Bareskrim Polri mengaku masih terus mengusut kasus dugaan korupsi dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) oleh pimpinan Ponpes Al-Zaytun Panji Gumilang.
Kasubit III Direktorat Tindak Pidana Ekonomi Khusus Bareskrim Polri Kombes Robertus Yohanes Dedeo mengatakan masih menunggu hasil audit yang sedang dilakukan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
"Proses penyelidikan kasus korupsi terhadap dana BOS. Terkait dana BOS masih dalam proses penghitungan kerugian negara," ujarnya saat dikonfirmasi, Senin (6/11).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dedeo mengatakan hasil audit terkait kerugian negara tersebut dibutuhkan penyidik untuk nantinya melakukan gelar perkara peningkatan status ke tahap penyidikan.
"Apabila nanti hasil auditnya ditemukan ada kerugian keuangan negara maka baru dapat ditingkatkan prosesnya ke penyidikan," jelasnya.
Kendati demikian, Dedeo mengaku belum bisa memastikan kapan hasil audit tersebut diperkirakan rampung. Pasalnya, kata dia, dugaan korupsi terjadi dalam beberapa periode aturan yang berbeda.
"Kita terus koordinasi, kalau target kapannya ya by progress. Karena lumayan, karena pengelolaan dana BOS itu ada beberapa kali regulasi peraturan," tuturnya.
Sebelumnya Bareskrim Polri telah menetapkan Panji Gumilang sebagai tersangka TPPU dengan tindak pidana asal yakni Penggelapan dan tindak pidana Yayasan.
Panji Gumilang disebut menggunakan dana pinjaman atas nama Yayasan Pesantren Indonesia senilai Rp73 miliar untuk keperluan pribadinya. Adapun uang pinjaman tersebut digunakan Panji untuk membeli barang-barang mewah hingga tanah atas nama dirinya dan keluarganya..
Untuk menutupi pinjaman yang dilakukan, Panji kemudian menggunakan dana yayasan yang didapat dari berbagai sumber. Termasuk di antaranya diduga dana iuran yang berasal dari orang tua santri.
Dalam hal ini, Panji diduga melanggar Pasal 3 UU Nomor 8 Tahun 2020 tentang TPPU dan atau Pasal 70 jo Pasal 5 UU Nomor 28 Tahun 2004 tentang Yayasan serta Pasal 372 KUHP tentang Penggelapan dan Pasal 2 UU Tindak Pidana Korupsi dengan ancaman hukuman maksimal 20 tahun penjara.