Pakar Hukum Tata Negara, Yusril Ihza Mahendra menilai bahwa permintaan Kelompok Petisi 100 yang ingin agar Presiden Joko Widodo dimakzulkan jelang momen pemilihan umum (Pemilu) adalah inkonstitusional, karena tidak sejalan dengan ketentuan Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 7B.
Yusril menyebut, proses pemakzulan yang panjang tak mungkin dilakukan dalam kurun waktu kurang dari satu bulan.
Proses itu sendiri harus dimulai dari DPR yang menyatakan bahwa presiden ditetapkan melanggar Pasal 7B UUD 1945, yaitu melakukan pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, dan tindak pidana berat lainnya, melakukan perbuatan tercela, atau tidak lagi memenuhi syarat sebagai presiden.
Yusril menegaskan, tanpa uraian yang jelas terkait pelanggaran pada Pasal 7B UUD 45, maka pemakzulan itu menjadi langkah inkonstitusional.
"Perlu waktu berbulan-bulan untuk mempersiapkan DPR mengambil kesimpulan Presiden telah melakukan pelanggaran di atas. Andaipun DPR setuju, pendapat DPR itu harus diperiksa dan diputus benar tidaknya oleh MK," kata Yusril.
Lebih lanjut, apabila Mahkamah Konstitusi memutuskan pendapat DPR bahwa presiden melanggar terbukti secara sah dan meyakinkan, maka DPR akan menyampaikan usulan pemakzulan itu kepada MPR. Berikutnya, MPR yang bakal memutuskan apakah presiden akan dimakzulkan atau tidak.
Yusril memperkirakan, proses pemakzulan paling singkat membutuhkan waktu sampai enam bulan.
"Kalau proses itu dimulai sekarang, maka baru sekitar Agustus 2024 proses itu akan selesai. Pemilu 14 Februari sudah usai. Sementara kegaduhan politik akibat rencana pemakzulan itu tidak tertahankan lagi," katanya.
Jika proses pemakzulan dilakukan sekarang, maka Pemilu 2024 terancam gagal. Akibatnya, ketika masa jabatan Presiden Jokowi habis pada 20 Oktober mendatang, Indonesia belum memiliki presiden baru.
Dampak lebih jauh, Indonesia dapat masuk dalam kondisi kacau karena kevakuman kekuasaan.
Menurut Yusril, mereka yang ingin memakzulkan Jokowi seharusnya mendatangi fraksi-fraksi DPR, bukan Mahfud MD selaku Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan. Terlebih, Mahfud juga terlibat dalam pemilihan presiden (pilpres) 2024 sebagai calon wakil presiden (cawapres).
"Seharusnya mereka menyambangi fraksi-fraksi DPR, kalau ada yang berminat menindaklanjuti keinginan mereka agar segera dilakukan langkah-langkah pemakzulan. Mahfud sendiri menegaskan bahwa pemakzulan bukanlah urusan Menko Polhukam," ujarnya.
Secara pribadi, Yusril mengaku melihat gerakan pemakzulan ini sebagai gerakan inkonstitusional. Dirinya menduga, ada kelompok yang ingin memperkeruh suasana jelang pelaksanaan Pemilu 2024.
Di sisi lain, DPR pun tidak mempunyai inisiatif untuk melakukan pemakzulan. Hal itu juga diperlihatkan melalui keinginan meminta dilakukan angket atas Putusan Mahkamah Konstitusi No. 90/PUU-XXI/2023 yang potesial melahirkan pernyataan pendapat DPR yang terbukti tak mendapat dukungan.
Yusril pun mengajak masyarakat untuk bersama-sama membangun tradisi peralihan jabatan presiden agar berjalan dengan damai dan demokratis sesuai UUD 45.
"Saya mengimbau segenap lapisan masyarakat untuk memusatkan perhatian pada penyelenggaraan Pemilu yang tinggal satu bulan lagi dari sekarang. Dengan Pileg dan Pilpres yang dilakukan bersamaan, maka masa jabatan Presiden Jokowi akan berakhir 20 Oktober 2024 nanti," kata Yusril.
(adv/adv)