Fakta-fakta Kasus Antraks di Gunungkidul, Semua Faskes DIY Waspada
Penyakit Antraks merebak di Kecamatan Semanu, Gunungkidul, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Kasus ini diketahui setelah satu warga Semanu berusia 73 tahun meninggal pada (4/7), lantaran mengonsumsi daging sapi yang mati karena sakit.
Kasus antraks ini sudah kesekian kalinya terjadi di Gunungkidul. Catatan DPKP DIY, penyakit yang dipicu bakteri itu pernah muncul pada Mei dan Desember 2019, Januari 2020, Januari 2022, dan Juni 2023.
Namun pemerintah Kabupaten Gunungkidul tak kunjung menetapkan status Kejadian Luar Biasa (KLB) di wilayah tersebut.
Beda Data Korban
Dari laporan awal, disebutkan bahwa warga terkonfirmasi positif antraks sempat mengonsumsi daging sapi yang mati karena sakit. Sapi yang sudah mati itu lalu disembelih dan dagingnya dibagikan kepada 125 orang warga desa setempat.
Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Gunungkidul Dewi Irawati mengatakan 125 orang itu telah menjalani pengambilan sampel darah.
"Sebagian positif, yang 85. Tapi, sebagian besar enggak bergejala," kata Dewi saat dihubungi, Selasa (4/7).
Lihat Juga : |
Sementara itu, Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Masyarakat Kementerian Kesehatan Siti Nadia Tarmizi mengungkap ada tiga orang meninggal.
Mereka merupakan bagian dari 93 warga yang terindikasi positif antraks usai mengonsumsi daging sapi yang tidak sehat atau mati karena sakit.
"Yang meninggal tiga orang di Semanu, yang Karangmojo tidak ada yang meninggal, tapi dalam pemeriksaannya positif ada antraks di dalam tubuhnya," kata Nadia di Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (4/7).
Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Kemenkes Imran Pambudi mengatakan terdapat tiga kasus kematian akibat antraks.
Ia mengatakan seorang warga yang meninggal suspek antraks. Sementara dua warga lainnya tidak diperiksa, namun diketahui memiliki kontak erat dengan sapi mati penyebab antraks.
"Selama ini yang menyerang antraks jenis kulit," kata Imran dalam konferensi pers secara daring, Kamis (6/7).
Sementara untuk ternak, ada 6 kambing dan 6 sapi yang dinyatakan positif antraks dan dipastikan semuanya sudah mati.
Waspada antraks di seluruh DIY
Kementerian Kesehatan menerbitkan surat edaran (SE) agar seluruh fasilitas kesehatan (faskes) baik tingkat rumah sakit atau puskesmas Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) mulai waspada terkait potensi penularan penyakit Antraks usai ditemukan kasus meninggal di Kabupaten Gunungkidul.
Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Kemenkes Imran Pambudi mengatakan kewaspadaan itu dilakukan mengingat spora yang dihasilkan oleh bakteri Bacillus anthracis penyebab penyakit antraks pada hewan ternak maupun manusia dapat terbang dan bertahan cukup lama.
"Kita sudah imbau, kita sudah keluarkan SE untuk kewaspadaan bagi semua faskes di DIY, bukan hanya di Gunungkidul, tapi di Kabupaten yang lain di DIY, mengingat spora tadi itu terbang kemana-mana," kata Imran dalam konferensi pers secara daring, Kamis (6/7).
Adapun distribusi puskesmas dan RS di Kulonprogo sebanyak 31 unit, kemudian di Sleman 55 unit, Bantul 47 unit, Gunungkidul 40 unit, dan Kota Yogyakarta 44 unit.
"Turut diberikan peningkatan kapasitas surveilans untuk deteksi dini," imbuhnya.
Belum ada status KLB
Pemerintah Kabupaten Gunungkidul, DIY disebut belum menetapkan status Kejadian Luar Biasa (KLB) atas penyebaran penyakit antraks di wilayah tersebut.
Namun, Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Gunungkidul, DIY, Dewi Irawati mengaku pihaknya telah mengirim nota dinas kepada Pemkab jika penyebaran antraks sudah bisa dikategorikan KLB jika mengacu pada Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) Nomor 1501 tahun 2010.
"Kami hanya menyampaikan ini loh ada Permenkes yang menyatakan ini untuk syarat KLB itu ini-itu," kata Dewi dalam konferensi pers daring, Kamis (6/7).
Dewi menyebut keputusan penetapan KLB ada di Pemkab. Pihaknya tinggal menunggu keputusan tersebut ditetapkan pemkab untuk dilaksanakan tindak lanjutnya.
Hal yang sama juga diungkapkan kepala Dinas Kesehatan DIY Pembajun Setyaningastutie mengatakan Pemerintah Kabupaten Gunungkidul seharusnya telah mengumumkan status KLB antraks sejak 2019 lalu.
"Syarat pertama, seharusnya tidak ada kasus itu. Harusnya (Gunungkidul) 2019 itu sudah ada KLB (antraks), karena tadinya enggak ada, kemudian ada," kata Pembajun di Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan (DPKP) DIY, Kota Yogyakarta.
Wakil Bupati Gunungkidul Heri Susanto menerangkan, pemkab akan memetakan untuk melihat perlu tidaknya penanganan ditingkatkan ke level kelurahan.
"Tapi untuk KLB sementara ini kita akan diskusikan dulu," kata dia di Kantor Pemkab Gunungkidul, Rabu (5/7).
Suntik hewan dari Kementan
Direktur Kesehatan Hewan Kementan Nuryani Zainuddin menyebut Gunung Kidul memang daerah endemik antraks. Ketika tidak dilakukan penanganan yang baik, maka kasusnya akan muncul lagi.
"Yang kami lakukan penyuntikan antibiotik pada semua hewan ternak di daerah tertular, lalu dilanjutkan ke daerah terancam di sekelilingnya. Kami lakukan pada 78 (ekor) sapi dan 286 pada kambing dan domba untuk menghindari penularan pada ternak yang sehat," ungkap Nuryani saat konferensi pers, Kamis (6/7).
Kementan juga melakukan vaksinasi antraks pada hewan di Gunungkidul dan daerah tetangganya. Lalu lintas penjualan dari daerah terinfeksi ke daerah lain pun diperketat.
"Kemudian dekontaminasi dengan desinfektan kuat, dengan formalin, pada lokasi penyembelihan dan penguburan ternak," ungkap Nuryani.
Kementan mengaku telah menyediakan 96 ribu dosis vaksin yang disebarkan ke provinsi, terutama daerah endemik antraks. Selain itu, ada cadangan cadangan 110 ribu dosis vaksin untuk berjaga-jaga penyakit ini menjadi wabah.