KPU Pertimbangkan Pemungutan Suara Ulang di Kuala Lumpur, Tanpa Pos

CNN Indonesia
Jumat, 23 Feb 2024 22:15 WIB
Komisi Pemilihan Umum (KPU) mempertimbangkan untuk menggelar pemungutan suara ulang (PSU) di Kuala Lumpur, Malaysia, tanpa metode pos. (ANTARA FOTO/Virna Puspa Setyorini)
Jakarta, CNN Indonesia --

Komisi Pemilihan Umum (KPU) mempertimbangkan untuk menggelar pemungutan suara ulang (PSU) di Kuala Lumpur, Malaysia, tanpa metode pos.

Ketua KPU RI Hasyim Asy'ari menjelaskan pertimbangan ini muncul usai Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) merekomendasikan PSU untuk Pemilu di Kuala Lumpur yang menggunakan metode pos dan kotak suara keliling (KSK).

PSU ini dipertimbangkan lantaran pemungutan suara lewat metode pos dinilai kerap bermasalah. Hasyim menyebut Pemilu di Kuala Lumpur dengan metode pos juga pernah bermasalah lima tahun lalu.

"Sehingga kemungkinan metode pemungutan suara ulang yang akan digunakan adalah metode TPS LN (tempat pemungutan suara luar negeri) dan metode KSK. Mengapa? Karena pemilihnya juga tersebar di beberapa tempat. Sehingga yang jauh-jauh dari ibukota atau dari TPS itu akan dilayani KSK," ujar Hasyim dalam konferensi pers di Kantor KPU RI, Jakarta, Jumat (23/2).

Dalam kesempatan itu, Hasyim menjelaskan bahwa pihaknya akan memulai rangkaian PSU dengan pemutakhiran data pemilih di Kuala Lumpur. 

Hasyim menyebut pemutakhiran data pemilih mesti dilakukan karena ada banyak alamat pemilih yang tidak dikenali. pemutakhiran data pemilih itu dilakukan berbasis dari daftar pemilih tetap (DPT) yang telah ditetapkan pada 20-21 Juni 2023 oleh Panitia Pemilihan Luar Negeri (PPLN) Kuala Lumpur.

Ia pun menegaskan bahwa tidak ada pemilih baru yang akan berpartisipasi dalam PSU di Kuala Lumpur.

"Yang akan kita lakukan pemutakhiran adalah alamat-alamat yang tidak dikenali. Sekali lagi, untuk PSU di Kuala Lumpur tidak kemudian dilakukan dengan menambah pemilih baru, tidak. Yang namanya ulang ya diikuti oleh pemilih yang sudah ada di dalam DPT," jelas Hasyim.

Hasyim menjelaskan alamat-alamat yang tidak diketahui itu akan dikeluarkan dari DPT, sehingga itu menjadi dasar untuk kegiatan pemutakhiran data pemilih. Setelah itu, KPU akan menyinkronkan data tersebut dengan daftar hadir pemilih dengan metode TPS LN. Sebab, pemilih yang telah menggunakan hak pilihnya dengan metode TPS LN tidak perlu lagi ikut dalam PSU.

Masih susun jadwal

Hasyim menjelaskan pihaknya tengah menyusun jadwal penyelenggaraan PSU di Kuala Lumpur tersebut.

Ia mengatakan pihaknya sedang menghitung waktu untuk pemutakhiran data pemilih, waktu rekrutmen ulang kelompok penyelenggara pemungutan suara (KPPS), hingga waktu mengidentifikasi surat suara yang masih bisa digunakan.

Hasyim mengatakan hal itu juga turut dikomunikasikan dengan Bawaslu. Upaya itu dilakukan agar hal yang dilakukan KPU sesuai dengan rekomendasi Bawaslu dan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.

Ia menegaskan bahwa rekapitulasi hasil penghitungan suara untuk pemilu di Kuala Lumpur nantinya harus sudah selesai sebelum penetapan hasil pemilu nasional oleh KPU RI.

"Jadi kalau tanggal 20 Maret 2024 itu adalah penetapan hasil pemilu secara nasional oleh KPU, maka dijadwalkan sebelum tanggal itu harus sudah ada rekapitulasi hasil penghitungan dan pemungutan suara di Kuala Lumpur, baik yang ulang maupun hasil pemilihan metode TPS yang dilaporkan ke KPU pusat dan dimasukkan ke dalam rekapitulasi," jelas Hasyim.

Ketua Bawaslu RI Rahmat Bagja mengatakan pihaknya menemukan dugaan pelanggaran administratif pemilu yang terjadi di Kuala Lumpur, Malaysia.

Karenanya, Panwaslu Kuala Lumpur pun mengeluarkan sejumlah rekomendasi kepada PPLN Kuala Lumpur. Di antaranya, tidak menghitung hasil pemungutan surat suara dengan metode pos dan KSK di seluruh wilayah Kuala Lumpur.

"Melaksanakan pemungutan suara ulang dengan metode pos dan surat suara keliling," ucap Bagja dalam tayangan YouTube Bawaslu, Rabu (14/2).

Bagja menyebut pemungutan suara ulang di Kuala Lumpur dilakukan dengan menggelar pelaksanaan pemutakhiran daftar pemilih untuk metode pos dan KSK terlebih dahulu.

"Tidak menetapkan pemilih yang telah memberikan suara di tempat pemungutan suara Kuala Lumpur, yang sudah memilih di TPS, untuk dijadikan basis data sebagai pemilih dan tidak diikutkan dalam metode pos dan KSK. Untuk menghindari terjadinya pemilih yang mencoblos 2 kali," kata Bagja.

Selain itu, rekomendasi Panwaslu juga meminta agar dilakukannya evaluasi metode pos dan pemilihan metode lain guna menghindari kejadian serupa.

(pop/rds)


KOMENTAR

ARTIKEL TERKAIT
TOPIK TERKAIT
TERPOPULER
LAINNYA DARI DETIKNETWORK