Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyatakan tidak menerbitkan surat perintah penyidikan (sprindik) untuk Kepala Basarnas Marsdya Henri Alfiandi dan Koorsmin Kabasarnas Letkol Adm Afri Budi Cahyanto dalam dugaan kasus suap.
Wakil Ketua KPK Alexander Marwata mengatakan keputusan ini diambil dalam gelar perkara alias ekspose yang dihadiri penyelidik, penyidik, jaksa penuntut umum (JPU), pimpinan KPK, hingga penyidik dari Puspom TNI pada Rabu 26 Juli.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Dalam ekspose disimpulkan untuk oknum TNI penanganannya akan diserahkan ke Puspom TNI. Oleh karena itu, KPK tidak menerbitkan sprindik atas nama anggota TNI yang diduga sebagai pelaku," katanya kepada CNNIndonesia.com, Sabtu (29/7).
Alex, sapaan akrabnya, berdalih soal penetapan tersangka Henri dan Afri dilandaskan pada syarat kecukupan setidaknya 2 alat bukti, yakni keterangan pihak yang terjaring operasi tangkap tangan (OTT), uang, dan barang bukti elektronik berupa rekaman penyadapan atau percakapan.
Selain itu, Alex menyebut semua pihak yang hadir dalam gelar perkara diberi kesempatan bicara. Namun, tidak ada yang keberatan atau menolak penetapan tersangka tersebut.
"Secara substansi atau materiel sudah cukup alat bukti untuk menetapkan mereka sebagai tersangka. Secara administratif, nanti TNI yang menerbitkan sprindik untuk menetapkan mereka sebagai tersangka setelah menerima laporan terjadinya peristiwa pidana dari KPK," ujarnya.
Alex juga membantah KPK menyalahkan penyelidik atau penyidik dalam polemik penetapan dua anggota TNI aktif sebagai tersangka. Menurutnya, itu semua adalah kekhilafan pimpinan KPK.
Kabasarnas Marsdya Henri Alfiandi ditetapkan sebagai tersangka suap proyek pengadaan barang dan jasa di Basarnas. Ia diduga menerima suap Rp88,3 miliar dari berbagai proyek sepanjang 2021-2023.
Suap itu diduga diterima Henri melalui Koorsmin Kabasarnas Letkol Adm Afri Budi Cahyanto yang terjaring OTT KPK bersama 10 orang lainnya pada Selasa (25/7). Kini, proses hukum keduanya diserahkan ke Puspom TNI.
(skt/fra)