Alhafiz mengatakan semua peninggalan sejarah yang ada di dalam masjid tersebut semuanya masih terjaga dan terawat dengan baik. Salah satunya mimbar yang terbuat dari kayu jati dan dipulas dengan cat berwarna keemasan.
Di bawah mimbar tersimpan sepiring pasir yang konon ceritanya berasal dari tanah Mekkah Al-Mukarramah. Pasir ini dibawa Raja Ahmad Engku Haji Tua, bangsawan pertama dari kerajaan yang menunaikan ibadah haji di 1820 masehi.
Pasir tersebut biasa digunakan masyarakat setempat pada upacara jejak tanah, suatu tradisi menginjak tanah untuk pertama kali bagi anak-anak.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Untuk bangunan masjid dan benda - benda di dalam masjid, alhamdulillah masih terjaga keasliannya tidak ada yang dirubah," kata Alhafiz.
Di dalam masjid itu ada sebuah Al Quran kuno berukuran besar yang ditulis tangan dan disimpan dalam etalase. Alquran itu ditulis tangan pada 1867 silam oleh AbdurrahmanStambul. Dia adalah pemuda asal Pulau Penyengat yang disekolahkan kerajaan untuk belajar agama Islam di Istanbul, Turki kala itu.
Ada juga benda unik lainnya yang masih terjaga yaitu lampu kristal yang merupakan hadiah dari Kerajaan Prusia (Jerman) pada tahun 1860-an.
Masjid Raya Sultan Riau Pulau Penyengat ini sudah ditetapkan pemerintah sebagai benda cagar budaya bersama 16 situs sejarah lainnya di sana.
![]() |
Jelang bulan Ramadan, pengurus Masjid Raya Sultan Riau Pulau Penyengat juga akan menggelar tradisi tahlil jamak kenduri arwah untuk seluruh masyarakat Pulau Penyengat mendoakan mereka yang sudah tiada. Pada Ramadan tahun ini, tradisi itu digelar pada Jumat (8/3) lalu.
Selain itu, apabila sudah masuk bulan puasa juga akan di gelar tradisi buka puasa bersama di halaman masjid.
"Ada tradisi Jelang Ramadan, tahlil jamak kenduri arwah untuk seluruh masyarakat Pulau Penyengat. Kita ajak masyarakat datang ke masjid sama - sama mendoakan para arwah yang sudah meninggal dunia," ujar Alhafiz.
Saat CNNIndonesia.com menyambangi Pulau Penyengat sebelum Ramadan ini, terlihat banyak pengunjung di sana dan Masjid Raya Sultan Riau.
Tidak hanya pengunjung lokal, pengunjung dari luar negeri juga datang kesini seperti Malaysia dan Singapura. Para pengunjung yang datang ke Pulau Penyengat tidak hanya jalan-jalan untuk menikmati wisata religi. Namun, mereka juga melakukan ziarah makam para raja seperti Raja Haji Fisabilillah, Raja Ali Haji, Raja Hamidah, Raja Ahmad, Raja Abdullah, dan Raja Aisyah.
![]() |
Untuk ke masjid bersejarah dan unik di Pulau Penyengat ini, Anda harus menggunakan perahu kayu atau dikenal dengan warga setempat boat pancung.
Jarak Pulau ini terpisah dengan lautan dari Kota Tanjungpinang Ibu Kota Provinsi Kepulauan Riau. Jarak tempuh, untuk tiba ke Pulau ini sekitar 15 menit dengan menyeberang lautan.
Tarif per orang untuk menyeberang ke sana apabila pengunjung dikenai biaya Rp. 9.000,-. Sedangkan untuk warga Pulau Penyengat dikenai biaya Rp. 7.000,- dan untuk anak sekolah dikenai biaya Rp. 5.000,-. Apabila sistem carter sekali jalan Rp. 130.000,- kalau pulang pergi Rp. 250.000,- dengan kapasitas perahu 15 orang.
"Boat pancung yang bawa penumpang ke Pulau Penyengat stand by dan berganti - ganti karena ada belasan perahu dengan sistem gilir untuk mengantar penumpang," kata Fendi salah satu penambang boat kepada CNNIndonesia.com.
(arp/kid)