Ramai Kasus Paspampres, Pakar Sorot Rekrutmen Hingga Peradilan Militer
Pengamat Militer Marapi Consulting and Advisory, Beni Sukadis menilai kasus dugaan penganiayaan maut oleh anggota Paspampres dan dua prajurit TNI lain terhadap pemuda asal Aceh Imam Masykur (25), disebabkan oleh sejumlah faktor pendorong. Salah satunya, pola rekrutmen di TNI.
Beni berpandangan proses rekrutmen anggota TNI harus menjadi perhatian semua pihak. Ia pun menyarankan agar penerimaan anggota militer lebih diperketat.
"Terutama soal pola rekrutmen oleh TNI yang lebih ketat dalam menerima prajurit di masa depan," ujarnya kepada CNNIndonesia.com, Senin (28/8).
Sementara itu, Pengamat Militer Institute for Security and Strategic Studies (ISESS), Khairul Fahmi lebih menekankan persoalan tersebut pada lingkungan militer.
Fahmi mengatakan faktor pengasuhan oleh senior dan keteladanan pimpinan dapat menjadi pendorong bagi anggota militer untuk melakukan aksi melawan hukum. Ia juga menilai bahwa kasus tersebut tak bisa dipandang hanya sebagai persoalan mental prajurit saja.
"Kondisi moral dan mental tiap prajurit selepas pendidikan memang tidak bisa disamaratakan. Lingkungan kedinasan, pergaulan, termasuk pengasuhan senior dan intensitas pengawasan termasuk keteladanan pimpinan sangat berpengaruh pada seberapa besar peluang prajurit melakukan perbuatan tercela," ujar Fahmi.
Di sisi lain, Pengamat Militer Connie Rahakundini Bakrie menganggap bahwa rekrutmen di tubuh militer, khususnya di Paspampres tidak ada masalah. Terkait kasus tersebut, Connie berpegang pada prinsip tidak ada prajurit yang salah. Menurutnya, pimpinan atau komandan lah yang mesti disalahkan.
Ia juga meminta agar ke depan komandan Paspampres bisa lebih mengendalikan anak buahnya.
"Pengawasan dan pembinaan menjadi kuncinya. Sehingga dibutuhkan pimpinan Paspampres yang lebih paham dan mampu mengendalikan bawahannya," kata Connie.
Pengamat Militer sekaligus Direktur Eksekutif Imparsial, Gufron Mabruri menilai persoalan yang mendorong tindak kekerasan yang dilakukan oleh aparat militer terdiri dari tiga hal yakni persoalan individu, institusi hingga instrumen penegakan hukum.
Pertama, Gufron menilai sejauh ini anggota TNI memiliki kesadaran yang rendah terhadap hukum. Kemudian, di level institusi TNI, Gufron menilai adanya kesan pembiaran dan ketegasan di tubuh TNI untuk menindak anggota yang melanggar hukum.
Terakhir, ia menilai bahwa penegakan hukum terhadap anggota militer melalui Peradilan Militer masih memiliki kekurangan lantaran belum direvisinya UU No. 31/1997 tentang Peradilan Militer.
Ia pun meminta agar para pelaku pembunuhan terhadap warga Aceh itu diproses melalui peradilan umum.
"Pelaku pembunuhan terhadap warga asal Aceh ini harus diadili di pengadilan umum. bukan peradilan militer," kata Gufron.
"Saya kira persoalan itu saling berkaitan sehingga mendorong situasi terjadi keberulangan, kekerasan yang mendorong kekerasan yang melibatkan anggota TNI," tambahnya.
Saat ini, Polisi Militer Kodam Jaya telah menahan tiga pelaku yang diduga terlibat dalam tewasnya pemuda asal Bireuen, Aceh Imam Masykur (25).
Ketiga pelaku tersebut adalah anggota Paspampres Praka RM, Anggota Direktorat Topografi TNI AD Praka HS dan Anggota Kodam Iskandar Muda Praka J.
Komandan Polisi Militer Kodam Jaya (Pomdam Jaya) Kolonel Cpm Irsyad Hamdie Bey Anwar mengatakan ketiga pelaku itu didasari motif pemerasan.
(pan/isn)