Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) memastikan proses penyelesaian kasus pelanggaran HAM berat masa lalu dengan mekanisme nonyudisial melalui pemulihan hak-hak para korban yang dilakukan pemerintah tak akan menegasikan proses yudisial yang sedang berjalan.
Penegasan ini dia sampaikan dalam acara 'Kick Off Pelaksanaan Rekomendasi Penyelesaian Nonyudisial Pelanggaran HAM Berat di Indonesia yang digelar di Pidie, Aceh, yang disiarkan di kanal YouTube Kemenko Polhukam, Selasa (27/6).
"Pada awal Januari lalu pemerintah menempuh penyelesaian nonyudisial yang fokus pada pemilihan hak-hak korban tanpa menegasikan mekanisme yudisial," kata Jokowi.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Jokowi menegaskan acara ini sekaligus jadi momentum memulihkan luka bangsa yang terjadi akibat pelanggaran HAM berat yang sempat terjadi di Indonesia di masa lalu. Baginya, pelanggaran HAM berat itu telah meninggalkan beban berat bagi para korban dan keluarganya.
"Karena itu, luka ini harus segera dipulihkan agar kita mampu bergerak maju," kata orang nomor satu di Indonesia itu.
Lihat Juga : |
Jokowi turut bersyukur pemerintah mulai merealisasikan pelbagai pemulihan hak terhadap para korban di 12 kasus pelanggaran HAM berat masa lalu.
Baginya, upaya ini sekaligus menjadi momentum sebagai pencegahan agar pelanggaran HAM berat tak terjadi lagi Indonesia ke depannya.
"Korban dan keluarga korban di Aceh telah mulai mendapatkan pelatihan-pelatihan untuk meningkatkan keterampilan kerja, jaminan hak untuk kesehatan, jaminan keluarga harapan, dan perbaikan tempat tinggal serta pembangunan fasilitas-fasilitas lainnya," kata dia.
Jokowi sebelumnya telah mengeluarkan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 2 Tahun 2023 memerintahkan 19 menteri dan kepala lembaga untuk memulihkan hak korban pelanggaran HAM berat masa lalu.
Ia bahkan telah mengakui 12 pelanggaran HAM berat masa lalu. Ia membuat kebijakan penyelesaian nonyudisial pelanggaran-pelanggaran itu.