ANALISIS

Usul Hak Angket Pemilu di DPR, Antara Pengawasan dan Tendensi Politik

CNN Indonesia
Rabu, 06 Mar 2024 13:56 WIB
Hak angket kecurangan pemilu 2024 diusulkan dalam Rapat Paripurna, tapi tak direspons pimpinan DPR nyang memimpin sidang.
Hak angket kecurangan pemilu 2024 diusulkan dalam Rapat Paripurna, tapi tak direspons pimpinan DPR. (CNN Indonesia/Khaira Ummah)
Jakarta, CNN Indonesia --

Tiga anggota DPR RI dari Fraksi PDI Perjuangan, PKB, dan PKS mengusulkan pengguliran hak angket untuk mendalami dugaan kecurangan Pemilu 2024. Usulan itu tak direspons pimpinan DPR pada Rapat Paripurna ke-13, pembukaan masa sidang IV 2023-2024.

Anggota DPR yang mengusulkan hak angket itu berasal dari partai pengusung capres dan cawapres Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar serta Ganjar Pranowo-Mahfud MD di Pilpres 2024. Partai lainnya yaitu NasDem dan PPP, tak ikut bersuara dalam rapat.

Dalam interupsinya, Luluk Nur Hamidah dari Fraksi PKB mengatakan tak pernah melihat proses pemilu sebrutal kali ini. Ia menilai angket perlu digulirkan untuk memberikan kepastian kalau proses pemilu sepenuhnya dijalankan berdasarkan daulat rakyat.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Kemudian, anggota DPR dari Fraksi PKS, Aus Hidayat Nur mendorong hak angket untuk membuktikan kecurigaan terhadap pemilu yang tidak jujur dan adil. Ia menilai hak angket bisa menjadi instrumen yang bisa digunakan DPR untuk menyelesaikan persoalan itu.

Usulan itu juga didukung anggota DPR dari Fraksi PDIP, Aria Bima. Ia berharap pimpinan menyikapi usulan tersebut dengan bijak, baik itu lewat hak angket maupun interpelasi.

Aria mengatakan secara kelembagaan, PDIP baru mengkaji kebutuhan pengguliran hak angket ini. Belum sampai pada poin mereka pasti akan menggulirkan hak angket.

Ia menyebut soal sikap resmi apakah akan menggulirkan hak angket atau tidak itu nantinya akan disampaikan oleh pimpinan fraksi PDIP.

"Lewat sekjen partai menugaskan untuk mengkaji lebih dalam tentang hal yang menyangkut hak angket," kata Aria Bima dalam kesempatan terpisah, dikutip dari CNN Indonesia TV.

Djarot Saiful Hidayat, anggota DPR dari PDIP yang juga mendukung hak angket dalam Paripurna, mengatakan fraksinya tak memberikan instruksi khusus soal angket. Menurutnya, angket adalah hak setiap anggota DPR.

Sikap PDIP ini seolah menunjukkan ketidaktegasan partai dalam menggulirkan hak angket. Terlebih, pimpinan Fraksi PDIP di DPR yang diketuai Utut Adianto dan Sekretaris Fraksi, Bambang Wuryanto alias Bambang Pacul, tak hadir dalam Rapat Paripurna kemarin.

Tak hanya keduanya, Ketua DPR sekaligus Ketua DPP PDIP, Puan Maharani juga absen karena tengah kunjungan kerja di Paris, Prancis. Puan hanya menitipkan pidato pembukaan Rapat Paripurna DPR ke-13.

"Sebagai kompetisi maka menang dan kalah selalu ada dalam pemilu. Kita dituntut untuk memiliki etika politik untuk siap kalah dan siap menang," kata Puan dalam pidatonya, seperti dibacakan Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad.

Sementara itu NasDem dan PPP tidak ikut bersuara mendorong hak angket di rapat paripurna.



Murni mengawasi atau bermotif politik?

Analis komunikasi politik Universitas Brawijaya, Verdy Firmantoro berpendapat isu ini belum bergulir kencang karena motif di balik hak angket masih belum tuntas antara murni pengawasan atau bertendensi politik.

"Kenapa kemudian potensinya masih setengah-setengah karena memang komitmennya belum penuh," kata Verdy kepada CNNIndonesia.com, Rabu (6/3).

"Masih ada lebih besar potensi misalnya antara ini sebagai upaya pengawasan atau punya tendensi politisnya itu istilahnya dua hal ini masih terjadi, kompetisi atau persaingan motif tadi belum tuntas," imbuh dia.

Verdy menyebut kini komitmen parpol terhadap usulan ini masih diuji. Apakah lebih besar komitmen memperjuangkan nilai atau justru lebih bermotif politis.

Ia mengatakan apabila dasar dari digulirkannya isu hak angket ini karena motif politik, maka isu ini pun takkan mencapai ujung alias gagal di tengah jalan.

"Dengan menguatnya dominasi koalisi pemerintah dan koalisi menuju pemerintahan yang baru semakin besar, itu mereduksi kepercayaan diri partai-partai yang ingin punya suara vokal sebagai oposisi," ujarnya.

Selain itu, apabila motif politik jadi dasar dari angket, maka hal itu juga akan merugikan para caleg yang berpotensi kembali lolos ke parlemen pada 2024-2029.

Ia menyebut apabila angket akan menolak hasil pemilu, maka yang dipersoalkan bukan hanya pilpres tetapi juga pileg.



Menakar sikap partai politik

Pada saat yang sama, ia juga turut mengomentari sikap-sikap partai hari ini. Verdy berpendapat PDIP masih dalam posisi mencari aman, wait and see.

"Dia mungkin masih berupaya penguatan baik secara politik maupun hukum sambil melakukan cek ombak partai-partai mana yang kemudian punya potensi mendukung penuh," ucap dia.

Begitu pula NasDem dan PKS, Verdy berpendapat kecil kemungkinan kedua partai ini juga bermain dua kaki dalam kasus angket ini.

Kemudian PKB, Verdy belum melihat partai pimpinan Muhaimin Iskandar ini bermain dua kaki. Namun, menurutnya mereka tetap berpotensi gabung ke koalisi pemerintahan berikutnya mengingat perolehan suara yang cukup besar di pileg kemarin.

Sementara PPP, kata dia, berpotensi main dua kaki. Sandiaga Uno dan Ketum Mardiono juga dinilai dekat dengan lingkar kekuasaan.

Selain itu, Verdy pun mempertanyakan apakah PPP nantinya siap untuk berada di luar pemerintahan dan ambil bagian sebagai oposisi. "Apalagi partai-partai yang masih butuh dukungan publik," ujarnya.

Terpisah, Direktur Eksekutif Indonesia Political Opinion (IPO) Dedi Kurnia Syah mengatakan hak angket akan mendapatkan perlawanan yang kuat secara politik.

Ia berpendapat hak angket ini tidaklah menyasar pemilu, melainkan Presiden Jokowi. Menurutnya, ada atau tidak hak angket hasil Pemilu 2024 akan tetap sah.

"Itulah mengapa lobi-lobi untuk menghalangi sangat kuat dan bukan tidak mungkin PDIP bisa kalah bersaing pengaruh dan kekuasaan," kata Dedi kepada CNNIndonesia.com, Selasa (5/3).

Semisal, PDIP, kata dia, bisa saja dihadapkan dengan ancaman kasus Harun Masiku.

Dedi turut mengomentari absennya Ketua DPR Puan Maharani di rapat paripurna kemarin. Menurutnya, Puan bisa saja dengan sengaja menolak hak angket secara diam-diam.

Dia menyoroti sebelum pemilu, Puan sudah banyak melakukan pembelaan pada Jokowi, bahkan menghardik kader PDIP yang mengkritisi pemerintah waktu itu.

Dalam posisi ini, kata Dedi, Puan sangat mungkin menjadi pintu diplomasi antara kepentingan pemerintah dengan PDIP.

"Itulah sebab Puan tidak begitu prioritaskan sidang paripurna, bisa saja ia sengaja demi menolak hak angket secara sembunyi-sembunyi, langkah Puan jelas anomali, kunjungan luar negeri tentu bukan agenda prioritas, mengingat situasi politik dalam negeri sedang menghangat," kata Dedi.

Selain itu, Dedi juga mempertanyakan keberanian PPP bersikap dalam kasus ini.

"Tetapi PPP tidak yakin berani melawan, terlebih di sana ada Sandiaga dan Mardiono yang secara tegas berada di kubu kekuasaan," ucapnya.

(mnf/pmg)


[Gambas:Video CNN]
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER