Berdasarkan pemutakhiran data Sirekap KPU per Selasa (5/3) pukul 09.00 dengan progres 65,89 persen, PDIP masih memimpin perolehan suara untuk kursi DPR dari Pemilu 2024. Dia disusul tipis Golkar yang berada di peringkat kedua.
PDIP sementara ini masih kokoh berstatus sebagai partai politik dengan perolehan suara terbanyak di Pileg 2024. Partai berlambang kepala banteng itu meraih 12.610.378 atau 16.39 persen suara.
Posisi PDIP kemudian disusul Partai Golkar dengan perolehan sebesar 11.581.468 atau 15.05 persen suara. Selisih keduanya hanya 1,34 persen padahal data yang masuk ke KPU baru 65,89 persen.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Belum ada keputusan resmi siapa pemenang pemilu legislatif. Apalagi Real Count KPU bukan hasil resmi yang jadi patokan. Semua masih menunggu hitung manual KPU yang dilakukan secara berjenjang dari tingkat daerah higga pusat.
Berdasarkan Undang-undang tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (UU MD3), kursi ketua DPR ditentukan dari perolehan kursi terbanyak partai politik di parlemen.
Dalam pasal 427D ayat 1 huruf b UU MD3 disebutkan bahwa "ketua DPR ialah anggota DPR yang berasal dari partai politik yang memperoleh kursi terbanyak pertama di DPR.".
Dengan demikian, partai politik yang mendapatkan kursi terbanyak DPR RI pada Pileg 2024 akan mendapatkan jatah Ketua DPR RI periode 2024-2029.
Pengamat politik Universitas Andalas, Asrinaldi memprediksi PDIP menguasai perolehan kursi di DPR. Prediksi itu mengacu pada real count KPU yang mencatat PDIP ada di posisi puncak perolehan suara Pileg 2024.
"Kecenderungannya PDIP, saya melihatnya seperti 2019-2024," kata Asrinaldi kepada CNNIndonesia.com, Senin (4/3) malam.
Kemenangan di Pemilu 2024, kata dia, membuat posisi PDIP kian strategis jika berani menjadi partai politik oposisi pemerintah.
Menurutnya, PDIP tak akan ragu memilih jalan oposisi setelah dua dekade jadi partai pendukung pemerintah.
Asrinaldi mengatakan PDIP hanya perlu merancang strategi untuk mendapatkan dukungan dari partai politik Koalisi Perubahan yang berisikan NasDem, PKB, dan PKS. Sejauh ini, berdasarkan Sirekap KPU, tiga partai itu berpeluang pula masuk ke kursi parlemen.
Selain itu ada pula PPP yang sejauh ini berada di posisi buncit masuk ke DPR 2024-2029. PPP adalah koalisi PDIP dalam mengusung Ganjar Pranowo-Mahfud MD di Pilpres 2024.
"Kita lihat, besok [Selasa ini] kan pembukaan sidang pasca reses, apakah memang isu soal hak angket itu bisa mereka dorong. Kalau iya berarti mereka sudah mempunyai pemahaman yang sama terkait dengan menjadi oposisi," ujar Asrinaldi.
Dihubungi terpisah, Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) bidang legislasi Lucius Karus mengatakan sementara ini parpol yang berpotensi menjadi penguasa di DPR yakni PDIP dan Golkar.
Namun menurutnya penguasaan di parlemen tak hanya ditentukan siapa dari kedua parpol yang lebih banyak memperoleh jumlah kursi.
Sebab, dengan capaian suara yang tidak dominan dibandingkan dengan yang lain, maka salah satu parpol tak bisa mendominasi parlemen sendirian. Dominasi di parlemen lebih banyak akan ditentukan akumulasi jumlah kursi parpol-parpol yang nanti akan membangun koalisi atau oposisi.
"Jadi baik PDIP maupun Golkar, jika keduanya menjadi salah satu peraih kursi terbanyak dengan selisih yang tidak signifikan sama-sama tak bisa dominan hanya dengan mengandalkan kekuatan jumlah kursi. Parpol-parpol harus memilih untuk membentuk koalisi parpol demi memperkuat dominasi di parlemen," katanya.
Lucius menjelaskan mekanisme pemilihan Ketua DPR menurut Tata Tertib Nomor 1 Tahun 2020 masih menganut sistem pengusulan pimpinan DPR berdasarkan paket.
Sistem paket ini tak mengandalkan jabatan pimpinan DPR pada jumlah kursi. Sistem pemilihan pimpinan berdasarkan jumlah kursi dikenal dengan sebutan sistem proporsional.
Dengan sistem pemilihan pimpinan berdasarkan paket, kata dia, jabatan Ketua dan Wakil Ketua DPR akan sangat ditentukan oleh kompromi sejumlah fraksi yang mengusung paket pimpinan atas dasar kesepakatan di antara fraksi-fraksi yang menjadi pesertanya.
Menurutnya, masing-masing fraksi bisa mengusulkan satu wakil untuk disertakan dalam paket calon pimpinan DPR. Satu fraksi hanya boleh mengusung satu anggotanya dalam salah satu paket yang diusulkan.
"Jadi kekuatan kompromi antar fraksi yang tergabung dalam koalisi pengusung paket calon pimpinan yang akan menentukan siapa saja yang akan menjadi Ketua dan Wakil Ketua DPR berdasarkan UU MD3 dan Tata Tertib DPR yang berlaku sekarang ini," ujar Lucius.
Baca halaman selanjutnya.