Terpisah, Direktur Eksekutif Trias Politika Strategis, Agung Baskoro mengatakan Gen Z maupun milenial yang menjadi mayoritas pemilih di Pemilu 2024, lebih nyaman dengan sesuatu yang kesannya santai, menghibur, kreatif, lucu, namun bermakna.
Dalam konteks ini, meski Prabowo mungkin tidak tahu dengan apa itu gemoy, namun, menurut Agung, tim Prabowo-Gibran berhasil mengoptimalkan atau mengkapitalisasi joget gemoy itu sehingga menarik perhatian di media sosial.
"Sah-sah saja silakan, tapi jangan terlalu berlebihan, karena memang ada segmen pemilih lain yang perlu digarap dan harus dieksplore agar mereka paham Prabowo-Gibran siap untuk semua kalangan, semua generasi," kata Agung.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
![]() Calon presiden dari Koalisi Indonesia Maju (KIM) Prabowo Subianto berjoget usai menyambut relawan Matahari Pagi di Jakarta, Sabtu (17/11/2023). |
Ia berpendapat langkah tim Prabowo-Gibran yang mengemas konten kampanye dengan lebih ringan, sejalan dengan isu keberlanjutan yang dibawa. Di sisi lain, pasangan Anies-Muhaimin, kata dia, memang cocok kampanye gagasan karena membawa isu perubahan.
"Setiap capres-cawapres punya kekhasan, kita enggak bisa maksain Prabowo-Gibran harus ngomong gagasan, sama halnya enggak maksain Anies supaya joget gemoy, karena memang perubahan enggak bisa dengan joget-joget," katanya.
Sementara untuk kritik soal strategi gemoy dari kubu lawan terutama dari pasangan AMIN, Agung berpendapat alih-alih kritik, kubu AMIN lebih baik mencari cara untuk membendung strategi tim Prabowo-Gibran itu.
Ia menekankan gen Z dan Milenial memang suka hal yang menghibur, namun mereka juga bukan kelompok yang gampang terpengaruh.
Lihat Juga : |
"Alangkah lebih baik dan bijak untuk cari inovasi strategi atas goyang gemoy, kira-kira mereka punya strategi tandingan enggak untuk menetralisir gemoy ini. Akan lebih produktif, ketimbang dia mengkritik gemoy ini tidak substantif. Biarkan aja gemoy, cuma milenial, gen Z, bukan orang serampangan juga mudah terpengaruh," kata Agung.
Direktur Eksekutif Indonesia Political Opinion (IPO) Dedi Kurnia Syah mengatakan jika cara Bongbong Marcos berhasil di Filipina, maka memang layak ditiru.
Namun, menurutnya, secara teknis dan politis, gimik politik gemoy Prabowo berbeda dengan strategi Bongbong Marcos.
"Gimik itu hanya menarik keriuhan dan tren popularitas, belum tentu berimbas elektabilitas. Jika pun ada, tidak signifikan," kata Dedi.
Perbedaanya, kata dia, di Pemilu Filipina, Bongbong Marcos 'menjual' sisi baik dari ayahnya melalui media sosial. Lalu strateginya, mengubah persepsi publik dari realitas diktator menjadi tokoh berjasa bagi Filipina. Sementara gemoy Prabowo, menurutnya adalah originalitas gimik.
"Prabowo tidak membawa nama Soeharto atau mengulang kejayaan Soeharto dalam kampanyenya, Bongbong Marcos justru bisa saja mereplikasi cara kampanye partai Tomi Soeharto pada Pemilu lalu, semisal propaganda jika Soeharto membawa keamanan, kemakmuran," ujar Dedi.
Lihat Juga : |