Hakim MK Arsul Sani Sebut Juga Diawasi Istri yang Komisioner KY
Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) yang baru resmi menjabat Arsul Sani menyadari kini bertugas di lembaga dengan pengawasan super ketat.
Arsul mengatakan saat ini Mahkamah Kehormatan MK (MKMK) juga telah dibentuk permanen. Namun, ia berkelakar juga diawasi istrinya yang menjabat Komisioner Komisi Yudisial (KY).
"Tapi Pak Palguna dan Prof. Yuliandri, saya InsyaAllah tidak hanya dikawal oleh MKMK, tapi dikawal juga oleh Komisioner KY yang ada di rumah saya. Jadi waskatnya insyaAllah cukup kuat ini. Istri saya kebetulan masih menjabat sebagai Komisioner Komisi Yudisial Republik Indonesia," ujar Arsul di Gedung MK, Kamis (18/1).
Arsul mengatakan istrinya pernah menjabat sebagai Wakil Ketua KY. Menurutnya, sang istri juga pernah menjabat menjadi Kepala Divisi Pengawasan Hakim.
"Jadi meskipun menurut putusan Mahkamah Konstitusi, KY tidak mengawasi hakim konstitusi, tapi itu tidak berlaku untuk saya," jelas Arsul disambut gelak tawa hadirin acara.
Dalam kesempatan itu, Arsul mengaku sebagai hakim MK memiliki tugas berat untuk bisa turut menegakkan independensi dan imparsialitas hakim. Tentunya, dengan dukungan seluruh Hakim MK beserta pengawasan dari MKMK.
Arsul, mantan Sekretaris Jenderal PPP, terpilih menjadi Hakim MK menggantikan Wahiduddin Adams. Arsul diusulkan oleh DPR.
Arsul telah mengucapkan sumpah sebagai hakim MK di hadapan Presiden Joko Widodo di Istana. Selain itu, ia juga mengaku sudah mengajukan pengunduran diri dari PPP dan DPR sejak akhir tahun lalu.
Persiapan sidang sengketa pemilu
Di sisi lain, Juru Bicara Hakim MK Enny Nurbaningsih mengatakan pihaknya bakal membahas terkait posisi Arsul dapat ikut mengadili dan memutus perkara perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) atau sengketa Pilpres 2024.
Sebelum menjadi hakim MK, Arsul adalah politikus PPP yang menjadi salah satu pengusung capres-cawapres nomor urut 3 Ganjar Pranowo-Mahfud MD.
"Iya itu nanti menjadi bagian yang akan kami sampaikan di rapat permusyawaratan hakim sesuai dengan pakta integritas yang sudah kami sepakati. Jadi kami memang akan menghindari sedemikian rupa yang namanya konflik kepentingan. Sepanjang kemudian tidak sampai kurang dari tujuh (hakim yang menangani perkara), minimal kan 7 (hakim)," ujar Enny di Gedung MK, Jakarta, Kamis (18/1).
Enny menjelaskan MK mesti tegak lurus kepada asas penyelenggaraan kekuasaan kehakiman yang turut mengatur terkait konflik kepentingan dalam memutus perkara. Konflik kepentingan yang telah diatur yakni hubungan sedarah, semenda ataupun "hubungan emosional".
"Ya otomatis, paling tidak dipindah panelnya. Dia tidak akan menyelesaikan panel yang berkaitan dengan PPP," ujarnya.
(pop/fra)