Polda Metro Jaya telah memeriksa sepuluh orang saksi dalam kasus dugaan pelecehan seksual saat proses body checking finalis Miss Universe Indonesia 2023 yang telah dinaikkan ke tahap penyidikan.
"Penyidik sejak proses penyidikan itu sudah melakukan pemeriksaan saksi-saksi sebanyak sepuluh orang," kata Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Trunoyudo Wisnu Andiko kepada wartawan, Rabu (29/8).
Dari sepuluh orang saksi yang diperiksa itu, lima di antaranya merupakan finalis yang menjadi korban.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kemudian juga provincial ini dua orang, kemudian salah satu fotografer satu orang, kemudian dari pihak pelapor atau kuasa hukum dalam laporan polisinya, kemudian satu CEO," tuturnya.
Kendati demikian, Trunoyudo tak membeberkan keterangan apa saja yang didapat penyidik dalam proses pemeriksaan. Ia hanya menyampaikan proses penyidikan masih terus berjalan.
"Tahap proses penyidikan kan tentunya telah melakukan pemeriksaan-pemeriksaan. Untuk berikutnya juga nanti akan ada saksi-saksi yang dilakukan pemeriksaan," ucap Trunoyudo.
Sebelumnya, finalis Miss Universe Indonesia 2023 berinisial N melaporkan dugaan pelecehan seksual terkait body checking dan foto tanpa busana ke Polda Metro Jaya, Senin (7/8).
Laporan teregister dengan Nomor LP/B/4598/VIII/2023/SPKT/POLDA METRO JAYA. Korban melaporkan terkait Pasal 4, 5, dan 6 Undang-undang TPKS serta Pasal 14 dan Pasal 15 Undang-Undang TPKS.
Merujuk keterangan pelapor, proses body checking terhadap finalis yang digelar di ballroom sebuah hotel di Jakarta Pusat itu turut disaksikan oleh tiga orang pria.
"Yang menurut keterangan pelapor di sana ada tiga orang laki-laki, kemudian juga ada satu orang wanita, sekitar beberapa saksi yang lain," kata Direktur Reskrimum Polda Metro Jaya Kombes Hengki Haryadi di Polda Metro Jaya, Jumat (11/8).
Hengki juga menyebut berdasarkan keterangan pelapor, proses body checking itu dilakukan di sebuah ruangan yang sedikit terbuka.
Tak hanya itu, pelapor juga menyampaikan ke penyidik bahwa mereka dipaksa untuk membuka baju dan dilakukan pengambilan gambar.
"Kemudian juga para korban ini merasa dipaksa untuk melepas bajunya kemudian difoto dan sebagainya. Bukan oleh ahli medis melainkan orang-orang yang tidak berkapasitas," ucap dia.
(dis/bmw)