Memasuki tahun politik, perhatian publik tersedot pada uji materi atau judicial review terhadap sejumlah Pasal dalam Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum di Mahkamah Konstitusi (MK).
Pasal yang digugat yakni Pasal 168 ayat 2, Pasal 342 ayat 2, Pasal 353 ayat 1 huruf b, Pasal 386 ayat 2 huruf b, Pasal 420 huruf c dan d, Pasal 422, Pasal 424 ayat 2, dan Pasal 426 ayat 3 UU Pemilu. Mengatur soal sistem proporsional terbuka (coblos caleg).
Pemohon judicial review itu adalah Demas Brian Wicaksono (pengurus PDIP cabang Banyuwangi); Yuwono Pintadi; Fahrurrozi (Bacaleg 2024); Ibnu Rachman Jaya (warga Jagakarsa, Jakarta Selatan); Riyanto (warga Pekalongan); dan Nono Marijono (warga Depok). Mereka memilih pengacara dari kantor hukum Din Law Group sebagai kuasa.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Mereka mengajukan uji materi ke MK karena ingin sistem proporsional tertutup (coblos partai) yang diterapkan. Bukan lagi sistem proporsional terbuka (coblos caleg) yang telah dipakai sejak 2004.
MK lalu memutuskan untuk menolak permohonan mereka. Dengan demikian, Pemilu 2024 bakal tetap menerapkan sistem proporsional terbuka atau mencoblos gambar calon anggota legislatif (caleg).
CNNIndonesia.com merangkum lagi jalannya kasus ini mulai dari pengajuan gugatan hingga sidang pleno hari ini.
14 November 2022
Permohonan uji materi dilayangkan ke MK. Pengajuan permohonan disertai penerbitan AP3 dan DKPP dengan Nomor 108/PUU/PAN.MK/AP3/11/2022.
23 November 2022
Sidang perdana dengan agenda pemeriksaan pendahuluan I.
6 Desember 2022
Penyerahan perbaikan permohonan.
7 Desember 2022
Sidang kedua dengan agenda pemeriksaan pendahuluan II.
20 Desember 2022
Sidang ketiga dengan agenda mendengarkan keterangan DPR, Presiden, dan pihak terkait KPU.
DPR berhalangan hadir, sedangkan pihak pemerintah mengajukan permohonan penundaan. Sidang pun ditunda oleh Ketua MK Anwar Usman. Sidang selanjutnya dijadwalkan 17 Januari 2023.
17 Januari 2023
Sidang keempat dengan agenda mendengar keterangan DPR, Presiden, dan pihak terkait KPU.
DPR mengajukan memohon agar sidang, yang semula dilaksanakan secara daring, diubah menjadi secara luring atau tatap muka di ruang sidang MK. Permohonan dikabulkan MK. Namun, sidang mesti ditunda pada 24 Januari 2023 karena MK harus mempersiapkan ruangan sidang dan memberitahu pihak pemerintah, pemohon, pihak terkait KPU, dan pihak terkait.
26 Januari 2023
MK menggelar sidang kelima dengan agenda keterangan DPR, Presiden, dan pihak terkait KPU.
Dalam kesempatan ini, perwakilan DPR, Supriansa mengatakan sistem proporsional terbuka memiliki derajat keterwakilan yang baik karena pemilih bebas memilih wakilnya.
Sementara itu, Anggota DPR dari Fraksi PDIP, Arteria Dahlan menilai basis sistem proporsional terbuka bukan pada kompetensi figur, melainkan berdasarkan kesukaan. Dia menyebut sistem ini tidak menjamin terpilihnya wakil rakyat yang berkualitas.
Dalam salah satu penjelasannya, pihak pemerintah dari Kemendagri Bahtiar mengatakan perubahan yang sifatnya mendasar berpotensi menimbulkan gejolak karena saat ini tahapan pemilu 2024 sudah berjalan.
9 Februari 2023
Sidang keenam dengan agenda mendengarkan keterangan KPU, pihak terkait M Fathurrahman dkk, pihak terkait Sarlotha Febiola dkk, pihak terkait Asnawi dkk.
Salah satu kuasa hukum pihak terkait, Aditia Primadani menilai potensi kemunduran demokrasi akan terjadi apabila pemilu dilaksanakan dengan sistem proporsional tertutup.
16 Februari 2023
Sidang ketujuh dengan agenda mendengarkan keterangan pihak terkait DPP Partai Garuda, pihak terkait Hermawi Taslim, pihak terkait Wibi Andrino.
Dalam kesempatan itu, pihak Partai Garuda dan NasDem tidak setuju dengan gugatan pemohon.