Bagi Nurma Lawra, pemilu selalu menjadi masa-masa meresahkan dan masa-masa dihantui rasa cemas ketika beraktivitas di publik.
Kecemasan Nurma itu bukan tanpa alasan. Transpuan asal Kabupaten Wonogiri, Jawa Tengah, ini berulang kali menjadi bulan-bulanan kelompok anti-LGBTQIA (Lesbian, gay, biseksual, transgender, queer, intersex, dan aseksual) akibat pernyataan tokoh-tokoh publik.
Nurma sendiri adalah salah seorang korban perundungan. Penyanyi campursari itu digeruduk warga dan lurah setempat saat menginap di rumah keluarganya beberapa waktu lalu. Mobilnya juga digembosi.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Saya dibilang mengajak anak-anak muda di situ untuk LGBT. Lha, yang ajak-ajak siapa? Wong saya di situ nggak ngapa-ngapain," katanya saat ditemui di kediamannya di Dusun Cinderejo, Desa Jatisari, Kecamatan Jatisrono, Wonogiri, Jawa Tengah, Selasa (19/12) lalu.
Kejadian tersebut sempat mengagetkan Nurma. Pasalnya, selama ini ia merasa memiliki berhubungan baik dengan warga dan lurah setempat.
"Saya di situ juga sering membantu. Ada warga yang rumahnya rusak parah, saya mintakan bantuan ke Pemda," katanya.
Ia menduga perundungan yang dialaminya tak lepas dari pemberitaan di sejumlah media yang menyebut LGBTQIA kian merebak di kalangan anak-anak dan usia muda.
"Saya nggak tahu kenapa kok tiba-tiba seperti itu. Yang jelas itu terjadi setelah rame berita LGBT itu," katanya.
Pengalaman serupa juga dirasakan Uwik, seorang transpuan yang berprofesi sebagai paralegal.
Ia mengatakan beberapa waktu lalu Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) Kota Solo mengadakan sosialisasi pencegahan HIV/AIDS dengan tema Say No to Drugs, LGBT, Free Sex di Kelurahan Sumber, Kecamatan Banjarsari, Solo.
Uwik merasa tema itu terkesan menyudutkan komunitas LGBTQIA, dengan mengaitkannya dengan obat-obatan terlarang, seks bebas, dan HIV/AIDS. Meski tidak sampai mengalami perundungan, Uwik mengatakan acara yang digelar KPA Kota Solo itu meresahkan komunitas.
"Teman-teman sangat menyayangkan kegiatan itu. KPA kan sudah kenal dengan kita-kita, kenapa kita tidak diajak bicara dulu?" katanya.
Di sisi lain, Uwik mengaku banyak rekan-rekannya yang merasa ketakutan setiap kali kampanye hitam di media sosial "menyenggol" kelompok mereka.
"Kita waswas, jujur aja. Kemarin acara (KPA) di Sumber saja teman-teman sudah bertanya-tanya, ada apa ini. Padahal itu tidak dipublikasikan," kata Uwik.
"Apalagi kalau isu digoreng untuk kampanye yang tingkatnya nasional," lanjutnya.
Hal senada disampaikan Nurma. Ia mengaku kecewa kelompok LGBTQIA digunakan sebagai bahan kampanye hitam.
"Siapa sih yang nggak kecewa dijadikan komoditas politik? Ya pasti kecewa. Tapi kita nggak tahu mau melawan caranya bagaimana? Caranya seperti apa?" katanya.
Perasaan Uwik dan Nurma pun sejalan dengan temuan Solidaritas Perempuan untuk Kemanusiaan dan Hak Asasi Manusia (Spek-HAM).
Manajer Divisi Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Berbasis Masyarakat (PPKBM) Spek-HAM, Fitri Haryani, mengatakan isu LGBTQIA untuk kampanye politik bisa memperkuat stigma negatif masyarakat.
Hal itu tercermin lewat jumlah kasus kekerasan terhadap kelompok LGBTQIA meningkat seiring dengan maraknya politisasi kelompok minoritas tersebut.
"Dalam beberapa bulan ini laporan yang kami terima mengalami peningkatan," katanya.
Dalam sebulan terakhir saja, kata Fitri, setidaknya ada delapan kasus kekerasan yang dialami kelompok LGBTQIA di Soloraya.
"Masyarakat yang kemudian mengecam, melakukan pengucilan, diskriminasi dari fasilitas kesehatan, bahkan sampai dikeluarkan dari pekerjaan," katanya.
Meningkatnya kasus tersebut membuat kelompok-kelompok LGBTQIA di Soloraya 'tiarap'. Mereka semakin berhati-hati menunjukkan orientasi seksual mereka ketika berada di tempat umum.
"Mereka merasa takut, waswas. Yang paling mencolok adalah teman-teman transpuan, atau orang awam menyebutnya waria. Mereka waswas untuk sekadar bertemu," katanya.
Temuan CNNIndonesia.com, kampanye hitam dengan isu LGBTQIA marak beredar di dunia maya. Serangan ini dialami ketiga pasangan calon yang tengah berkompetisi di Pemilu 2024.
Di X (dahulu Twitter) sempat menyebar kartun Prabowo-Gibran mengenakan dasi pelangi yang identik dengan simbol LGBTQIA. Pendukung paslon nomor urut 02 itu pun membantah isu tersebut. Mereka menyebut foto tersebut adalah hasil rekayasa digital.
Isu LGBTQIA juga menyasar capres nomor urut 03, Ganjar Pranowo. Fotonya membentangkan kain ulos warna-warni disandingkan dengan foto Anies mengenakan kafiyeh berbendera Palestina. Foto tersebut diunggah oleh dengan narasi "Capres dukung Palestina VS Capres dukung LGBT".
Anies pun tak luput dari serangan serupa. Foto-foto Jakarta bernuansa pelangi diunggah kembali di X dengan keterangan "Anies Baswedan sudah punya ide untuk memviralkan gaya hidup LGBT sejak 2024".
Dalam hal ini, Paslon nomor urut 01, Anies Baswedan - Muhaimin Iskandar sudah menyatakan sikapnya dengan tegas. Dalam acara Desak Anies, mantan Gubernur DKI Jakarta itu mengatakan tidak setuju dengan perilaku LGBTQIA. Namun ia berjanji tidak akan mendiskriminasi.
Sekretaris Partai Nasional Demokrat (Nasdem) Kota Solo, Pata Hindra Aryanto mengatakan Timnas Amin sudah melarang pendukungnya untuk merundung kelompok LGBTQIA di media sosial maupun di kehidupan nyata.
Hanya saja, Pata mengakui kubu Paslon 01 tidak memiliki aturan yang tegas jika ada pendukung yang melanggar larangan tersebut.
"Secara khusus nggak ada SOP. Tapi substansinya kami menghindari black campaign. Itu ditekankan banget sama Pak Anies dan timnya," kata Pata saat ditemui di Sekretariat Partai Nasdem, (31/12).
Terkait kampanye hitam yang dialamatkan ke paslon Anies-Muhaimin, Pata mengaku pihaknya sama sekali tidak tahu-menahu. Menurutnya, saat ini Timnas Amin lebih mengutamakan pendekatan ke masyarakat secara langsung daripada lewat media sosial.
"Kami gerakannya lebih ke pendulangan suara masyarakat. Jadi tidak bermain-main seperti itu. Lha kita ngapain memikirkan Paslon lain? Ngurus diri kita sendiri saja sudah repot kok," katanya.
Sikap Paslon 02 pun tak jauh berbeda. Ketua Tim Kampanye Daerah (TKD) Prabowo-Gibran, Ardianto Kuswinarno mengatakan sikap Prabowo-Gibran terkait isu LGBTQIA adalah harus memanusiakan.
"Pada prinsipnya kita juga sama. Kita harus memanusiakan rekan-rekan kita yang kebetulan punya kepribadian berbeda," katanya.
Ardi, sapan akrabnya, mengatakan kubu Paslon 02 memilih untuk mengabaikan serangan-serangan yang dialamatkan kepada mereka terkait isu LGBTQIA, karena serang-serangan tersebut tidak benar.
Lain halnya dengan kubu Anies-Muhaimin, Ardi menegaskan pihaknya akan mengingatkan relawan atau simpatisan Prabowo-Gibran yang menyerang paslon lain dengan isu LGBTQIA.
"Kami akan memanggil orang tersebut untuk tidak menyerang secara personal. Kita harus mengedepankan visi misi Pak Prabowo Gibran. Itu tidak elegan," katanya.
Dari kubu paslon 03, Ganjar Pranowo-Mahfud MD pun menyatakan sikap yang sama dengan Anies dan Prabowo. Juru bicara Tim Pemenangan Daerah (TPN) Ganjar - Mahfud, Her Suprabu menyebut penyelesaian masalah LGBTQIA bukan perkara mudah.
Menurutnya, negara harus tegas tapi tidak diskriminatif apalagi melakukan perundungan dan kekerasan kepada kelompok tersebut.
"Negara seharusnya tidak membiarkan tapi tidak permisif, tidak juga memberikan keistimewaan. Menurut saya ini harus seimbang karena ini masalah sosial yang harus diselesaikan lintas sektoral," katanya.
Her mengaku Ganjar-Mahfud tidak pernah mendapat dukungan secara resmi dari kelompok LGBTQIA, namun bisa saja ada perorangan yang terlibat dalam relawan.
"Secara resmi nggak ada. Tapi kalau secara individu mungkin relawan kita ada," kata Her.
Ia pun memastikan TKD Ganjar-Mahfud tidak mempersoalkan orientasi seksual relawan maupun para pendukung Paslon nomor urut 03 itu.
"Kita tidak mempermasalahkan. Kalaupun ada (pendukung dari kelompok LGBTQIA) pasti tidak mengatasnamakan komunitas itu," katanya.
Baca halaman berikutnya ...