Debat Panas di Sidang, Haris Azhar Ragukan Kompentensi Ahli dari Jaksa

CNN Indonesia
Senin, 07 Agu 2023 13:24 WIB
Sidang kasus dugaan pencemaran nama Luhut Binsar Pandjaitan dengan terdakwa Haris Azhar dan Fatia Maulidiyanti diwarnai adu mulut.
Direktur Lokataru Haris Azhar dan Koordinator KontraS Fatia Maulidiyanti bersiap menjalani sidang pembacaan dakwaan terkait kasus pencemaran nama baik terhadap Menko Marves Luhut Binsar Pandjaitan di Negeri Jakarta Timur, Jakarta, Senin (3/4/2023). (CNN Indonesia/Adi Ibrahim)
Jakarta, CNN Indonesia --

Sidang kasus dugaan pencemaran nama baik Menko Marves Luhut Binsar Pandjaitan dengan terdakwa Haris Azhar dan Fatia Maulidiyanti diwarnai adu mulut. Kuasa hukum mempertanyakan kompetensi ahli yang dihadirkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) di Pengadilan Negeri Jakarta Timur, Senin (7/8).

Deputi 4 Bidang Koordinasi Pertahanan Negara Kementerian Polhukam, Mayjen TNI Heri Wiranto dihadirkan sebagai ahli pertahanan negara dari JPU. Di awal persidangan, Heri menjelaskan dirinya telah dibekali surat perintah dari instansinya untuk bersaksi dalam persidangan.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Mulanya, JPU bertanya mengenai definisi, tujuan dan fungsi pertahanan negara. Heri pun menjawab pertanyaan itu dengan Pasal 1 dan Pasal 4 Undang-Undang (UU) Nomor 3 Tahun 2002 Tentang Pertahanan Negara.

Tampak pasal yang disampaikan Heri ditampilkan pada layar televisi di dalam persidangan. Hal itu memicu keberatan bagi tim kuasa hukum Haris-Fatia.

"Yang Mulia, mohon izin bagi majelis untuk menegur jaksa penuntut umum untuk tidak menampilkan referensi bagi ahli yang bersifat Undang-Undang kecuali kalau diminta oleh ahli kalau dia lupa," kata tim kuasa hukum.

Tim kuasa hukum mengaku tidak keberatan jika Heri membutuhkan referensi dalam memberikan keterangannya, selama Heri yang mengarahkan pasal yang ditampilkan.

Menurut Haris, tidak ada larangan bagi saksi ahli untuk membawa dan mengutip UU. Jaksa pun diperbolehkan untuk menampilkan pasal selama pasal itu diarahkan terlebih dahulu oleh ahli.

Kemudian, hakim ketua Cokorda Gede bertanya apakah Heri membutuhkan bantuan referensi pasal. Heri menjawab referensi pasal dapat membantu dirinya dalam memberikan keterangan.

"Kalau gitu majelis, mohon maaf, biar saksi ahli minta pasalnya disebut, baru JPU buka. Misalnya saksi ahli bilang buka pasal 5, dibuka pasal 5. Buka pasal 100, dibuka pasal 100. Itu baru kelihatan ahlinya," kata Haris.

Hakim ketua Cokorda pun bertanya kepada JPU soal permintaan tersebut. Adapun JPU menilai tidak ada larangan ahli untuk membaca.

Karenanya, tim kuasa hukum Haris-Fatia kembali menegaskan soal saran yang mereka sampaikan. Salah satu tim kuasa hukum Haris-Fatia meminta pasal yang ditampilkan berdasarkan permintaan ahli.

"Dari tadi yang disampaikan, bahwa kami menghormati jika memang ahli membutuhkan undang-undang, tapi jangan seperti terlihat terkesan memberikan kisi-kisi JPU terhadap ahli, Yang Mulia. Ahli menjelaskan definisi, masa definisi saja harus sok nyontek undang-undang, itu kan hal yang kemudian lazimnya ahli itu sudah mengetahui. Ini kami jadi curiga ketika JPU menggunakan teknis-teknis seperti ini, apakah ahli ini kompeten atau tidak memberikan keterangan di persidangan ini, Yang Mulia," tutur kuasa hukum Haris-Fatia.

"Keberatan, majelis. Itu asumsi. Pada prinsipnya bisa disampaikan dalam keberatan," kata jaksa.

Lalu, tim kuasa hukum meminta majelis hakim dapat membedakan referensi dan contekan bagi ahli.

"Yang Mulia, kami memahami beliau membutuhkan referensi ini, tapi dalam konteks pembuktian atau keterangan ini, saya mohon ke majelis untuk membedakan mana contekan, mana pendapat. Jadi lazimnya seorang ahli, dia menyampaikan dulu pendapat, kalau dia agak ada yang lupa mengenai redaksional pasalnya, silakan ahli meminta kepada JPU untuk menunjukkan pasalnya. Kami tidak keberatan untuk disampaikan di situ, tapi tidak kalau kemudian setiap pertanyaan disediakan jawabannya. Itu namanya menyontek," kata kuasa hukum Haris-Fatia.

Hakim pun menerangkan kepada Heri bahwa dirinya dapat menyampaikan keterangan tanpa bantuan jika hafal.

"Jadi saudara, apa yang saudara masih hafal misalnya mengenai definsi. Tidak perlu harus ditampilkan seperti ini. Kalau saudara merasa sudah hafal pasal-pasal yang ditanyakan, silakan saudara tidak usah harus dibantu dengan layar seperti ini," jelas hakim ketua Cokorda kepada Heri.

Hal serupa juga diterangkan hakim kepada JPU. Persidangan pun dilanjutkan.

Diketahui, dalam perkara ini Haris dan Fatia didakwa Pasal 27 ayat 3 jo Pasal 45 ayat 3 Undang-Undang ITE, Pasal 14 ayat 2 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946, Pasal 15 UU Nomor 1 Tahun 1946, dan Pasal 310 KUHP Tentang Penghinaan.

(pop/pmg)


[Gambas:Video CNN]
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER