Perjuangan Pinkan Rafa Shakila (18) meraih prestasi gemilang di bangku sekolah menengah atas (SMA) terbayar lunas. Impiannya masuk Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Indonesia (UI) lewat jalur Seleksi Nasional Berdasarkan Prestasi (SNBP) tercapai dengan datangnya pengumuman kelulusan pada 28 Maret 2023.
Namun, siapa sangka bahagia yang menyelimuti Pinkan harus bercampur rasa kecewa. Setelah verifikasi ulang SNBP, Pinkan tak langsung mengetahui soal besaran biaya kuliah yang bakal dia bayar. Hingga pada 20 April Pinkan mendapatkan informasi tidak resmi soal pembagian 11 kelas atau golongan uang kuliah tunggal (UKT). Berselang satu pekan, 27 April, informasi soal 11 kelas itu muncul juga di laman resmi UI.
Dalam laman yang ditunjukkan Pinkan, 27 April-6 Mei adalah jadwal pengisian formulir pengajuan UKT. Saat mengisi formulir tersebut, Pinkan menulis Rp10-Rp15 juta untuk besaran gaji orang tuanya yang bekerja sebagai karyawan swasta. Pinkan lantas berekspektasi setidaknya masuk kelas 8, yakni membayar Rp7,5-Rp10 juta per semesternya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pinkan mengaku sempat kesal karena tanggal pengumuman penetapan UKT terus mundur. Pengumuman hasil penetapan UKT pun ia terima pada 31 Mei. Angka Rp17,5 juta alias kelas tertinggi untuk sosial humaniora (soshum) terlihat di layar.
Perasaan kesal Pinkan kemudian berubah menjadi kaget bercampur takut. Angka itu jelas di luar ekspektasi Pinkan sekeluarga.
"Untuk UKT itu sendiri sempat terjadinya perbedaan tanggal-tanggal ya. Jadi saya sempat juga agak kesal karena tanggalnya terus berubah dan terus mundur. Udah saat kesal karena mundur terus, tiba-tiba melihat angka Rp17,5 juta. Saya begitu kaget karena Rp17,5 juta adalah golongan tertinggi UKT, yaitu golongan 11. Saya saat itu sampai takut banget untuk ngasih tahu orang tua saya. Karena untuk hal standar itu, anak SNBP seharusnya mendapatkan nilai yang tidak begitu besar," ujar Pinkan kepada CNNIndonesia.com, Kamis (8/6).
Pikiran Pinkan penuh tanda tanya perihal alasan dirinya mendapatkan angka yang dinilai terlalu besar. Ia sempat berpikir jangan-jangan ada kesalahan saat memasukkan data. Pinkan juga bertanya kepada teman-teman seangkatannya soal angka UKT yang diterima. Nasib serupa ternyata juga dialami mahasiswa baru lainnya.
"Saya frustrasi banget. Karena saya harus berpikir bagaimana saya memberitahukan orang tua saya bahwa nilai sebesar Rp17,5 juta, sedangkan orang tua saya berharap di bawah, di bawah, di bawah sekali dari UKT itu sendiri. Respons orang tua tentunya tidak bahagia karena nilainya sangat tinggi," tutur Pinkan.
Kendati demikian, orang tua Pinkan menganggap pendidikan tetap nomor satu. Menurut Pinkan, orang tuanya bakal berusaha mencari uang lebih untuk memenuhi biaya perkuliahan tersebut.
Di sisi lain, Pinkan mengaku tetap berjuang untuk mendapat keringanan. Pinkan ingin memberikan upaya terbaiknya selagi memiliki kesempatan. Hal yang dilakukan Pinkan adalah melayangkan pertanyaan kepada pihak kampus pada 31 Mei pukul 7 malam. Namun, jawaban yang dinanti itu belum kunjung dia dapatkan.
"Opsinya sendiri itu yang kemarin diberikan, yaitu menerima, dicicil, ketiga memberikan pertanyaan. Jadi ketika saya memilih opsi pertanyaan itu saya cuma bertanya 'Kenapa saya bisa dapat segitu? Apa alasannya?' dan saya memberikan argumen-argumen kenapa saya bisa harusnya mendapatkan lebih kecil dibanding UKT yang telah diberikan," ucap Pinkan.
Terdapat jadwal periode pemilihan respons mahasiswa terhadap hasil penetapan UKT pada 31 Mei-9 Juni. Lalu, jadwal masa pembayaran UKT pada 1-30 Juni.
Apabila tak juga dapat keringanan, Pinkan berencana untuk mengajukan banding di semester berikutnya atau mencari beasiswa untuk mendukung biaya pendidikannya. Menurut Pinkan, pihak UI harus membantu mencari beasiswa jika biaya kuliahnya tidak diturunkan. Selain itu, Pinkan juga berekspektasi memperoleh keadaan istimewa sebagai mahasiswa UKT kelas tertinggi.
"Atau enggak saya mendapatkan suatu keadaan istimewa karena saya sudah membayar seharga golongan tertinggi. Mungkin misalnya kuliah tambahan, bimbingan khusus, saya enggak tahu. Pokoknya saya harusnya mendapatkan yang lebih dibandingkan yang lain kalau memang membayar Rp17,5 juta itu," tuturnya.
![]() Rahmi Laodengkowe (18) mahasiswa baru UI dari Fakultas Hukum (FH) 2023. |
Keberatan juga disampaikan Rahmi Laodengkowe (18) mahasiswa Fakultas Hukum UI 2023.
Ami, sapaannya, bercerita sempat mengalami persaingan saat masih duduk di bangku SMA agar dapat masuk UI lewat jalur undangan atau SNBP. Alasannya karena dia berekspektasi bahwa besaran UKT yang akan diterima lebih murah ketimbang masuk lewat jalur mandiri.
Saat mengisi formulir pengajuan UKT, Ami mengisi pendapatan orang tua senilai Rp10-Rp15 juta. Ia menyebut orang tuanya adalah karyawan swasta, sang ayah kini bekerja sebagai freelance.
Mulanya, Ami mengakses pengumuman besaran UKT itu sendiri. Namun, dia langsung mengabari mamanya saat melihat angka Rp17,5 juta. Kala itu, ia merasa bingung dan hanya tertawa miris melihat angka yang terpampang.
"Miris. Agak sedikit mengekspektasi ketidakjelasan UI dalam menentukan UKT. Tapi ya aduh, ketawa miris sih lebih tepatnya. Kayak bingung mau reaksi seperti apa. Karena kayak enggak semenyedihkan itu hingga menangis tapi 'Aduh kok gini'," kata Ami kepada CNNIndonesia.com.
Sebelum mendaftar ke UI, Ami dan keluarga mengaku telah mencari besaran biaya kuliah di internet. Namun, dia tidak menemukan angka yang resmi dari UI. Sedangkan artikel-artikel yang tersedia menyebutkan bahwa UKT tertinggi di UI adalah Rp12,5 juta. Karenanya, Ami tidak menyangka bakal kena UKT Rp17,5 juta.
"Keberatan karena ini (besaran UKT dengan kelas 1-11) baru aku ketahui setelah keterima di UI lewat jalur SNBP kan. Yang mana kita enggak bisa mundur. Karena kalau mundur, dihukum sekolahnya. Jadi lebih ke enggak ada jalan keluar. Udah. Terjebak di UI," terang Ami.
Ami mengatakan orang tuanya bersedia memenuhi biaya UKT tersebut. Namun, Ami dan keluarga masih berupaya untuk memperoleh alasan pihak kampus memberikan UKT tertinggi.
Lantas, Ami memilih opsi untuk mengajukan pertanyaan kepada pihak kampus. Namun kemudian, dia merasa kecewa dengan jawaban pihak UI karena terasa seperti sistem dan tidak personal. Ami juga membandingkan jawaban yang dia terima dengan punya teman seperjuangannya.
"Jawabannya sangat template sih. Dari aku dan beberapa teman yang juga mengajukan pertanyaan. Kurang lebih jawabannya ada dua template yang persis, yang rinci dan yang enggak. Aku dapat yang enggak," ungkap dia.
Berlanjut ke halaman berikutnya...