Pendapat MA dalam Putusan Tolak PK KSP Moeldoko Rebut Demokrat
Mahkamah Agung (MA) telah memutuskan menolak Peninjauan Kembali (PK) yang diajukan Kepala Staf Presiden (KSP) Moeldoko untuk merebut kepengurusan Partai Demokrat dari tangan Agus Harimurti Yudhoyono (AHY).
MA menilai sengketa Partai Demokrat yang diajukan peninjauan kembali (PK) oleh Moeldoko dan Johnny Allen Marbun merupakan urusan internal Demokrat sehingga harus diselesaikan dulu melalui mahkamah partai.
Juru Bicara MA Suharto menerangkan objek sengketa dalam PK ini adalah Surat Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia RI Nomor M.HH.UM.01.01-47 Perihal Jawaban atas permohonan kepada Jenderal TNI Purn Moeldoko dan Jhonny Allen Marbun tertanggal 31 Maret 2021.
Suharto mengatakan majelis berpendapat objek sengketa merupakan keputusan Tata Usaha Negara.
"Akan tetapi pada hakikatnya sengketa a quo merupakan masalah penilaian keabsahan kepengurusan Partai Demokrat, antara penggugat dan tergugat II intervensi, sehingga merupakan masalah internal Partai Demokrat yang harus diselesaikan terlebih dahulu melalui Mahkamah Partai Demokrat," jelas Suharto dalam jumpa pers di Gedung MA, Jakarta Pusat, Kamis (10/8).
Suharto menjelaskan hal itu diatur dalam pasal 32 ayat (1) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2011 tentang Partai Politik.
Dia mengatakan hingga gugatan PK itu didaftarkan ke MA, mekanisme melalui Mahkamah Partai Demokrat belum ditempuh kubu Moeldoko.
"Bahwa novum yang diajukan para pemohon Peninjauan Kembali tidak bersifat menentukan, sehingga tidak bisa menggugurkan pertimbangan hukum dari putusan kasasi," kata Suharto.
Perkara nomor 128 PK/TUN/2023 ini diadili ketua majelis Yosran, anggota majelis 1 Lulik Tri Cahyaningrum, anggota majelis 2 Cerah Bangun. Selain itu, panitera pengganti Adi Irawan. Perkara itu diputus pada Kamis (10/8) hari ini.
Majelis hakim memutuskan untuk menolak PK yang diajukan kubu Moeldoko tersebut.
Selain itu, Moeldoko dan Johnny dihukum membayar biaya perkara pada peninjauan kembali sejumlah Rp2,5 juta.
Awal mula perkara ini adalah ketika kubu Moeldoko membuat Kongres Luar Biasa di Deli Serdang, Sumatera Utara. Moeldoko dipilih sebagai ketua umum dalam KLB itu.
Selain itu, mereka menggugat SK Menkumham yang mengakui Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) sebagai Ketua Umum Partai Demokrat. Gugatan diajukan ke pengadilan, tetapi ditolak.
Upaya banding juga ditolak. Kemudian, kubu Moeldoko mengajukan kasasi. Namun, kembali ditolak. Mereka pun mengajukan PK ke MA yang putusannya kemudian adalah ditolak juga.
Selain itu, Suharto juga menegaskan Moeldoko tidak dapat menempuh langkah hukum lagi setelah upaya peninjauan kembali (PK)-nya ditolak. Suharto menjelaskan upaya PK tidak dapat diajukan dua kali.
"Prinsipnya di Undang-Undang Mahkamah Agung diatur, di Undang-Undang Kekuasaan (Kehakiman) diatur, PK itu tidak dimungkinkan dua kali. Hanya satu kali," kata Suharto.
Dia mengakui masih ada ruang untuk pengajuan PK berulang, namun sempit kansnya.
Suharto mengatakan ada syarat khusus apabila PK diajukan berulang yakni terdapat dua putusan yang saling bertentangan. Hal itu, kata Suharto, diatur dalam Surat Edaran MA Nomor 10 Tahun 2009 Tentang Pengajuan Permohonan Peninjauan Kembali.
"Jadi itu ruangnya sempit sekali. Kecil sekali. Jadi kalau PK tidak ada upaya hukum PK atas PK gitu ya," tutur dia.
Kini dengan putusan PK dari MA tersebut, kubu Moeldoko mengklaim akan mengalihkan dukungan ke parpol lain.
"Kami sepenuhnya menghormati keputusan MA. Dimana keputusan MA tersebut sudah final dan mengikat. Kami dalam waktu dekat juga akan menentukan sikap dan arah politik. Suara KLB Demokrat se-Indonesia itu besar dan itu akan segera kami arahkan ke partai mana akan berlabuh," kata salah satu inisiator KLB Partai Demokrat pimpinan Moeldoko, Darmizal MS dalam keterangan, Kamis.
(pop/kid)