Peluang Kecil Poros Koalisi Baru Cita-cita Sandiaga Uno
Ketua Badan Pemenangan Pemilu (Bappilu) Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Sandiaga Uno mewacanakan poros koalisi baru dengan mengajak PKS dan Demokrat. Dia mengaku akan membujuk kedua partai itu jika duet Ganjar Pranowo-Anies Baswedan terjadi di Pilpres 2024.
"Saya akan mengusulkan ke Pak Mardiono (Plt Ketua Umum PPP) jika akhirnya yang dipilih itu Ganjar-Anies. Kita mengajak Mas AHY (Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono) dan Demokrat dan juga PKS untuk berjuang bersama," kata Sandi di Makassar, Sulawesi Selatan, Rabu (23/8).
Menurut Sandi, ia memiliki pengalaman dengan beberapa partai politik, termasuk Partai Demokrat dan PKS. Ia yakin ajakan PPP itu akan mendapatkan respons kedua partai tersebut.
Wacana itu sudah mendapat tanggapan dari PKS dan Demokrat. Juru Bicara PKS Ahmad Mabruri menolak ajakan Sandiaga soal peluang membentuk poros baru itu.
Dia enggan berspekulasi soal sikap PKS jika Anies dipasangkan dengan Ganjar. Apalagi, jika Anies hanya menjadi cawapres.
"Kita akan menolak," kata Mabruri saat dihubungi CNNIndonesia.com, Kamis (24/8).
Sementara itu, Demokrat belum memberikan respons yang jelas. Juru Bicara Partai Demokrat Herzaky Putra Mahendra justru mempertanyakan balik apakah Sandi bermaksud mengajak Demokrat dan PKS ikut mendukung pasangan tersebut atau membentuk koalisi baru.
Lalu, seberapa mungkin poros baru yang diwacanakan Sandiaga itu terwujud? Pengamat Politik Indonesia Public Institute (IPI) Karyono Wibowo menilai kans terbentuknya koalisi poros baru yang dicita-citakan Sandiaga sangat kecil. Menurutnya, PKS dan Demokrat belum tentu mau bergabung.
Salah satunya karena masih ada komitmen dengan NasDem di Koalisi Perubahan. Sementara itu, dia melihat NasDem masih ingin mempertahankan koalisi dengan tetap mengusung Anies Baswedan sebagai capres dan menunggu cawapres pilihan mantan Gubernur DKI Jakarta itu.
"Jika seandainya Koalisi Perubahan pun bubar, PKS dan Demokrat cenderung memilih jalan sendiri-sendiri. Di sisi lain, PPP juga masih terikat komitmen dengan PDIP," kata Karyono kepada CNNIndonesia.com, Jumat (25/8).
Lihat Juga : |
Namun, menurut Karyono, koalisi poros baru kemungkinan bisa terbentuk jika PKS dan Demokrat tidak puas dengan cawapres pilihan Anies. Apalagi Demokrat, kata dia, kemungkinan hengkang dari NasDem tinggi jika AHY tidak dipilih menjadi cawapres.
"Soal posisi cawapres inilah yang menjadi salah satu faktor yang berpotensi merubah format koalisi, termasuk Koalisi Perubahan bisa berubah jika misalnya AHY tidak menjadi pasangan Anies. Maka Demokrat berpotensi hengkang dari koalisi perubahan," jelasnya.
"Jika itu terjadi, baru akan terbuka jalan untuk membentuk koalisi baru karena ada pergeseran sejumlah partai yang gagal mendapatkan posisi cawapres," lanjutnya.
Ia pun berpendapat wacana duet Ganjar-Anies hanya gimik politik. Karyono menuturkan duet Ganjar-Anies sulit terwujud karena ada perbedaan paradigma.
Karyono menjelaskan posisi Anies sejak awal adalah 'perubahan', antitesa pemerintahan Joko Widodo (Jokowi).
"Sementara positioning Ganjar adalah continuity yaitu keberlanjutan dari pemerintahan Jokowi. Posisinya sangat diametral, sama sekali bertentangan," kata dia.
Pengamat Politik dari Universitas Andalas Asrinaldi mengatakan politik sangat dinamis. Dia menyebut tidak ada yang benar-benar pasti hingga pendaftaran capres-cawapres ditutup.
Dia menyebut elite partai berhitung dengan kepentingan jangka pendek masing-masing dan apa yang mereka dapatkan dari koalisi.
Asrinaldi berkesimpulan keinginan Sandiaga menggabungkan Demokrat, PKS dan PPP adalah sesuatu yang masih bisa saja terjadi. Namun, peluang untuk memenangkan capres-cawapres harus ekstra keras, apalagi jika poros baru itu ingin mengusung pasangan baru.
Koalisi harus penuhi syarat UU Pemilu di halaman berikutnya...