Daftar 4 Hakim MK Beda Pendapat soal Putusan Syarat Capres-Cawapres

CNN Indonesia
Selasa, 17 Okt 2023 06:22 WIB
Sidang putusan gugatan batas usia capres cawapres, Senin (16/10). (ANTARA FOTO/AKBAR NUGROHO GUMAY)
Jakarta, CNN Indonesia --

Sebanyak empat Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) berbeda pendapat (dissenting opinion) terhadap putusan yang mengabulkan gugatan syarat calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) minimal berusia 40 tahun atau berpengalaman sebagai kepala daerah baik di tingkat provinsi maupun kabupaten/kota.

Putusan ini merespons permohonan perkara Nomor 90/PUU-XXI/2023 yang diajukan mahasiswa bernama Almas Tsaqibbirru Re A. Pemohon meminta MK mengubah batas usia minimal capres-cawapres menjadi 40 tahun atau berpengalaman sebagai kepala daerah baik di tingkat provinsi maupun kabupaten/kota.

Ketua MK Anwar Usman menyampaikan kesimpulan bahwa mahkamah berwenang mengadili permohonan tersebut. Pemohon dinilai memiliki kedudukan hukum untuk mengajukan permohonan dan pokok permohonan para pemohon beralasan menurut hukum untuk sebagian.

Berikut profil empat hakim MK yang berbeda pendapat (dissenting opinion) mengabulkan syarat pendaftaran capres-cawapres berusia minimal 40 tahun atau berpengalaman sebagai kepala daerah baik di tingkat provinsi maupun kabupaten/kota.

Wahiduddin Adams

Wahiduddin Adams atau Wahid merupakan hakim konstitusi di Mahkamah Konstitusi sejak 2014. Ia mengawali kariernya di bidang birokrasi sebelum menjadi penjaga konstitusi.

Jabatannya sebagai Dirjen Peraturan Perundang-Undangan Kemenkumham membawa dirinya kerap mendatangi Gedung MK. Sampai akhirnya ia dipercaya sebagai wakil presiden pada sidang pengujian undang-undang dan sengketa kewenangan lembaga negara di MK.

Wahid juga merupakan akademisi di UIN Jakarta dan Universitas Muhammadiyah Jakarta sebagai dosen mata kuliah Ilmu Perundang-undangan. Ia mengaku bahwa masa purnabaktinya akan berkecimpung di dunia akademik, namun dirinya diamanatkan menjadi hakim konstitusi.

Selain itu, ia juga sempat aktif di beberapa organisasi, yakni Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI), Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat, Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS), dan lainnya.

Saldi Isra

Saldi Isra adalah seorang hakim konstitusi yang menjabat sebagai Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi ke-6 untuk mendampingi Anwar Usman. Ia dilantik langsung oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) sebagai hakim konstitusi untuk menggantikan Patrialis Akbar pada 11 April 2017.

Sebelum berkarier di MK, Saldi dikenal sebagai Guru Besar Hukum Tata Negara Universitas Andalas. Bersamaan dengan itu, ia menempuh pendidikan pascasarjana di Universitas Malaya tahun 2001. Lalu, menamatkan gelar doktornya di UGM tahun 2009.

Saldi juga kerap aktif sebagai penulis di media massa atau jurnal di lingkup nasional maupun internasional. Kariernya ini yang membuat namanya dikenal sebagai Direktur pusat Studi Fakultas Hukum Unand yang berfokus pada isu-isu ketatanegaraan.

Ia mengaku jejaknya di MK berawal dari nasihat Mahfud MD ketika menjadi Ketua MK periode 2008-2013. Akhirnya, Wahid ikut mendaftarkan diri pada proses seleksi hakim konstitusi tahun 2017.



Arief Hidayat

Jejak Arief Hidayat di konstitusi dimulai saat ia mengucap sumpah jabatan sebagai salah satu pilar MK pada 1 April 2013. Ia bahkan menggantikan posisi Mahfud MD sebagai Ketua MK sejak 2008.

Arief sebelumnya adalah Guru Besar Ilmu Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Diponegoro yang juga menjabat sebagai dekan.

Setelah jabatan dekan berakhir, Arief memberanikan diri mendaftar sebagai hakim MK melalui jalur DPR. Ia mengusung makalah bertajuk 'Prinsip Ultra Petita dalam Putusan MK terkait Pengujian UU terhadap UUD 1945' saat uji kelayakan dan kepatutan.

Paparan materi tersebut membawa Arief terpilih menjadi hakim konstitusi dengan perolehan 42 suara dari 48 anggota Komisi III DPR.

Suhartoyo

Pada 17 Januari 2015, Suhartoyo mengucap sumpah di hadapan Jokowi untuk menggantikan Ahmad Fadlil Sumadi yang memasuki masa purnabaktinya sejak 7 Januari 2015. Sebelumnya, ia adalah Hakim Pengadilan Tinggi Denpasar.

Suhartoyo memiliki jejak karier yang panjang sebagai hakim. Ia pertama kali bertugas sebagai calon hakim di Pengadilan Negeri Bandar Lampung tahun 1986, hingga akhirnya dipercaya menjadi hakim Pengadilan Negeri di beberapa kota hingga tahun 2011.

Pemilihan Suhartoyo sebagai calon hakim konstitusi kerap mengalami kontroversi. Menurutnya, ia telah melewati beberapa proses tahapan yang telah ditentukan.

Suhartoyo juga sempat terkena isu menyidangkan kasus Sudjiono Timan atas perkara korupsi Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) dan kerap melakukan perjalanan ke Singapura sebanyak 18 kali selama persidangan.

(nhl/isn)


KOMENTAR

ARTIKEL TERKAIT
TOPIK TERKAIT
TERPOPULER
LAINNYA DARI DETIKNETWORK