Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta melarang penggunaan air tanah bagi para pemilik atau pengelola bangunan mulai 1 Agustus 2023.
Larangan itu tercantum dalam Peraturan Gubernur DKI Jakarta Nomor 93 Tahun 2021 tentang Zona Bebas Air Tanah.
"Setiap pemilik/pengelola bangunan dengan kriteria sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dilarang melakukan pengambilan dan/atau pemanfaatan Air Tanah mulai tanggal 1 Agustus 2023 kecuali untuk kegiatan dewatering," demikian bunyi Pasal 8 peraturan tersebut, sebagaimana dikutip Kamis (31/8).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Namun, tidak semua pemilik bangunan di Jakarta dilarang memanfaatkan air tanah. Dalam Pasal 2 peraturan tersebut mencantumkan sejumlah kriteria dan sasaran zona bebas air tanah.
Merujuk Pergub tersebut, zona bebas air tanah merupakan zona tanpa pengambilan dan/atau pemanfaatan air tanah sesuai dengan pertimbangan kemampuan kondisi akuifer atau peta zonasi konservasi air tanah, dan dukungan jaringan air bersih perpipaan.
Sementara, kriteria bangunan gedung yang dilakukan pengendalian air tanah di zona bebas air tanah itu meliputi; bangunan dengan luas lantai 5.000 meter persegi atau lebih, dan/atau bangunan dengan jumlah lantai delapan atau lebih.
Setelah berlakunya larangan pengambilan air tanah, setiap pemilik atau pengelola gedung wajib menginstalasi alat pencatat pengambilan atau pemakaian air otomatis tambahan dan peralatan pendukung pada saluran air masuk (inlet) dari masing-masing sumber.
Pengelola juga wajib menginstalasi pencatat air otomatis tambahan pada saluran air keluar (oulet). Kemudian, pengelola juga wajib menggunakan sumber alternatif pengganti air tanah.
Pergub itu juga mewajibkan pengelola melakukan penampungan air bersih yang berasal dari sumber alternatif pengganti air tanah dengan kapasitas penampungan paling sedikit dua hari kebutuhan air bersih untuk mengantisipasi situasi darurat.
Bagi pemilik atau pengelola bangunan yang tidak melaksanakan aturan tersebut akan diberikan sanksi administratif oleh Dinas Sumber Daya Air DKI Jakarta. Sanksi administratif dilakukan secara berjenjang berupa teguran tertulis; penghentian sementara kegiatan; dan pembekuan dan pencabutan izin.
(lna/isn)