Tim percepatan reformasi hukum yang dibentuk oleh Menko Polhukam Mahfud MD merekomendasikan untuk moratorium penggunaan personel TNI dan Polri dalam pengamanan obyek vital nasional (obvitnas).
Rekomendasi itu merupakan satu dari sejumlah poin yang dihasilkan Kelompok Kerja (Pokja) Reformasi Hukum Sektor Agraria dan Sumber Daya Alam di dalam tim itu. Seluruh rekomendasi dari empat pokja telah diserahkan kepada Presiden Jokowi.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Berdasar dokumen laporan rekomendasi tim, moratorium diminta dilakukan sampai ada kajian ulang tentang hubungan penempatan personil Polri dan TNI pada obvitnas serta aktivitas korporasi lainnya dengan kondisi keamanan, HAM dan konflik SDA.
"Moratorium penempatan baru personel Polri dan militer di korporasi bidang pertanahan dan SDA (BUMN dan swasta), hingga dilakukan kaji ulang peran Polri dan TNI pada obvitnas dan aktivitas korporasi lain," demikian dikutip dari dokumen laporan.
Rekomendasi lain dari pokja ini adalah pencabutan PP 26/2023 tentang Pengelolaan Hasil Sedimentasi Laut yang dinilai bermasalah dari aspek hukum, hak asasi manusia dan lingkungan hidup.
Aturan yang diteken Presiden Jokowi pada Mei lalu itu memang sempat menuai kritik dari sejumlah pihak.
Lebih lanjut, pokja ini juga menitikberatkan pada percepatan pembuatan prosedur "Satu Peta", pengakuan dan pemulihan hak-hak masyarakat hukum adat, pengesahan RUU Masyarakat adat serta perlindungan bagi pembela HAM-lingkungan.
Dalam hal penyelesaian konflik agraria dan mafia tanah serta eksekusi putusan perdata dan TUN terkait kasus agraria dan SDA, karena sifatnya yang kompleks dan membutuhkan rincian data, pokja merekomendasikan agar Presiden membentuk dua Satuan Tugas (Satgas).
Pertama, Satgas Percepatan Penyelesaian Konflik Agraria. Kedua, Satgas Pemberantasan Mafia Tanah dan Korupsi SDA.
Satgas-satgas tersebut diharapkan akan melakukan asesmen, identifikasi masalah dan kasus, serta mendorong penyelesaiannya.
Termasuk di dalamnya, kasus-kasus konflik lahan, masalah perizinan (termasuk di pulau kecil dan terluar), serta oprimalisasi penerimaan negara dari sektor SDA.
(yoa/dna)