Sementara, Ketua IM57+ Institute, M Praswad Nugraha mengaku telah mengendus kejanggalan gugatan Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron sejak awal.
Menurutnya, gugatan Ghufron tak memiliki dimensi kepentingan publik, sebab hanya menyangkut soal batas usia Ghufron yang belum genap 50 tahun.
Terlebih kata dia, belakangan petitum gugatannya berubah dengan penambahan masa jabatan dari empat menjadi lima tahun.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Permohonan masa jabatan dari empat menjadi lima tahun tidak muncul sejak awal melainkan muncul pada proses perbaikan permohonan. Seakan adanya skenario yang diatur pada proses tersebut," kata Praswad saat dihubungi, Jumat (26/5).
Sama dengan Denny, Praswad juga khawatir putusan MK berpotensi menjadi alat kepentingan Pemilu 2024. Dugaan itu, menurutnya, tak berlebihan merujuk pada sejumlah alasan pengajuan gugatan dan pertimbangan putusan.
Praswad misalnya menyoroti pertimbangan hukum yang digunakan hakim MK. Menurutnya, MK dalam pertimbangannya menyebut pemilihan komisioner KPK periode selanjutnya dilakukan oleh presiden dan anggota DPR periode 2024-2029.
Menurutnya, jika masa jabatan pimpinan KPK saat ini berakhir pada Desember 2024, pemilihannya tetap akan dilakukan oleh anggota dewan periode 2019-2024.
Praswad menyebut pemilihan komisioner KPK dimulai September 2024, atau sebulan sebelum anggota DPR periode lama berakhir.
"Artinya esensi dari pertimbangan tidak dapat diterapkan," kata Praswad.
Tenaga Ahli Kantor Staf Presiden (KSP) Ade Irfan Pulungan menanggapi soal putusan MK yang dinilai politis untuk menjegal kandidat capres di Pilpres 2024.
"Kita menghormati keputusan hakim MK tersebut. Interpretasi publik itu," katanya melalui pesan singkat.
Perubahan aturan soal masa jabatan dan batas usia minimal pimpinan KPK oleh MK hanya menggenapi beberapa catatan krusial komisi antirasuah di bawah era Firli Bahuri atau sejak revisi UU KPK 2019.
Selang enam bulan sejak dilantik, Firli pada Juni 2020 sempat menjadi sorotan karena menggunakan helikopter saat kunjungan kerja ke Sumatera Selatan. Jejak Firli belakangan diikuti oleh bawahannya Lili Pintauli Siregar yang berkomunikasi dengan tersangka kasus korupsi.
Nama terakhir belakangan telah mengundurkan diri sebelum Dewan Pengawas atau Dewas KPK menjatuhkan putusan.
Setahun kemudian, memasuki pertengahan 2021, KPK kian menjadi sorotan lewat tes wawasan kebangsaan (TWK) yang menganulir sejumlah nama penting di komisi tersebut.
Beberapa nama itu terlibat dalam pengungkapan kasus besar korupsi, seperti Novel Baswedan, Yudi Purnomo, Rizka Anungnata, Rieswin, hingga Harun Al Rasyid yang sempat dijuluki Raja OTT.
Teranyar, Firli juga terlibat adu tegang dengan beberapa bawahannya dari institusi Polri yang bertugas di KPK. Irjen Karyoto dan Endar Priantoro dipulangkan oleh Firli meski masa jabatan keduanya di komisi antirasuah belum habis.
Rekomendasi pengembalian keduanya ke Polri disebut-sebut terkait dengan penanganan perkara dugaan korupsi penyelenggaraan Formula E di DKI Jakarta.
Endar dan Karyoto konon kukuh menolak menaikkan status Formula E ke tahap penyidikan karena belum menemukan niat jahat atau mens rea. Dalam perkara itu, eks Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan sudah sempat diperiksa KPK.
Firli pun dilaporkan ke Dewan Pengawas KPK soal pemecatan Endar tersebut. Mantan Kapolda Sumatera Selatan itu juga dilaporkan atas dugaan kebocoran dokumen penyelidikan korupsi di Kementerian ESDM.
(thr/fra)