Mahfud Ungkap Ada 136 Eksil, Mayoritas Korban Peristiwa 1965

CNN Indonesia
Jumat, 23 Jun 2023 18:40 WIB
Menko Polhukam Mahfud MD menyatakan sebagian besar warga negara Indonesia berada di luar negeri imbas peristiwa G30S tahun 1965-1966.
Menko Polhukam Mahfud MD menyebut ada 136 warga negara Indonesia eksil di luar negeri (CNN Indonesia/Adhi Wicaksono)
Jakarta, CNN Indonesia --

Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan Mahfud MD menyebut sampai saat ini ada 136 warga Indonesia menjadi eksil di luar negeri karena menjadi korban pelanggaran HAM berat masa lalu.

"Tadi kan saudara tanya 39, dan sudah dicari itu, lalu sekarang karena kita kejar lagi, sekarang itu jumlahnya 136. Nanti akan kita tangani," kata Mahfud di Kantor Kemenko Polhukam, Jakarta, Jumat (23/6).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Data ini bertambah dari jumlah yang diutarakan Mahfud pada awal Mei 2023 lalu yang hanya 39 orang. Ia mengatakan jumlah 39 eksil itu hasil rapat kabinet di Istana Presiden sekitar tiga minggu sebelumnya.

"Lalu disuruh cari lagi oleh bapak Presiden, ketemu. Sekarang ini di berbagai negara nih," kata dia.

Mahfud merinci 136 eksil itu tersebar di sejumlah negara kawasan Eropa dan sebagian kecilnya di Asia. Para eksil itu tersebar di Belanda, Rusia, Ceko, Swedia, Slovenia Albania, Bulgaria, Inggris, Jerman, Suriah dan Malaysia.

Ia mengatakan 134 dari 136 eksil itu merupakan korban dari peristiwa gerakan 30 September Partai Komunis Indonesia (PKI) atau G30S tahun 1965.

Sementara dua orang eksil lain yang menetap di Malaysia merupakan korban pelanggaran HAM berat kerusuhan 1998 dan peristiwa simpang KKA Aceh.

"Dulu banyak, kan sudah banyak yang meninggal," kata dia.

Mahfud mengatakan para eksil dan keturunannya akan dipulihkan hak-haknya sebagai langkah penyelesaian rekomendasi pelanggaran HAM berat masa lalu secara non-yudisial.

Ia menanggapi santai bila para eksil nantinya tak setuju dengan tawaran program penyelesaian non-yudisial bagi para korban pelanggaran HAM berat masa lalu. Baginya, dalam setiap kebijakan pasti menimbulkan pro dan kontra.

"Ada yang tidak setuju ya biasa, ada yang setuju dan tidak setuju. Di sini juga banyak yang enggak setuju dulu," kata dia.

Mahfud kemudian menjelaskan istilah yang digunakan pemerintah bahwa para eksil korban pelanggaran HAM tahun 1965 'bukan pengkhianat negara'.

Baginya, para eksil ini tak terlibat dalam peristiwa 1965 lantaran tengah berada di luar negeri saat peristiwa terjadi. Para eksil ini, kata dia, terpaksa tinggal di negara lain karena larangan untuk kembali bagi mahasiswa yang berkuliah di Eropa Timur.

"Ini orang yang ada di luar negeri ini, dulu tidak terlibat, tetapi terkena kebijakan, tidak boleh pulang. Karena terjadi peristiwa G30S/PKI beberapa mahasiswa yang sedang belajar di Eropa itu dilarang pulang dulu sebagai kebijakan," kata Mahfud.

"Karena apa? Karena diasumsikan wah ini waktu itu disekolahkan oleh zaman Orde Lama, lalu dikaitkan dengan PKI. Padahal mereka tugas belajar dan pintar-pintar, ada yang jadi profesor," tambahnya.

Karenanya, Mahfud menegaskan para eksil korban pelanggaran HAM masa lalu yang berada di luar negeri tidak dicap oleh pemerintah saat ini sebagai PKI.

"Saya selalu beri contoh ya Pak Rahardi Ramelan dan Pak Habibie, itu sekolah pas lulus tidak bisa pulang karena kebijakan ini, padahal mereka tidak tahu menahu. Kebetulan Pak Habibie itu ketemu Pak Harto, ditanya, "kamu kok ada di sini Habibie?".

"Loh, Pak saya enggak boleh pulang, yang disekolahkan oleh Bung Karno enggak bisa pulang". "Loh, kalau begitu kamu pulang, bantu negara ini." Pulang, membantu presiden terus dia menjadi presiden juga akhirnya," kata Mahfud.

Pelbagai sumber disebutkan usai peristiwa Gerakan 30 September 1965 atau G30S PKI tahun 1965 membuat sejumlah warga Indonesia kehilangan kewarganegaraan. Banyak orang Indonesia terpaksa berada di luar negeri dan tidak bisa pulang ke Tanah Air.

Hal ini bermula ketika pada 1966 dilakukan pendataan ulang terhadap WNI di luar negeri. Soeharto kala itu melakukan 'bersih-bersih' secara besar-besaran. Termasuk bagi orang Indonesia di luar negeri yang dilakukan screening.

Para WNI di luar negeri diuji kepada rezim Orde Baru. Mereka yang tidak mau mengakui Soeharto sebagai pemimpin negara yang sah, dituduh sebagai kader Partai Komunis Indonesia (PKI) atau simpatisan komunis, dan dicabut kewarganegaraannya.

(rzr/bmw)


[Gambas:Video CNN]
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER