Direktur Eksekutif Perludem Khoirunnisa Nur Agustyanti menyoroti janggal data Sirekap Pemilihan Legislatif atau Pileg 2024 KPU lantaran ada perbedaan antara jumlah perolehan total suara partai dengan jumlah akumulasi perolehan suara yang didapatkan tiap-tiap caleg.
"Perolehan suara total itu harusnya adalah akumulasi dari perolehan suara partai dan suara caleg, (keanehan) ini bisa jadi di Sirekapnya," kata Khoirunnisa kepada CNNIndonesia.com, Kamis (15/2).
Semisal total perolehan suara Partai Gerindra di Dapil Jakarta II dalam Sirekap tertulis mendapatkan 14.238 suara. Namun anehnya, terdapat salah satu calegnya yang bernama Agus Anwar Moka yang mendapatkan suara 43.755 suara. Artinya, suara Moka lebih tinggi dari total perolehan suara Partai Gerindra di Sirekap Pileg.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Padahal, apabila diakumulasikan suara dari tujuh caleg Gerindra yang maju di Dapil ini, seharusnya Gerindra mendapatkan total perolehan suara sebesar 67.189, bukan 14.238 suara seperti yang tercantum dalam Sirekap Pileg.
Tak hanya Partai Gerindra, kejanggalan juga terjadi di Partai Kebangkitan Nusantara (PKN) di Dapil II DKI Jakarta. Dalam Sirekap Pileg menunjukkan PKN mendapatkan total perolehan suara sebesar 992.
Padahal, terdapat salah satu calegnya Mirwan Amir mendapatkan 1.525 suara. Jika ditotal akumulasi perolehan suara tujuh orang calegnya seharusnya PKN mendapatkan toral suara sebesar 5.036 suara, bukan 992 suara.
Perolehan total suara Partai Garda Republik di Dapil II DKI Jakarta juga mengalami kejanggalan. Partai Garda Republik di Sirekap Pileg ditulis perolehan suara total hanya 343.
Padahal, calegnya bernama Putri Aisyah mendapatkan 1.130 suara dan Tia Fathiah mendapatkan 1.884 suara.
CNNIndonesia.com berusaha menghubungi komisioner KPU Idham Holik dan Betty Idroos lewat pesan singkat terkait janggalnya data di Sirekap Pileg tersebut. Namun yang bersangkutan belum merespons hingga berita ini diturunkan.
Sementara itu, peneliti lembaga survei Charta Politika Ardha Ranadireksa menduga tak sinkronnya data itu terjadi karena ada yang eror dalam sistem Sirekap.
"Menurut saya, adanya eror dalam sistem yang dimiliki KPU itu menunjukkan KPU kurang siap dalam menyelenggarakan Pilpres ini," kata Ardha kepada CNNIndonesia.com, Kamis.
Ardha mengatakan tak sinkronnya data di Sirekap KPU itu sangat krusial dan sensitif. Karenanya, ia mengatakan kondisi itu mengakibatkan sebagian kalangan semakin yakin ada kecurangan dalam Pemilu kali ini.
"Meskipun, menurut saya, adanya eror yang terjadi seperti ini tidak akan mengubah proyeksi perolehan suara yang sudah ada dalam quick count beberapa lembaga survei," kata dia.