Komisioner Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) nonaktif Firli Bahuri bicara soal kariernya di Polri hingga kasus korupsi e-KTP semasa kepemimpinan Agus Rahardjo usai menjalani pemeriksaan di Bareskrim Polri pada Jumat (1/12) malam.
Firli menyinggung perjalanan kariernya di Korps Bhayangkara. Tersangka kasus dugaan korupsi itu mengaku tetap bangga meskipun kini harus mengikuti proses hukum di Polri.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Saya hadir di Mabes Polri, lembaga yang kita banggakan, lembaga yang sudah membesarkan saya," kata Firli di Bareskrim Polri, Jumat (1/12).
Komisioner nonaktif KPK ini mengatakan kiprahnya menjadi anggota polisi sejak 1983 dengan pangkat Sersan Dua sampai jadi Jenderal Polisi Bintang 3.
Menurutnya, selama itu ia telah mengabdikan diri kepada bangsa dan negara.
"Dan sampai hari ini saya tetap bangga pada Polri," imbuhnya.
Tak hanya itu, Firli juga merespons dugaan intervensi Presiden Joko Widodo terhadap Ketua KPK periode 2015-2019 Agis Rahardjo soal penanganan kasus korupsi e-KTP.
Dia sadar bahwa jabatan pimpinan KPK rentan diintervensi pihak-pihak yang punya kuasa.
Oleh karenanya, lanjut dia, untuk menjadi pimpinan KPK harus bersikap berani.
"Jangan pernah menjadi pimpinan KPK kalau tidak berani untuk diintervensi, tidak berani untuk melawan tekanan. Rekan-rekan pasti melihat kenapa akhir-akhir ini terjadi, mungkin juga ada tekanan atau lainnya," ujar Firli.
Pada 2017 silam Setya Novanto ditetapkan sebagai tersangka kasus korupsi e-KTP. Agus Rahardjo mengungkap dirinya pernah dipanggil dan diminta Jokowi untuk menghentikan penanganan kasus tersebut.
Setya Novanto saat itu menjabat sebagai Ketua DPR RI dan Ketum Partai Golkar yang merupakan salah satu partai koalisi pendukung Jokowi.
Sementara itu, Firli resmi ditetapkan sebagai tersangka kasus pemerasan terhadap eks Mentan Syahrul Yasin Limpo pada 22 November 2023.
Tim penyidik telah memeriksa 91 orang saksi dan tujuh orang ahli. Kemudian sejumlah barang bukti telah disita yakni uang Rp7,4 miliar dalam pecahan Dolar Singapura dan Amerika Serikat.
Firli diduga melanggar Pasal 12E dan atau Pasal 12B dan atau Pasal 11 UU Tipikor juncto Pasal 65 KUHP dengan ancaman maksimal hukuman penjara seumur hidup.
(els/rds)