Ahli Sindir KPK Minta Maaf: Kesalahan Tak Bisa Lepas dari Pimpinan

CNN Indonesia
Sabtu, 29 Jul 2023 11:55 WIB
Ilustrasi. Pakar hukum menyindir pimpinan KPK yang menyalahkan anak buah di kasus Basarnas. (CNN Indonesia/Andry Novelino)
Jakarta, CNN Indonesia --

Pengamat hukum mengkritik sikap pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang seolah cuci tangan dalam polemik Operasi Tangkap Tangan (OTT) pejabat Badan SAR Nasional (Basarnas).

Peneliti di Pusat Kajian Anti-Korupsi Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (PUKAT UGM) UGM Zaenurrohman menilai pimpinan KPK telah melempar tanggungjawab usai pernyataan mereka yang menyebut terjadi kekhilafan oleh para penyelidik ketika melakukan OTT.

"Kesalahan itu memang tidak bisa lepas dari pimpinan, bukan kemudian menyalahkan anak buah," kata Zaenur, Jumat (28/6) malam.

Bagi Zaenur, mustahil tim penindakan bergerak tanpa sepengetahuan pimpinan dan struktural KPK. Demikian pula dalam proses penetapan tersangka oleh penyidik melalui gelar perkara atau ekspose.

"Tadi kan mengatakan bahwa penyidik (penyelidik) itu salah gitu ya. Dia penetapan seseorang menjadi tersangka itu kan sudah dilakukan gelar perkara oleh penyidik di depan direktur, deputi, para pimpinan. Dan prinsipnya ditandatangani oleh pimpinan KPK, sehingga seharusnya jangan menyalahkan penyidik," kata dia.

Zaenur melihat KPK juga sudah melangkahi aturan ketika menetapkan tersangka militer, di mana anggota TNI aktif tunduk pada ketentuan yang diatur dalam UU Peradilan Militer.

"Saya memang tidak menemukan dasar hukum kewenangan KPK menetapkan seorang anggota TNI sebagai tersangka gitu ya, jadi ya ketika KPK meminta maaf yang menurut saya itu adalah satu-satunya langkah yang bisa dilakukan," imbuhnya.

Zaenur menyebut antara KPK dan Puspom TNI semestinya bisa membentuk tim koneksitas pada tahap penyidikan untuk mengusut dugaan tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh pelaku sipil dan militer.

Tim koneksitas terdiri dari unsur KPK, Puspom TNI, dan auditor militer yang memiliki kewenangan di ranah penyidikan hingga penuntutan. Pembentukan tim ini diatur dalam Pasal 89, 90, 91 Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).

"Seharusnya ketika melakukan OTT, boleh KPK ikut menangkap sipil dan militernya, boleh. Tetapi kemudian selanjutnya sipilnya boleh langsung ditetapkan tersangka dalam waktu satu kali 24 jam, militernya serahkan kepada Pom TNI. Tetapi idealnya adalah sebelumnya juga sudah ada komunikasi, sehingga bisa dibentuk tim koneksitas itu tadi," terangnya.

Sementara proses peradilannya, lanjut Zaenur, didasarkan pada kesepakatan kedua belah pihak menimbang pihak atau institusi mana yang mengalami kerugian paling dominan dari dugaan tindak pidana korupsi ini.

"Kalau kasus Basarnas ini kan kerugiannya di Basarnas gitu ya kerugiannya di bidang SAR, sehingga ini bukan kerugian di lingkungan militer. Sehingga seharusnya ini diadilinya di lingkungan pengadilan umum," jelasnya.

Sebelumnya, Wakil Ketua KPK Johanis Tanak meminta maaf kepada rombongan Puspom TNI atas polemik penanganan kasus dugaan suap pengadaan barang dan jasa di Basarnas RI. Johanis juga menyebut terdapat "kekhilafan dari tim" penyelidik saat melakukan OTT.

Mengacu kepada Undang-undang, Johanis menjelaskan lembaga peradilan terdiri dari empat yakni militer, umum, agama dan Tata Usaha Negara (TUN). Ia mengatakan peradilan militer khusus untuk anggota militer, sedangkan peradilan umum untuk sipil.

"Ketika ada melibatkan militer, maka sipil harus menyerahkan kepada militer," ujar Johanis setelah pertemuan dengan jajaran Puspom TNI di Gedung Merah Putih, Jakarta, Jumat (28/7) petang.

"Di sini ada kekeliruan, kekhilafan dari tim kami yang melakukan penangkapan. Oleh karena itu, kami dalam rapat tadi sudah menyampaikan kepada teman-teman TNI kiranya dapat disampaikan kepada Panglima TNI dan jajaran TNI, atas kekhilafan ini kami mohon dimaafkan," tandasnya.

(kum/arh)


KOMENTAR

ARTIKEL TERKAIT
TOPIK TERKAIT
TERPOPULER
LAINNYA DARI DETIKNETWORK