UU MK Digugat, Minta Hakim Tak Berkerabat dengan Presiden dan DPR

CNN Indonesia
Jumat, 13 Okt 2023 05:15 WIB
Dalam gugatannya atas UU MK, advokat yang menjadi pemohon mengutip pandangan sejumlah ahli hukum, termasuk Ketua MK Anwar Usman soal kekuasaan kehakiman.
Ketua Mahkamah Konstitusi Anwar Usman dikenal pula sebagai adik ipar Presiden Jokowi. (ANTARA FOTO/SIGID KURNIAWAN)
Jakarta, CNN Indonesia --

Seorang advokat bernama Mochamad Adhi Tiawarman mengajukan uji materiil Pasal 15 ayat (2) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2020 (UU Mahkamah Konstitusi).

Adhi meminta syarat calon Hakim MK ditambah satu poin, yakni tidak terikat hubungan keluarga dengan Presiden dan/atau Anggota DPR.

Permohonan ini teregistrasi dengan Perkara Nomor 131/PUU-XXI/2023. Adhi menunjuk Muhammad Zen Al-Faqih sebagai salah satu kuasa dalam permohonan ini.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Zen turut mengutip pandangan ahli hukum soal kekuasaan kehakiman yang merdeka dalam penjelasannya pada sidang pemeriksaan pendahuluan. Salah satunya karya Ketua MK Anwar Usman yang berjudul 'Independensi Kekuasaan Kehakiman Bentuk dan Relevansinya bagi Penegak Hukum dan Keadilan di Indonesia'.

Dalam karya itu, kata Zen, Anwar Usman menerangkan kekuasaan kehakiman yang merdeka dipersonifikasikan pada diri hakim yang melekat sifat bebas, tidak boleh ada intervensi dari pihak manapun dan oleh siapapun, kecuali dinyatakan dalam Undang-Undang Dasar 1945 dan peraturan perundangan lainnya.

Menurut Zen, Anwar Usman menjelaskan tegaknya hukum dan keadilan suatu kasus atau perkara sangat bergantung dari situasi kebebasan yang dialami hakim yang memutusnya.

"Menurut pemohon, seorang Hakim Konstitusi harus terbebas dari hubungan keluarga, sedarah, atau semenda, sampai derajat ketiga dengan pihak yang berkepentingan terhadap objectum litis atau objek yang diadili," ujar Zen dalam persidangan di Gedung MK, Jakarta, Kamis (12/10).

Oleh karena itu, dalam petitumnya, pemohon meminta agar Majelis Hakim Konstitusi mengabulkan permohonan pemohon dengan menyatakan Pasal 15 ayat (2) UU MK konstitusional bersyarat.

"Menyatakan Pasal 15 ayat (2) UU MK tidak bertentangan dengan UUD 1945 dan mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang dimaknai 'Untuk dapat diangkat menjadi hakim konstitusi, selain harus memenuhi syarat sebagaimana dimaksud pada ayat (1), seorang calon hakim konstitusi harus memenuhi syarat: i. tidak terikat hubungan keluarga sedarah atau semenda sampai derajat ketiga dengan Presiden dan/atau anggota DPR'," kata Zen membacakan petitum permohonannya.

Nasihat hakim konstitusi

Hakim Konstitusi Guntur Hamzah, Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih, dan Hakim Konstitusi Daniel Yusmic P Foekh duduk sebagai majelis hakim panel pada persidangan kali ini.

Merespons permohonan yang disampaikan pemohon, Enny mengatakan pemohon harus menguraikan dalam permohonan mengenai kerugian pemohon apakah bersifat potensial atau aktual.

Jika kerugian pemohon bersifat potensial, maka terdapat kemungkinan bisa tidak terjadi. Sementara itu, jika kerugian pemohon bersifat aktual, maka hal ini dialami langsung oleh pemohon.

"Itu harus Anda uraikan, tetapi ini harus berkaitan, karena ini bicara soal syarat calon hakim MK. Anda cek dulu dari Pemohonnya itu. Kira-kira terkoneksi tidak dengan syarat yang ada di sini, sehingga memang ada anggapan kerugian di sini sekalipun potensial? Kalau tidak ada (kerugian) ya tidak bisa dilihat soal pokok (permohonan)-nya. Berhenti hanya di legal standing. Itu yang harus Anda perhatikan, memang belum diuraikan di sini baru cerita hal-hal di luar itu," jelas Enny.

Lalu, Daniel meminta pemohon untuk menambahkan perbandingan dengan negara lain atau hasil-hasil penelitian. Upaya itu dilakukan untuk memperkuat argumentasi dalam permohonannya.

Lebih lanjut, Guntur mengingatkan pemohon bahwa Presiden dan DPR itu bukan pihak dalam pengujian UU di MK, tetapi sebagai pemberi keterangan.

"Kalau permohonan ini dikabulkan, Anda kan tidak mempersoalkan norma pasal 15 ayat (2) ini. Tetapi ingin menambahkan norma baru, ini juga perlu dielaborasi lagi karena kan kerugian konstitusional itu dengan berlakunya norma. Normanya ini yang mana nih? Karena kalau berlakunya norma ini sepertinya tidak ada kerugian konstitusional pemohon tetapi Anda ingin menambahkan norma," kata Guntur.

Setelahnya, Guntur mengatakan pemohon diberi waktu selama 14 hari untuk memperbaiki permohonannya. Ia menyebut batas maksimal penyerahan berkas permohonan pada Rabu (25/10) pukul 09.00 WIB.

(kid/pop/kid)


[Gambas:Video CNN]
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER