SETARA Institute merilis laporan indeks kota toleran 2023. Kota Singkawang memperoleh predikat sebagai kota dengan toleransi tertinggi dari total 94 kota yang menjadi objek kajian.
Berdasarkan laporan yang dirilis Setara pada Selasa (30/1), Singkawang memperoleh skor 6,500.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Di peringkat 10 besar kota dengan skor tertinggi setelah Singkawang adalah Bekasi dengan skor 6,460; Salatiga dengan skor 6,450; Manado dengan skor 6,400; dan Semarang dengan skor 6,230.
Lalu, Magelang dengan skor 6,220; Kediri dengan skor 6,073; Sukabumi dengan skor 5,997; Kupang dengan skor 5,953; dan Surakarta dengan skor 5,800.
Sementara itu, 10 besar kota dengan skor toleransi terendah adalah Depok dengan skor 4,010; Cilegon dengan skor 4,193; Banda Aceh dengan skor 4,260; Padang dengan skor 4,297; dan Lhokseumawe dengan skor 4,377.
Kemudian, Mataram dengan skor 4,387; Pekanbaru dengan skor 4,420; Palembang dengan skor 4,433; Bandar Lampung dengan skor 4,450; dan Sabang dengan skor 4,457.
Secara total, objek kajian indeks kota toleran adalah 94 kota dari total 98 kota di seluruh Indonesia.
Empat kota yang dieliminasi merupakan kota-kota administrasi di Jakarta yang digabungkan menjadi satu, kota DKI Jakarta.
Penggabungan dilakukan karena secara administratif dan legal, kota-kota tersebut tidak memiliki kewenangan untuk mengeluarkan peraturan perundang-undangan, sehingga dinilai tidak valid untuk dinilai secara terpisah.
Studi IKT menetapkan empat variabel dengan delapan indikator sebagai alat ukur. Pertama, regulasi pemerintah kota. Indikatornya adalah rencana pembangunan dalam bentuk RPJMD dan produk hukum pendukung lainnya serta ada tidaknya kebijakan diskriminatif.
Kedua, regulasi sosial. Indikatornya adalah peristiwa intoleransi dan dinamika masyarakat sipil terkait isu toleransi.
Ketiga, tindakan pemerintah. Indikatornya adalah pernyataan pejabat kunci tentang isu toleransi dan tindakan nyata terkait isu toleransi.
Keempat, demografi sosio-keagamaan. Indikatornya adalah heterogenitas keagamaan penduduk dan inklusi sosial keagamaan.
Sumber data penelitian diperoleh dari dokumen resmi pemerintah kota, data Badan Pusat Statistik (BPS), data Komnas Perempuan, data SETARA Institute, dan referensi media terpilih.
Pengumpulan data juga dilakukan melalui kuesioner self- assessment kepada seluruh pemerintah kota.
Dengan mempertimbangkan perbedaan tingkat pengaruh masing-masing indikator pada situasi faktual toleransi di setiap kota, SETARA Institute melakukan pembobotan dengan persentase berbeda pada setiap indikator.
(yoa/tsa)