Migrant Care kembali melaporkan dugaan pelanggaran administrasi yang dilakukan oleh KPU dan Panitia Penyelenggara Pemilu Johor Bahru, Malaysia kepada Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), Kamis (1/2).
Direktur Eksekutif Migrant Care Wahyu Susilo menyatakan laporan itu terkait dengan data ganda daftar pemilih tetap luar negeri (DPTLN) Pemilu 2024 di Johor Bahru. Mereka menemukan data ganda sebanyak 3.238 nama dengan alamat dan umur yang sama.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Dengan ini membuktikan bahwa KPU tidak mempunyai standar baku bagaimana penetapan data DPTLN di masing-masing kota/negara," kata Wahyu usai melakukan pelaporan di Bawaslu, Jakarta.
Selain menemukan ribuan data ganda, Migrant Care menemukan banyak data ganjil. Mereka menemukan 22 orang dari DPTLN Johor Bahru dengan bertuliskan alamat Indonesia yaitu di Sumenep, Jawa Timur.
Kemudian, 2 orang beralamat di Jember, Jawa Timur dan 19 nama dalam data tertulis cuti/rehat/pulang.
Wahyu pun mengingatkan KPU dalam tugasnya sesuai dengan Pasal 66 a UU No. 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum yaitu harus melakukan pemutakhiran data pemilih. Tugas itu dibantu oleh PPLN dalam hal ini adalah PPLN Johor Bahru.
Menurut Wahyu, KPU dan PPLN Johor Bahru seharusnya melaksanakan tugas tersebut dengan baik. Apalagi, wilayah Johor Bahru merupakan salah satu wilayah dengan jumlah pemilih terbanyak pemilu Indonesia di luar negeri. Total pemilihnya mencapai 119.491 orang.
Wahyu berujar pemilih yang ada di luar negeri rentan untuk 'diakali 'atau digunakan untuk mark up suara. Oleh sebab itu, dia meminta KPU dan PPLN meninjau ulang memperbarui data tersebut.
"Saya kira ini demi kepentingan publik karena satu suara pun mempengaruhi ya. Karena kita tahu, ekstremnya misalnya nanti kalau nanti pilpresnya itu 49 persen plus atau berhadapan 49 persen, untuk mencapai 50 persen dan untuk sampai plus 1, itu kan rekapitulasi biasanya, rekapitulasi paling akhir itu adalah luar negeri," ujarnya.
"Sehingga, kalau misalnya ada potensi-potensi kecurangan, potensi mark up yang itu mengakibatkan keuntungan ataupun kerugian dari kontestan secara tidak sah, saya kira ini sebuah kerugian yang luar biasa bagi penyelenggaraan pemilu di Indonesia," imbuhnya.
(yla/pmg)