Polisi menangkap 26 tersangka terkait kasus peredaran obat golongan G atau obat keras hingga psikotropika. Dari puluhan tersangka itu, beberapa di antaranya merupakan tenaga kesehatan (nakes) hingga apoteker.
Direktur Reskrimsus Polda Metro Jaya Kombes Ade Safri Simanjuntak mengatakan pengungkapakan kasus ini berdasarkan 22 laporan polisi sepanjang Januari hingga Agustus.
"Ini total sudah ada 22 laporan polisi dan 26 tersangka yang dilakukan upaya paksa penangkapan untuk kepentingan penyelidikan lebih lanjut," kata Ade dalam konferensi pers di Jakarta, Selasa (22/8).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ade mengungkapkan dari puluhan tersangka ini, satu di antaranya berinisial RNI (20). Ia merupakan admin dokter sekaligus asisten apoteker. Lalu, ada juga seorang perawat.
"ERS (49), oknum perawat sudah memiliki STR, namun tidak memiliki SIPP atau tidak memiliki izin praktik sesuai kompetensi," ujarnya.
Selain itu, kata Ade, polisi juga menangkap dua orang pembeli obat keras dari apotek berinisial APAH (42) dan S (27). Meski sebagai pembeli, tetapi keduanya sengajanya membeli obat golongan G itu untuk dijual kembali.
Ade menyebut para tersangka menggunakan berbagai modus untuk bisa mendapatkan dan mengedarkan obat keras tersebut.
Modus pertama yakni melibatkan nakes, dalam hal ini asisten dokter dan asisten apoteker. Modus kedua adalah dengan menggunakan resep tak resmi.
"Oknum tenaga kesehatan terdaftar yang membuat resep obat, namun tidak memiliki izin praktik dan tidak sesuai dengan kompetensinya," ucap Ade.
"Modus lainnya adalah oknum karyawan apotek, membuat resep obat namun tidak terdaftar sebagai tenaga kesehatan dan tidak memiliki izin praktik," lanjutnya.
Dari tangan para tersangka, polisi menyita sejumlah barang bukti. Di antaranya, 231.662 butit obat golongan G, 5.000 butir kapsul kosong, uang tunai, dan ponsel. Ia menuturkan total nilai barang yang diperjualbelikan sepanjang Januari-Agustus sebesar Rp45,6 miliar.
Para tersangka dijerat Pasal 196 jo Pasal 98 ayat (2) dan ayat (3) UU Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan dan atau Pasal 198 jo Pasal 108 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan dan atau Pasal 60 angka 10 jo angka 4 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja.
Kemudian juga dikenakan Pasal 60 angka 10 jo angka 4 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja dan atau Pasal 62 ayat (1) jo Pasal 8 ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen dan atau Pasal 86 ayat (1) jo Pasal 46 ayat (1) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan dan atau Pasal 55 ayat (1) KUHP dan atau Pasal 56 KUHP.
(dis/tsa)