Keluarga anggota Detasemen Khusus (Densus) 88 Antiteror Polri Bripda Ignatius Dwi Frisco Sirage langsung terbang Jakarta usai mendapat kabar putranya meninggal.
Pihak keluarga pertama kali mendapat informasi itu pada Minggu (23/7) sekitar pukul 10.00 WIB. Namun, saat itu keluarga diinformasikan Ignatius meninggal karena sakit keras.
"Ditelepon oleh Mabes, pihak Mabes (mengatakan) bahwa anaknya itu sakit keras," kata kuasa hukum keluarga, Jelani Christo saat dihubungi CNNIndonesia.com, Kamis (27/7).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Mendapat informasi itu, keluarga pun berangkat ke Jakarta pada Senin (24/7). Kala itu, keluarga lebih dulu menempuh perjalanan darat dari Melawi menuju ke Pontianak.
Setiba di Pontianak, pihak keluarga sudah ditunggu oleh sejumlah anggota kepolisian yang kemudian membantu perjalanan menuju ke Jakarta.
Jelani menyebut keluarga sudah menaruh curiga soal alasan kematian Ignatius. Pasalnya, pada Jumat (21/7), Ignatius sempat menelepon ibunya yang saat itu sedang ulang tahun.
"Dan pada waktu diautopsi beliau lihat sendiri memang tidak ada luka lebam, tetapi ada bekas seperti tembakan di lehernya," ucap Jelani.
Jenazah Ignatius kemudian dibawa keluarga ke Kalimantan pada Selasa (25/7). Prosesi pemakaman berlangsung sehari kemudian.
Pihak keluarga Ignatius pun menyayangkan pernyataan Mabes Polri yang tidak berbicara jujur sejak awal. Karenanya, pihak keluarga menduga ada kejanggalan dalam kasus ini.
Lebih lanjut, Jelani mengatakan pihak keluarga bakal mengambil langkah hukum agar kematian Ignatius bisa terungkap. Kasus ini akan dikawal LBH Mandau Borneo, pengacara Hotman Paris, Aliansi Advokat Borneo Bersatu, hingga Front Borneo Internasional.
"Betul (Hotman Paris akan ikut mengawal kasus ini)," ucap Jelani.
Jelani menyebut pihaknya juga akan segera berangkat ke Jakarta untuk bertemu dengan Hotman guna membahas soal langkah hukum yang diambil.
CNNIndonesia.com sudah menghubungi Hotman Paris terkait hal ini, namun yang bersangkutan belum memberikan respons hingga berita ini ditulis.
Selain itu, Jelani menyebut pihak keluarga juga bakal menerapkan hukum adat 'pati nyawa' terhadap pelaku penembakan. Nantinya, tokoh adat akan digandeng terkait penerapan hukum adat ini.
Kedua pelaku penembakan itu diketahui berinisial Bripda IMS dan Bripka IG. Keduanya telah ditangkap dan kini dilakukan penahanan.
"Hukum adat ini biasa itu kalau di Kalimantan Dayak itu ada namanya pati nyawa, pati nyawa itu telah menghilangkan nyawa orang atau telah mengeluarkan darah," ucap Jelani.
Karo Penmas Polri Brigjen Ahmad Ramadhan sebelumnya mengatakan Bripda Ignatius tewas tertembak di Rusun Polri Cikeas, Gunung Putri, Bogor Jawa Barat, pada Minggu (23/7) pukul 01.40 WIB.
Sementara itu, Juru Bicara Densus 88 Antiteror Polri Kombes Aswin Siregar membantah sempat ada pertengkaran sebelum Ignatius tertembak.
Aswin mengklaim Bripda Ignatius tewas tertembak akibat kelalaian yang dilakukan rekan seniornya yakni Bripda IMS dan Bripka IG saat hendak mengeluarkan senjata api dari dalam tas.
"Tidak benar ada penembakan. Tidak ada (pertengkaran). Peristiwanya adalah kelalaian pada saat mengeluarkan senjata dari tas sehingga senjata meletus dan mengenai anggota lain di depannya," ujarnya saat dikonfirmasi, Kamis (27/7).
(dis/fra)