Mahkamah Konstitusi (MK) mengaku independen dalam memutus perkara uji materiel Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Pemilu) terkait batas usia calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres).
"Kalau itu sudah pasti. Saya kira Mahkamah Konstitusi diawasi oleh semua mata saya kira ya. Sidang terbuka, diikuti semua pihak, bahkan ini pihaknya banyak. Saya kira independensi MK saat ini masih terus terjaga," ujar Kepala Biro Hukum Administrasi dan Kepaniteraan (Kabiro HAK) MK Fajar Laksono saat ditemui di Gedung MK, Jakarta, Selasa (22/8).
Tak hanya itu, Fajar juga mempersilakan awak media terus memantau proses yang berjalan untuk membuktikan independensi MK dalam putusan nantinya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurut Fajar, proses yang berjalan di MK saat ini masih berjalan sebagaimana mestinya. Fajar menilai penanganan perkara ini sama seperti perkara lainnya.
"Saya tidak melihat ada tanda-tanda independensi terganggu, intervensi, dan seterusnya. Semuanya berjalan on the track. Mengadili, memeriksa, memutus, perkara pengujian Undang-Undang ini sama lah seperti pengujian Undang-Undang yang lain," kata Fajar.
Secara normatif, kata Fajar, proses pengujian Undang-Undang di MK tidak memiliki limitasi waktu. Putusan pun tidak memiliki tenggat waktu tertentu.
"Tetapi bahwa kemudian ada agenda-agenda ketatanegaraan yang mengiringi itu mungkin akan menjadikan pertimbangan bagi Hakim. Tetapi itu tidak mutlak, itu tergantung kepada majelis hakim nantinya. Tapi secara umum tidak ada limitasi waktu terkait dengan MK kapan harus menyelesaikan atau memutus perkara pengujian Undang-Undang," jelas dia.
Fajar mengaku tidak tahu kapan perkara soal usia capres-cawapres itu bakal diputus majelis hakim karena hal itu juga bergantung dengan dinamika persidangan yang terjadi, bukan semata ditentukan MK.
"Karena ini bergantung pada dinamika, bukan hanya ditentukan oleh MK. Jadi kalau ada para pihak mengajukan ahli, ada yang mengajukan pihak terkait misalnya, ya MK akomodir dan itu konsekuensinya atau implikasinya tambah panjang prosesnya. Jadi, selesai cepat atau tidak cepat itu bukan semata-mata ditentukan oleh MK, tapi juga para pihak," imbuhnya.
Lihat Juga : |
Diketahui, sejumlah pihak mengajukan permohonan uji materi mengenai usia minimal 40 tahun bagi capres-cawapres ke MK. Pertama, perkara nomor 29/PUU-XXI/2023 yang diajukan oleh Ketua DPP Partai Solidaritas Indonesia (PSI) Dedek Prayudi, dengan Michael selaku kuasa hukum. Gugatan ini dilayangkan dan terdaftar sejak 9 Maret 2023.
Kedua, perkara Nomor 51/PUU-XXI/2023 diajukan oleh Sekretaris Jenderal (Sekjen) Partai Garuda Yohanna Murtika dan Ketua Umum Partai Garuda Ahmad Ridha Sabana sebagai pemohon dan Desmihardi dan M.Malik Ibrohim sebagai kuasa hukum. Gugatan didaftarkan sejak 2 Mei 2023. Ketiga, perkara nomor 55/PUU-XXI/2023 yang diajukan oleh Wali Kota Bukittinggi Erman Safar dan Wakil Bupati Lampung Selatan Pandu Kesuma Dewangsa, dengan kuasa hukum Maulana Bungaran dan Munathsir Mustaman. Gugatan dilayangkan pada 5 Mei 2023.
Pengajuan uji materi ini santer disebut bertalian dengan isu Wali Kota Solo yang juga putra Presiden Joko Widodo Gibran Rakabuming Raka yang didukung maju jadi cawapres meskipun usianya belum cukup sesuai Undang-Undang. Sejumlah survei pun menyatakan elektabilitas Gibran merangkak naik.
Kendati demikian, Gibran menegaskan saat ini tidak bisa didaftarkan karena Undang-Undang Pemilu mensyaratkan usia capres-cawapres minimal 40 tahun. Gibran yang lahir pada 1 Oktober 1987 bakal berusia 35 tahun saat kontestasi Pilpres 2024 dimulai.
(pop/isn)