Maria, perempuan adat Batin Sembilan, duduk di depan rumahnya yang berada di sudut kawasan Hutan Harapan, Kabupaten Batanghari, Jambi, Jumat (8/9) sore.
Dua bola mata Maria awas mengamati anaknya yang masih balita sedang bermain.
Beberapa kali Maria menyuruh anaknya berhati-hati. Balita itu pun sesekali mendekati dan memeluknya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Di balik momen itu, terdapat kekhawatiran Maria di tengah kabut asap akibat kebakaran hutan dan lahan (karhutla).
Ia mengatakan anaknya sudah mengalami batuk dan pilek. Ancaman ini diperparah dengan polusi yang timbul di jalan tanah liat yang acap kali berdebu.
"Bukan (sekadar) khawatir lagi. Kita sudah kena, kok, batuk-batuk. Sudah kabut asap, ada debu di jalan," kata Maria.
Ia sudah khawatir anaknya terkena infeksi saluran pernafasan akut (ISPA). Namun, ketika berbelanja, mau tidak mau Maria mengajak anaknya karena tidak bisa ditinggal.
"Anak-anak harus ikut untuk belanja, tidak bisa ditinggal," tuturnya.
Tidak hanya berbelanja, kelompok Batin Sembilan juga kerap keluar untuk menjual hasil hutan bukan kayu yang salah satunya getah damar. Mereka mesti melewati jalur di tengah perkebunan sawit yang berpolusi.
Asisten Manajer Community Livelihood and Development (CLD) PT Restorasi Ekosistem Indonesia (Reki) Muchtar Lutfi mengakui salah satu penyakit yang dikhawatirkan masyarakat adat Batin Sembilan adalah ISPA. Bahkan, katanya, risiko itu sudah ada sebelum kabut asap menjadi masif.
"Paling banyak itu ISPA dan penyakit kulit. Sebenarnya sebelum kabut asap saja, masalahnya itu," ujarnya, Jumat.
Selain ISPA, penyakit maag dan hepatitis juga menjadi ancaman bagi kelompok Batin Sembilan.
"Kalau penyakit yang berat, kebetulan ada bantuan dari dinas kesehatan," kata Lutfi yang kawasan hutan dikelola pihaknya termasuk menjadi bagian dari ruang hidup kelompok Batin Sembilan.
![]() |
Dalam menghadapi berbagai penyakit, Lutfi mengatakan warga Batin Sembilan sebenarnya mempunyai kearifan lokal untuk mengatasinya seperti mengonsumsi herbal yang dibuat dari tanaman di Hutan Harapan.
Misalnya, kata dia, olahan pasak bumi (Eurycoma longifolia) untuk mengatasi malaria dan demam, pucuk daun pohon kandis (Callophyllum) untuk mengatasi batuk kering dan batuk berdahak.
Bila penyakit yang diderita cukup parah dan sulit diobati, Batin Sembilan akan menggelar ritual Besale. Ia menjelaskan itu merupakan prosesi ritual pengobatan orang sakit dalam komunitas masyarakat adat Batin Sembilan.
Walau masyarakat adat itu sudah mengenal pengobatan modern, katanya, tradisi Besale masih dipertahankan.
"Belakangan ini, kalau masyarakat Batin Sembilan tidak sembuh, dia ke klinik PT Reki. Kalau tidak sembuh lagi, dirujuk ke puskesmas dan ke rumah sakit. Kalau tidak sembuh, akan pulang dan melakukan ritual Besale. Itu semalaman dari magrib sampai pagi," ujar Lutfi.
Lutfi mengatakan Klinik Besarno yang dikelola PT REKI itu didirikan sejak 2012 silam untuk membantu menjaga kesehatan dan melindungi masyarakat adat Batin Sembilan.
Dalam menghadapi ancaman ISPA di tengah kabut asap, Klinik Besamo sudah melakukan sosialisasi dan memberikan vitamin.
Pantauan CNNIndonesia.com, Kabupaten Batanghari dan Kota Jambi hari ini tidak diselimuti kabut asap tebal seperti beberapa hari sebelumnya. Kendati demikian, BMKG Jambi mengingatkan terdapat potensi kebakaran hutan dan lahan (karhutla) serta kabut asap selama September 2023.
"Kami memprediksi di bulan September ini masih musim kemarau, jadi masih harus diwaspadai adanya titik panas yang mengakibatkan kebakaran hutan-lahan dan mengakibatkan kabut asap pada September 2023," kata Kepala BMKG Jambi, Ibnu Sulistyono kepada CNNIndonesia.com.
(msa/kid)