Politikus PDIP: Jokowi Lebih Baik Cuti Jika Ingin Kampanye
Presiden Joko Widodo menyatakan seorang presiden boleh berkampanye dan memihak dalam pemilu. Pernyataan itu menimbulkan berbagai respons dari banyak pihak, termasuk PDI Perjuangan.
Ketua DPP PDIP Said Abdullah menyoroti pernyataan Jokowi tersebut. Menurut dia, seharusnya Jokowi dalam posisi netral dan tidak membuat pernyataan yang justru menimbulkan ambiguitas.
Said menyebut, jika benar-benar ingin berkampanye pada Pemilu 2024, sebaiknya Jokowi dapat mengambil cuti sebagai Presiden dan menyerahkan tampuk kepemimpinan sementara kepada wakilnya, Ma'ruf Amin. Apalagi cuti tersebut diperbolehkan dan diatur dalam Undang-Undang No 7 tahun 2017 tentang Pemilu.
"Saya lebih menaruh respek dan hormat terhadap beliau, bila dinyatakan saja oleh beliau, bila ingin mengoreksi kehendaknya untuk netral, demi putera sulung beliau dapat cuti selama pilpres, menyerahkan tampuk kepemimpinan pemerintahan sementara kepada wakil presiden, sebagaimana di atur dalam Pasal 281 Undang Undang No 7 tahun 2017 tentang Pemilu," ujar Said dalam keterangan tertulisnya, Jumat (26/1).
Menurut Said, cuti menjadi langkah terbaik bagi Jokowi ketimbang menyatakan netral pada Pilpres 2024, namun secara subtansial menggunakan fasilitas negara dan perangkat kekuasaan pemerintahan untuk berpihak kepada Gibran Rakabuming Raka yang menjadi calon wakil presiden mendampingi Prabowo Subianto.
"Jika ini terjadi saya kira hal ini akan menambah akumulasi krisis etik terhadap lembaga kepresidenan. Pertunjukan terbuka atas konflik kepentingan ini kian merusak tatanan sistem pemerintahan dan negara hukum," katanya.
Selain itu, lanjut Said, jika Jokowi tidak mengambil cuti sebagai presiden dan justru ikut berkampanye menggunakan fasilitas negara, maka mantan Gubernur DKI Jakarta tersebut berpotensi menabrak Pasal 282 UU Pemilu. Pasal 282 itu, berbunyi "pejabat negara, pejabat struktural, dan pejabat fungsional dalam jabatan negeri, serta kepala desa dilarang membuat keputusan dan/atau melakukan tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu peserta pemilu selama masa Kampanye".
Menurut Said, tersurat jelas dalam pasal tersebut, bahwa Jokowi bukan peserta pemilu. Karena itu, hendaknya Jokowi memberikan teladan etik yang baik sebagai presiden, sehingga bisa menjadi tuntunan nyata bagi aparat di bawahnya.
"Kita ingin presiden adalah presiden kita semua, bukan presiden yang menjadi milik satu kelompok politik tertentu. Presiden yang memberikan teladan baik di akhir masa pemerintahannya, meninggalkan warisan suksesi kepemimpinan nasional secara demokratis," tutur Said.
Seperti diketahui, Jokowi sebelumnya menyatakan bahwa seorang presiden boleh untuk kampanye dan memihak dalam pemilu. Jokowi mengatakan hal tersebut untuk merespons kritik terhadap menteri-menteri yang berkampanye selama Pilpres 2024.
Menurut Jokowi, hal itu tidak melanggar aturan. Sebab, kata Jokowi, presiden bukan hanya berstatus sebagai pejabat publik, namun juga pejabat politik.
"Presiden itu boleh loh kampanye. Presiden itu boleh loh memihak. Boleh, tetapi yang paling penting waktu kampanye tidak boleh menggunakan fasilitas negara," kata Jokowi di Landasan Udara Halim Perdanakusuma, Jakarta, Rabu (24/1).
Sekadar informasi masa kampanye Pilpres 2024 dimulai pada 28 November 2023 hingga 10 Februari 2024 mendatang. Setelah itu memasuki masa kampanye. Kemudian hari pemungutan suara jatuh pada 14 Februari 2024.
(ory)