JPU Tutup Pintu Restorative Justice Kasus Haris-Fatia Vs Luhut

CNN Indonesia
Senin, 08 Mei 2023 16:16 WIB
Jaksa menyebut Luhut merupakan korban atas perbuatan Haris dan Fatia. Oleh sebab itu, menurutnya, kedua terdakwa seharusnya memohon maaf tanpa syarat.
Direktur Lokataru Haris Azhar dan Koordinator KontraS Fatia Maulidiyanti. (CNN Indonesia/ Adi Ibrahim)
Jakarta, CNN Indonesia --

Aktivis hak asasi manusia, Haris Azhar dan Fatiah Maulidianty menjalani sidang lanjutan dalam kasus dugaan pencemaran nama baik terhadap Menko Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Panjaitan di Pengadilan Negeri Jakarta Timur, Senin (8/5).

Agenda sidang kali yakni mendengarkan pendapat jaksa penuntut umum (JPU) terhadap eksepsi keduanya.

Jaksa merespons pernyataan Haris dan Fatia yang menyebut Luhut tidak hadir saat diminta memberikan klarifikasi di kanal YouTube. Jaksa mengatakan tak ada aturan hukum yang mewajibkan Luhut sebagai pelapor memberikan klarifikasi atas informasi terkait dirinya.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Ia menyebut Luhut merupakan korban atas perbuatan Haris dan Fatia. Oleh sebab itu, menurutnya, kedua terdakwa seharusnya menyampaikan permohonan maaf tanpa syarat kepada Luhut.

"Bahwa dalam perkara a quo saksi Luhut Binsar Pandjaitan adalah korban sekaligus pelapor atas perbuatan Haris Azhar dan Fatia Maulidiyanti. Maka seharusnya Haris Azhar dan Fatia yang meminta maaf tanpa syarat kepada saksi Luhut Binsar Pandjaitan," kata jaksa.

Jaksa mengatakan Luhut telah memberikan kesempatan kepada Haris dan Fatia sebanyak dua kali untuk menyampaikan permohonan maaf. Namun, keduanya tidak menggunakan kesempatan itu dengan berbagai alasan.

Atas dasar itu, jaksa menilai Haris dan Fatia tak sedikitpun memiliki iktikad baik untuk menyelesaikan masalah secara damai.

"Oleh karena itu, Haris Azhar dan Fatia memiliki iktikad buruk karena tidak mau menyelesaikan masalah a quo secara damai," tuturnya.

Lebih jauh, jaksa menepis pernyataan Haris dan Fatia yang menyebut upaya mediasi dengan Luhut dihentikan secara sepihak oleh penyidik.

Jaksa menegaskan bahwa upaya tersebut dihentikan lantaran keduanya tak melengkapi persyaratan. Persyaratan itu di antaranya surat kesepakatan yang berisi pemenuhan hak yang dilengkapi dengan tanda tangan tiap pihak.

"Persyaratan hukum formil, berdasarkan ketentuan Pasal 6 Peraturan Polri Tahun 2021 tentang penanganan tindak pidana berdasarkan keadilan restoratif karena tidak terdapat surat kesepakatan di antaranya yang ditandatangani oleh Haris Azhar dan Fatia Maulidiyanti selaku pelaku, dengan saksi Luhut Binsar Pandjaitan sebagai korban," kata jaksa.

"Surat pernyataan yang berisi pemenuhan hak yang ditandatangani oleh saksi Luhut Binsar Pandjaitan selaku korban," sambungnya.

Jaksa menyebutkan Haris dan Fatia tidak menyerahkan soft copy dan hard copy video kepada penyidik mengenai kesediaan untuk menghapus konten terkait sebagaimana ketentuan keadilan informasi dan transaksi elektronik berdasarkan ketentuan Pasal 6 dan Pasal 8 Peraturan Polri Nomor 8 Tahun 2021 tentang penanganan tindak pidana berdasarkan keadilan restoratif.

"Berikutnya, tidak menyerahkan soft copy atau hard copy kepada penyidik mengenai penyampaian permohonan maaf melalui video yang diunggah melalui media sosial disertai dengan permintaan menghapus konten yang telah menyebar," ujar jaksa.

Jaksa mengatakan hal itu membuat penyidik tidak dapat memfasilitasi mediasi terdakwa dengan Luhut. Ia menyebut Haris dan Fatia seharusnya memenuhi persyaratan menghapus konten dan menyampaikan permohonan maaf.

"Bahwa penyidik dan penyelidik tidak mungkin memfasilitasi mediasi perkara a quo dengan baik karena Haris Azhar dan Fatia selaku pelaku sendiri tidak berupaya melengkapi persyaratan yang ditentukan dalam Peraturan Polri Nomor 8 Tahun 2021," kata jaksa.

"Seharusnya memenuhi persyaratan tersebut, setidaknya menghapus konten dan menyampaikan permohonan maaf melalui video yang diunggah di media sosial," sambungnya.

Dalam kasus ini, Haris didakwa dengan Pasal 27 ayat (3) juncto Pasal 45 ayat (3) UU ITE tentang pencemaran nama baik juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP dan atau Pasal 15 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP dan atau Pasal 310 ayat (1) juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

(lna/ain)


[Gambas:Video CNN]
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER