Aktivis Hak Asasi Manusia (HAM) Haris Azhar menegaskan hukuman pidana tidak akan menghentikan publik untuk mengkritik praktik bernegara yang tidak etis.
Ia mengamini bahwa kebebasan tidak ada yang absolut. Namun, kata dia, pejabat negara juga tak boleh absolut untuk tidak dikritik.
Dia menilai tuntutan pidana empat tahun penjara dalam kasus pencemaran nama baik terhadap Luhut Binsar Pandjaitan yang dijatuhkan JPU kepada dirinya merupakan praktik represi.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Menurut saya proses hukum yang dialamatkan kepada saya, terus ada tuntutan empat tahun itu menurut saya episode lanjutan dari praktik represi negara terhadap warga," kata Haris di seminar BEM FEB UI, Depok, Jawa Barat, Rabu (22/11).
Lebih lanjut, Haris juga berharap hakim menjatuhkan vonis bebas kepada dirinya dan rekannya, Fatia Maulidiyanti.
Haris menjelaskan penggunaan nama Lord Luhut dalam sebuah video yang diunggah melalui akun YouTube miliknya secara kebebasan berekspresi tidak salah. Begitupun dengan pernyataan Fatia Maulidiyanti terkait peran Luhut dalam bermain tambang di Papua.
"Bukti-bukti di persidangan juga sangat lemah, tidak memenuhi unsur-unsur logisnya. Saya dan Fatia tidak bisa dipidanakan," ujarnya.
Sebelumnya, Haris Azhar dituntut dengan pidana penjara empat tahun serta denda Rp1 juta subsider enam bulan kurungan dalam kasus pencemaran nama baik terhadap Luhut Binsar Pandjaitan.
JPU menilai Haris telah terbukti secara sah dan meyakinkan menurut hukum bersalah melakukan pencemaran nama baik.
Atas perbuatannya itu, Haris dinilai melanggar Pasal 27 ayat 3 juncto Pasal 45 ayat 3 Undang-Undang ITE juncto Pasal 55 ayat 1 KUHP.