Komandan Puspom TNI ke KPK: Kami yang Bisa Jerat Militer Tersangka
Komandan Pusat Polisi Militer (Puspom) TNI Marsekal Muda Agung Handoko mengatakan kewenangan untuk menetapkan prajurit TNI aktif sebagai tersangka dalam kasus hukum berada di wilayah penyidik militer.
Hal itu disampaikan Agung terkait langkah KPK menjerat Kabasarnas RI periode 2021-2023 Marsdya Henri Alfiandi dan Koordinator Administrasi (Koorsmin) Kabasarnas, Letkol Adm Afri Budi Cahyanto sebagai tersangka kasus suap sejumlah proyek di Basarnas RI.
"Kewenangan menetapkan tersangka itu ada di kita, di militer, di penyidik militer dalam hal ini salah satunya polisi militer," kata Agung saat dihubungi CNNIndonesia.com, Kamis (27/7) malam.
"Untuk yang militer, yang bisa netapkan itu ya penyidik militer. Intinya seperti itu. Saya sebagai militer nangkap orang sipil, saya enggak bisa netapkan orang sipil ini sebagai tersangka, enggak bisa, atau sebaliknya," ujar dia menambahkan.
Agung menjelaskan KPK tidak berkoordinasi dengan penyidik militer sejak proses OTT. Menurutnya, hal itu seharusnya bisa dikoordinasikan sesama aparat penegak hukum.
"Kalau misalkan takut bocor, ya sudah kasih tahu aja 'Pak kita mau nangkap orang, ayo ikut'. Itu bisa toh. Nanti begitu di titiknya 'itu pak orangnya silahkan bapak dari POM menangkap, saya awasi'. Kan bisa seperti itu. Jadi sebetulnya banyak yang bisa dikoordinasikan," ujarnya.
Saat gelar perkara kasus itu, Puspom TNI memang dilibatkan oleh KPK. Namun, kata Agung, poin dari gelar perkara itu adalah soal peningkatan status dari penyelidikan ke penyidikan.
Puspom beranggapan peningkatan status hanya untuk pihak sipil yang diduga terlibat. Ia menyatakan saat itu tidak dijelaskan bahwa dua anggota TNI aktif akan ditetapkan oleh KPK sebagai tersangka.
"Kalau kita, pikiran kita kan karena ini kaitan urusan KPK, peningkatan itu untuk yang sipil. Jadi kalau dikatakan, sudah koordinasi, kita dilibatkan, ya memang benar tapi hanya untuk tadi, peningkatan status dari penyelidikan ke penyidikan," kata Agung.
"Karena kewenangan menetapkan tersangka itu ada di kita di militer, di penyidik militer, dalam hal ini salah satunya polisi militer," ucapnya menambahkan.
Agung mengatakan dalam perkara itu, sebenarnya alat bukti yang ada sudah cukup terpenuhi untuk peningkatan status tersangka bagi anggota TNI. Ia menyesalkan justru KPK yang menetapkan anggota TNI aktif sebagai tersangka.
"Alat buktinya sudah cukup. Cuma yang kita sesalkan kenapa dia yang...misalkan gini 'yang sipil kita tetapkan sebagai tersangka. Untuk yang militer kita serahkan ke TNI'. Itu kan selesai di situ. Baru nanti mereka secara resmi lapor, buat laporan polisi ke kita, baru kita tetapkan yang bersangkutan militer sebagai tersangka," kata Agung.
CNNIndonesia.com telah menghubungi Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri untuk bertanya soal koordinasi antara KPK dan Puspom TNI hingga penetapan tersangka dalam kasus ini, namun yang bersangkutan belum merespons hingga berita ini ditulis.
Namun, kemarin KPK telah memastikan berkoordinasi dengan Puspom TNI. Wakil Ketua KPK Alexander Marwata mengatakan pihaknya juga sudah mengajak penyidik Puspom TNI untuk melakukan gelar perkara atau ekspose bersama.
"Tentu dari awal untuk perkara ini kami sudah koordinasi," ujar Alex saat dikonfirmasi melalui pesan tertulis, Kamis (27/7).
KPK sebelumnya menetapkan total lima tersangka terkait kasus dugaan korupsi suap menyuap pada pengadaan peralatan pendeteksi korban reruntuhan Tahun Anggaran 2023 di Basarnas RI.
Mereka ialah Kabasarnas RI periode 2021-2023 Henri Alfiandi; Anggota TNI AU sekaligus Koordinator Administrasi (Koorsmin) Kabasarnas, Letkol Adm Afri Budi Cahyanto; Komisaris Utama PT Multi Grafika Cipta Sejati (MGCS) Mulsunadi Gunawan; Direktur Utama PT Intertekno Grafika Sejati (IGK) Marilya; dan Direktur Utama PT Kindah Abadi Utama (KAU) Roni Aidil.
Henri bersama dan melalui Afri Budi diduga menerima suap dari beberapa proyek di Basarnas tahun 2021 hingga 2023 sejumlah sekitar Rp88,3 miliar dari berbagai vendor pemenang proyek.
KPK menyerahkan proses hukum Henri dan Afri Budi selaku prajurit TNI kepada Puspom Mabes TNI. Hal itu sebagaimana ketentuan Pasal 42 UU KPK jo Pasal 89 KUHAP.
Sementara itu, KPK melakukan penahanan terhadap Marilya dan Roni Aidil selama 20 hari pertama terhitung mulai tanggal 26 Juli 2023 sampai dengan 14 Agustus 2023. Marilya ditahan di Rumah Tahanan Negara (Rutan) KPK pada Gedung Merah Putih, sedangkan Roni Aidil ditahan di Rutan KPK pada Kavling C1 Gedung ACLC.
(yoa/fra)