agung menilai akan menjadi arena pertarungan bagi Ganjar dan Prabowo lantaran pemilihnya didominasi oleh kalangan Islam tradisional dan basis laten massa kaum nasionalis.
"Wilayah Jateng lebih menguntungkan Ganjar karena sejak lama PDIP merawat daerah pemilihan ini sejak era Sukarno. Sementara untuk Prabowo, Jateng menjadi lumbung suara karena identitas kuat Gerindra dan dirinya sebagai partai serta figur nasionalis," ujarnya.
"Jatim tak jauh berbeda dengan Jateng basis massa Islam tradisional dan kaum nasionalis saling berkelindan sehingga berturut-turut lebih menguntungkan Ganjar dan Prabowo," sambungnya.